Corona di Bali
Pengamat Sebut Pengawasan terhadap PMI yang Masuk Bali Harus Diperketat
Berkaca dari data persebaran jumlah kasus positif Covid-19 di Bali saat ini, peningkatan jumlah kasus berasal dari imported case PMI dari luar negeri.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pengamat meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali mengawasi lebih ketat kedatangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bali.
Karantina bisa dilakukan dengan memanfaatkan hotel-hotel di Pulau Dewata.
Berkaca dari data persebaran jumlah kasus positif Covid-19 di Bali saat ini, peningkatan jumlah kasus berasal dari imported case PMI dari luar negeri.
“Jika memang demikian, perlu diperbaiki aparatur yang bertugas bertanggung jawab dalam hal ini. Pertanyaannya apakah sudah tepat skrinningnya dan teknis karantinanya,” ujar pengamat sosial asal Universitas Udayana Bali, Gusti Bagus Suka Arjawa kepada Tribun Bali, Jumat (17/4/2020).
• Pertamina Kelimpungan Kini Penjualan BBM Turun Drastis, Baru Pertama Dalam Sejarah
• Dapat Asimilasi Covid-19, Aris Idol Bebas Setelah Jalani Setengah Masa Hukuman
• Ikut Perangi Corona, Gerindra Karangasem Serahkan Bantuan APD ke Posko Covid-19 Karangasem
Menurutnya, hotel-hotel di wilayah Bali dapat memaksimalkan upaya tanggung jawab manajemen sosialnya untuk mengubah fungsi sementara menjadi tempat karantina bagi PMI.
“Hotel harus mau untuk memperhatikan aspek sosial, jangan mau dapat untungnya saja, kan tiap hotel punya ratusan kamar. Lebih baik hotel fasilitasnya lengkap, kalau gedung kosong kelengkapannya kan kurang masih harus menambahi,” tegas dia.
Di samping itu, dari sisi masyarakat arus bawah juga harus pandai bersikap terhadap PMI yang tiba di Bali.
• Aksi Viral Pengangkut Jenazah Sambil Menari di Negara Afrika, Pemimpin Koreo Tim Ungkap Alasannya
• Setelah Virus Corona Reda, Kemenparekraf Siapkan Industri Pariwisata Hadapi Lonjakan Kinerja di 2021
• Ketua DPRD Badung Imbau Warga Muslim Tidak Mudik Lebaran
Sikap-sikap inilah yang juga bisa menjadi dasar acuan berhasilnya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bali.
“Masyarakat jangan memberikan stigma terhadap PMI sebagai pembawa virus dan ditolak, bersikap saja tidak biasa, bagaimana bisa mengusulkan ke pemerintah seperti itu (PSBB). Oleh sebab itu peran otoritas di bandara juga diperkuat memberikan trust kepada masyarakat jangan sampai kecolongan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unud itu menyampaikan, agar masyarakat tertib. Pengumunan tentang bahaya dan penanggulangan Covid-19 sudah disampaikan melalui masing-masing Desa Adat.
• Pers Asing Soroti Fenomena Minimnya Kasus Covid-19 di Bali Hingga Dampaknya Bagi Pariwisata
• Siswa SMA di Solo Ini Tertangkap Curi Pakaian Dalam Wanita, Warga Kesal Paksa Pelaku Memakainya
• Ortu di Jember Ini Terkejut Anaknya yang Siswa SMK Terjaring Razia Nyambi Jadi Waria
“Setiap desa sudah mengeluarkan pengumuman, hal itu bisa ditaati masyarakat,” katanya.
“Ada pendapat bagus dari Pangdam IX/Udayana saya kutip, kalau tidak bekerja dia (masyarakat) akan mati kelaparan, sedangkan covid belum tentu mati, artinya masyarakat terpaksa keluar untuk bekerja, kalau banyak masyarakat yang keluar nanti, akan dicontoh yang lain."
"Apalagi ada perbandingan DBD meninggalnya lebih banyak dari covid, maka di situlah pentingnya peran aparatur hingga desa adat untuk memberikan pengertian kepada masyarakat,” jabar dia.
Dari sisi Desa Adat, dalam melaksanakan program kebijakan pemerintah, dilakukan dengan humanis dalam penerapannya di level masyarakat.
“Adat jangan sampai kasar, harus humanis,” tutupnya. (*)