Lumba-lumba Terlihat di Pantai Semawang Denpasar, Ahli Ekosistem Laut Unud : Tanda Ekologi Membaik
Mamalia laut Lumba-lumba terlihat di perairan dangkal Pantai Semawang, Sanur, Denpasar, Bali
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mamalia laut lumba-lumba terlihat di perairan dangkal Pantai Semawang, Sanur, Denpasar, Bali, fenomena unik itu menjadi tontonan para nelayan dan warga setempat, pada Kamis (18/6/2020) kemarin.
Ada dua versi video yang viral beredar di sosial media, pertama saat mamalia laut itu bertarung dan mengeluarkan cairan seperti darah, dan video kedua terlihat lumba-lumba tengah mengitari pesisir pantai.
Menanggapi fenomena unik itu Ahli Ekosistem Pesisir dan Laut dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali, Prof. Dr. I Wayan Arthana mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan lumba-lumba itu sampai ke pesisir pantai.
Pertama, Prof. Arthana menyebut, selama masa pandemi Covid-19 wilayah pantai secara signifikan tidak ada aktivitas keramaian jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, sehingga kesunyian yang tidak biasa di pantai mengundang lumba-lumba untuk datang dan secara ekologi dinilai membaik.
• 27.391 Warga Tanpa Tujuan Jelas Dipulangkan Selama PKM di Denpasar
• Sebuah Kebakaran Mobil Terjadi di Tabanan, Diduga Karena Adanya Korsleting
• Kuasai Sabu dan Ekstasi, Dilimpahkan, Michael Disangkakan Tiga Dakwaan
"Sepinya pantai dan kedatangan lumba-lumba ini menjadi tanda adanya sistem ekologi yang membaik, hal ini karena pantai lama tidak crowded dari manusia dan lalu lalang perahu atau water sport, sehingga lumba-lumba merasa nyaman di sana, bisa dilihat nanti kalau crowded lagi apakah akan kembali lagi, seperti di Lovina kan memang cenderung sepi aktivitas dan muncul pola lumba-lumba sehingga jadi daya tarik wisata," papar Prof. Arthana kepada Tribun Bali, Sabtu (20/6/2020) siang ini.
Faktor kedua adalah beberapa diantara jenis lumba-lumba cenderung menyukai perairan yang hangat, dan wilayah pesisir pantai memiliki suhu yang lebih hangat jika dibandingkan tengah laut.
"Mereka (lumba-lumba) curious, kok sepi, menarik, hangat. Tapi Kalau kita lihat sifatnya lumba-lumba merupakan jenis mamalia laut jadi bernapas dengan paru-paru dan rutin ke permukaan untuk mengambil udara dan biasanya berkelompok dan jalan-jalan bersama," terangnya
Terlihat pula di video lumba-lumba tengah bertarung, terkait hal itu, dijelaskan dia, lumba-lumba memiliki lebih dari 40 jenis dan lumba-lumba merupakan karnivora atau pemakan daging dan bisa memangsa satu sama lainnya.
Sehingga, jika terjadi pertarungan maka faktornya bisa dipastikan bukan dari satu kelompok yang sama.
Namun jika bertemu dengan kelompok jenis lain baru ada potensi muncul pertarungan.
"Kita masih hanya bisa menduga-duga, kemungkinan mereka terpisah dengan rombongannya, dan mereka karnivora bisa memakan sesamanya kalau kelaparan, perkiraannya kalau bertarung satunya datang dari kelompok berbeda, kalau sama tidak bertarung, analoginya seperti kera di Sangeh, ada 3 kelompok kalau pindah ke kelompok lainnya akan dibunuh sama temannya," papar dia
Bisa diartikan, lumba-lumba memiliki sebuah militansi kelompok, jika terjadi pertarungan patut diduga berasal dari jenis yang berbeda dan mereka kebetulan bertemu saat solitaire atau menyendiri.
"Ada militansi kelompok, perkiraannya apakah lepas dari kelompok kemudian solitaire atau menyendiri pas ketemu yang solitaire jadi ada pertarungan, itu dugaannya kalau memang terjadi pertarungan," bebernya.
Disinggung terkait gangguan sonar pada lumba-lumba tersebut, Prof. Arthana menyebut minim adanya gangguan pada sonar mamalia laut itu karena praktis akhir-akhir ini jarang ada aktivitas di laut.
"Gangguan sonar terjadi apabila Lumba-lumba merasa ada noise atau memancarkan gelombang kebisingan yang mengganggu membuatnya tidak nyaman, nah ini kan aktivitas di laut juga sedang sepi jadi minim faktor sonar, kemudian salah kemudi, kalau salah kemudi terdampar, kalau tidak trerdampar nyaman-nyaman saja berkeliling bukan karena sonar. Jadi sunyi yang tidak biasa ini kemudian menjadi daya tarik Lumba-lumba ke pantai," jabarnya.
