Corona di Bali

Guide di Gianyar Ini Beralih Profesi Jadi Pembuat Pot ‘Pompongan’, Berawal dari Iseng

Liying beralih profesi sebagai pembuat pot anggrek dengan material buah kelapa kering.

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Foto: Pot anggrek dari kelapa kering berbentuk wajah lucu, Minggu (7/6/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR –Kabupaten Gianyar yang dikenal sebagai daerah seniman Bali, nampaknya bukan hidapan jempol.

Hal tersebut terlihat, dari berbagai profesi peralihan dampak Covid-19, dimana banyak masyarakat yang memilih terjun ke bidang seni.

Seperti dilakukan oleh Made Liying dan teman-temannya di Banjar Wangbung, Desa Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali.

Sejak tempatnya bekerja sebagai guide di Objek Wisata Hhidden Canyon Guwang ditutup, Liying beralih profesi sebagai pembuat pot anggrek dengan material buah kelapa kering.

Industri Pariwisata Bali Targetkan Pasar dari Negara ASEAN Saat Normal Baru

Kisah Cinta 7 Pasangan Zodiak Berakhir Bahagia: Gemini & Libra Sempurna, Taurus & Pisces Tak Goyah

Ramalan Zodiak Cinta 7-13 Juni 2020, Sagitarius Jangan Egois, Pisces Jangan Terburu-buru

Made Liying, Minggu (7/6/2020) mengatakan, awalnya pembuatan pot anggrek dari buah kelapa kering ini tidak berorientasi bisnis.

Dimana ia lakukan untuk mengisi waktu, untuk menghilangkan stress, karena kehilangan mata pencaharian.

Bahkan sejak objek wisata tempatnya mencari mata pencaharian ditutup, ia terpaksa menjual satu unit sepeda motornya.

“Karena susah, tidak punya pendapatan saya jual sepeda motor untuk bertahan hidup,” ujarnya.

Selam berada di rumah, ia dan empat temannya membuat kerajinan dari kelapa kering.

Dimana kelapa itu dibentuk menyerupai wajah-wajah lucu.

“Awalnya cuma iseng, biar ada kegiatan. Tapi diketahui oleh Pak Man Parta (DPR RI asal Guwang). Lalu beliau memesan 10 buah. Tapi beliau meminta dibuatkan bentuk wajah lucu yang bisa digunakan sebagai pos anggrek. Astungkara, kami bisa memenuhi permintaan,” ujarnya.

Berkat Nyoman Parta yang mempromosikan karya ini di media sosial, Liying mengatakan, pesanan pun berlimpah.

Bahkan pesanan datang dari Jembrana, namun karena alasan jarak, pihaknya tidak menyanggupi.

“Karena terlalu jauh, kami tidak bisa menyanggupi,” ujarnya.

Harga untuk kesenian ini paling mahal Rp 40 ribu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved