Pekak 73 Tahun Diperiksa Polda Bali Terkait Perampasan Tanah
Kasus perampasan tanah milik pekak Ketut Gede Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari Gang Merak, Sesetan, Denpasar mulai didala
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Kasus perampasan tanah milik pekak (kakek) Ketut Gede atau Ketut Gede Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari Gang Merak, Sesetan, Denpasar mulai didalami Dit Reskrimum Polda Bali.
Pekak berusia 73 tahun tersebut kembali diperiksa penyidik di Subdit II unit IV AKP I Nyoman Sugitayasa, Selasa (30/6/2020)
Ada sekitar 15 pertanyaan yang diajukan penyidik.
Usai pemeriksaan yang memakan waktu sekitar dua jam, Pujiama didampingi kuasa hukumnya Wihartono dan kawan-kawan kembali menegaskan tidak pernah menjual tanahnya pada Wayan P.
Ikhwal adanya pengakuan Wayan P tanah itu telah menjadi miliknya, Pujiama menyangkal.
"Saya tidak pernah jual ke dia (wayan p). Kok bisa-bisanya dia ambil ..dijual ke orang." kata Pujiama keheranan.
Diakui Pujiama, akhir akhir ini ia memang jarang melihat tanahnya itu. Kondisi kesehatan tidak memungkinkan bagi pensiunan pegawai rendahan itu pergi dari rumah.
Pun demikian, Pujiama memastikan warga di sekitar Dukuh Sari tahu kalau tanah itu miliknya sebagai ahli waris I Wania (alm). Awalnya tanah itu seluas 7000 M2 lebih dibagi dua dengan saudaranya Putu Sari.
"Kok ada yang berani sertipikatkan tanah orang ya....," tuding Pujiama.
Pujiama Juga mengakui belum mampu mengurus sertipikat tanahnya karena belum ada uang.
AA Made Eka Darmika, anggota kuasa hukum Pujiama menambahkan selama mendampingi pemeriksaan banyak fakta terungkap. Pertama penyidik menunjukan kuitansi pembelian tertanggal 10 Maret 1990 yang ditolak Pujiama.
Sebab tanda tangan Pujiama tidak identik dengan dokumen sah miliknya. Paling fatal meterai yang dipakai senilai 6000 (enam ribu rupiah) padahal meterai itu baru beredar antara 2006 hingga 2009. Meterai tahun 1990 senilai 1000 (satu ribu rupiah).
Menariknya sekaligus menfejutkan sambung Agung Darmika penyidik mempertanyakan nama Muhaji.
Kata Agung Darmika, kliennya langsung menjawab itu beking Wayan P. Pujiama langsung melanjutkan Muhaji pernah menjemput ke rumahnya di Sesetan dibawa ke rumah Muhaji di Asrama Jalan Sudirman.
Di rumah itu Pujiama dipaksa tanda tangan tapi tidak tahu isinya karena kertasnya dilipat.