Lanjutnya, fenomena ini menarik untuk ditelisik lebih dalam apakah kedatangan lumba-lumba insidentil atau akan menjadi ritme/pola.
Dan peristiwa ini berimplikasi menjadi hal unik dan ramai di media sosial.
"Menarik untuk dilihat, datangnya apakah reguler atau ritme setiap bulan/tahun baru bisa diprediksi lebih detail, kalau ini kan kasusnya masih insidentil. Seperti burung di Eropa, mereka punya pola di laut tengah lalu ke arah utara tergantung musim, ada pola yang rutin," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, Warga pesisir Pantai Semawang, Sanur dikejutkan dengan kemunculan dua ekor ikan diduga satwa berjenis lumba-lumba yang tengah bertarung, pada Kamis (18/6/2020) kemarin.
Salah seorang warga setempat, Kadek Suprapta Meranggi, menuturkan dua ekor ikan tersebut muncul usai adanya sembahyang.
"Kemarin habis upacara menanam petunjuk untuk kapal, lalu datanglah dua ekor ikan itu sekitar jam 8, seperti sedang bertarung dan mengeluarkan cairan seperti darah, tidak lama kemudian pergi ke arah utara," kata Kadek kepada Tribun Bali.
Setelah mengupload video yang dia rekam, seorang rekan Ahli Biota Laut memberikan balasan lewat Direct Message bahwa ia berpendapat ikan tersebut merupakan salah satu jenis paus bukan lumba-lumba dan cairan yang keluar bukan darah melainkan tinta.
"Saya di DM teman saya Ahli Biota, menyebutkan kalau itu ikan paus bukan lumba-lumba dan mengeluarkan tinta hitam karena kondisi yang tidak mengenakkan," tutur dia.
Jika benar itu adalah salah satu keluarga Ikan paus, Kadek justru menilai ini bukan fenomena biasa, karena sejak kecil tinggal di wilayah pesisir pantai tidak pernah ada ikan berjenis paus yang ke perairan dangkal.
"Saya hidup di pinggir pantai sejak kecil, saya lahir tahun 1976 sampai sekarang baru kali ini melihatnya, ini fenomena yang tidak biasa. Jika memang itu Paus berarti kejadian pertama kali kedatangan paus, saya dari kecil hidup di pantai belum pernah ada. Tapi kalau lumba-Lumba pernah ada seekor dua ekor kita bantu lepaskan ke tengah," bebernya.
"Mungkin sonarnya tidak beres seharusnya tidak ke pantai perairan dangkal, pasti ada something wrong, bukan suatu faktor kesengajaan," imbuh dia
Tidak lama setelah itu, Kadek kemudian mendapatkan informasi dari seorang kawan bahwa ada Ikan Paus dalam kondisi mati terdampar di Pantai Lembeng, Ketewel, Gianyar yang diduga ikan yang muncul dari Pantai Semawang.
Namun belum dapat dipastikan secara detail apakah hewan yang terlihat di Pantai Semawang adalah Ikan Paus yang terdampar di Pantai Lembeng.
"Saya juga mendapat informasi dari teman, ada ikan Paus terdampar di Lembeng, mati dan akhirnya disembelih dan dikonsumsi warga," katanya
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, R. Agus Budi Santosa menjelaskan, ikan yang terlihat di pinggir Pantai Semawang Sanur tersebut merupakan lumba- lumba yang belum diketahui jenisnya.
Satwa tersebut diketahui telah mengenai atau menabrak tali jangkar dari perahu nelayan yang diparkir di pinggir pantai.
"Akibat mengenai atau menabrak tali jangkar perahu tersebut terlihat efeknya pada satwa tersebut seperti kehilangan arah atau sonar lalu dalam berenangnya satwa tersebut terlalu menepi sehingga menabrak karang atau kreb di pantai dan berakibat luka pada tubuh satwa tersebut," jelas dia.
Lanjut dia, meskipun sempat terbentur karang atau kreb di pinggir pantai namun hal tersebut sepertinya tidak memberi efek yang parah pada satwa tersebut.
"Hal ini terbukti bahwa satwa tersebut dapat kembali berenang dengan sendirinya ke tengah laut," tuturnya.
Pihaknya mengajak masyarakat sekitar untuk ikut serta dalam memantau di pesisir pantai sekitar Sanur dan dapat segera menginformasikan jika ada hal serupa terjadi lagi.
"Balai KSDA Bali saat ini secara rutin melaksanakan monitoring untuk memastikan bahwa satwa lumba-lumba tersebut tidak kembali lagi ke pinggir pantai Sanur," pungkasnya. (*).