Breaking News

Diduga Tilep Uang Pungutan Usaha, Kepala Desa Pemecutan Kaja Nonaktif Dituntut 16 Bulan Penjara

Di persidangan, tim jaksa menuntut Ngurah Arwatha dengan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan (16 bulan).

Penulis: Putu Candra | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Putu Candra
Mengenakan busana adat ringan, Ngurah Arwatha kerap menunduk saat tim jaksa membacakan surat tuntutan di PN Denpasar, Selasa (2/6/2020). 

Sebagai diketahui, dalam surat dakwaan dibeberkan, bahwa terdakwa sebagai kepala desa sekaligus pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dalam memperoleh pendapatan asli desa telah melanjutkan kebijakan perbekel terdahulu.

 Yakni melakukan pungutan ke pada pedagang di Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta, Jalan Sutomo. Pula memungut uang ke pedagang kaki lima dan pengusaha toko di wilayah Desa Pemecutan Kaja.

Pelaksanaan pungutan itu didasarkan pada SK Kepala Desa Nomor 02/2005 tentang Pengenaan Sumbangan Pembangunan Desa.

 Pemungutan terhadap pedagang dilakukan petugas perlindungan masyarakat (linmas).

 Linmas dibagi menjadi tiga grup melakukan pungutan kepada pedagang, pengusaha atau pemilik toko di Desa Pemecutan Kaja.

Petugas linmas memungut ke pedagang di Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3 ribu jika pengunjungnya ramai.

 Jika pengunjungnya sepi diberi karcis senilai Rp 2 ribu.

 Karcis bertuliskan punia BUM Des Pemecutan Kaja Mandiri itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa.

Selain melakukan pungutan pada pedagang di pasar, petugas linmas juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15 ribu hingga Rp 250 ribu tiap bulan per toko dan tergantung jenis usaha.

Petugas melakukan pungutan terhadap 27 sampai dengan 30 pedagang dengan setoran Rp 125 ribu per hari atau sekitar Rp 3 juta per bulan yang disetorkan awal bulan ke bendahara desa.

Tahun 2014 hingga 2016, terdakwa masih memasukkan pungutan ke dalam kas desa.

Namun, sejak 2017 ketika Desa Pemecutan Kaja mendirikan BUMDes Pemecutan Kaja Mandiri yang didirikan berdasar peraturan desa Nomor 3 tahun 2016 tanggal 1 Juni 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa, pendapatan asli desa berupa pungutan itu tidak dimasukan ke APBDes tahun anggaran 2017 dan perubahan APBDes tahun 2017.

"Juga pungutan sama sekali tidak dianggarkan sebagai penerimaan pendapatan desa dalam tahun 2018," ungkap Jaksa Gusti Ayu Rai Artini kala membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya.

Bahwa pendapatan asli desa yang bersumber dari pungutan ke pedagang pasar, PKL dan pemilik toko yang telah disetorkan oleh petugas linmas ke bendahara desa periode Januari 2017 sampai Pebruari 2018 sebesar Rp 190.102.000 telah dibagikan kepada kepala desa, aparatur desa, dan anggota BPD desa sebesar Rp 117.509.500.

Berdasar hasil audit keuangan negara dari BPKP Perwakilan Provinsi Bali ditemukan potensi penerimaan sebesar Rp 190.102.000. setelah dilakukan pemeriksaan pada APBDes 2017 tidak terdapat laporan penerimaan pendapatan asli desa dari PKL dan pungutan pengusaha toko.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved