Jukut Paku Diburu Warga Desa Suwat Gianyar Disaat Pandemi Covid-19
Dan banyak yang terpaksa mengisi kegiatannya dengan bertani terutama yang berasal dari desa.
Penulis: I Nyoman Mahayasa | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan wartawan Tribun Bali, I Nyoman Mahayasa
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Banyak masyarakat bali yang harus dirumahkan selama pandemi covid-19 ini. Terutama mereka yang bekerja di hotel, vila, artshop dan tempat wisata lainnya
Semenjak pandemi ini pekerja pariwisata banyak yang harus pulang kampung.
Dan banyak yang terpaksa mengisi kegiatannya dengan bertani terutama yang berasal dari desa.
Di tengah ekonomi yang tidak menentu jukut paku (sayur pakis) menjadi incaran warga.
• Pasca Terbitnya Permenhub No.25/2020, Begini Suasana Terminal Mengwi Hari Ini
• 17 Laptop Raib di SMP PGRI 7 Denpasar Akibat Disatroni Maling
• Arti Mitos Jari Kelingking Tangan Kanan, Pertanda Fitnah Hingga Jodoh
Sayur yang banyak terdapat di dekat sungai ini menjadi sayur kesukaan menu favorit warga saat pandemi.
Sebagai bahan sayuran, jukut paku tidak dibudidayakan, melainkan dipanen dari tumbuhan yang tumbuh liar pada lahan tegalan dan lahan hutan terbuka, terutama di tempat-tempat lembab dekat badan perairan.
Di Bali jukut paku ( sayur pakis) diolah menjadi sayur urab.
Bahan sayur ini biasanyanya diolah menjadi urab, atau di campur dengan bumbu bawang goreng bawang putih, kelapa parut, cabe, garam dan terasi menjasi menu favorit warga saat ini.
Bahkan juga digunakan untuk campuran makanan mie instan.
Jukut paku menjadi bahan yang murah dan gratis dan gampang ditemukan seperti halnya Koming (35) warga desa Suwat, Gianyar, Bali.
"Saya mencari jukut paku seminggu empat kali dan terkadang saya jual di pasar. Jukut paku menjadi makanan kesukaan saya. Selain jukut paku, bayam dan kangkung juga untuk selingan" ucapnya saat berburu sayur di dekat sungai, Senin (27/4/2020)
Namun ia tetap berhati-hati juga saat mencari bahan sayurdikawasan tersebut karena ular juga menyukai tempat yang lembab.(*)