Jaksa Tolak Eksepsi Kasus Penggelapan Sertifikat Tanah Ketua Koperasi di Jembrana
JPU Kejari Jembrana menolak eksepsi yang diajukan terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Budiarti
Terpisah, PH Saksi Korban Yulius Benyamin Seran mengaku eksepsi PH terdakwa yang menganggap materi dakwaan sudah masuk ranah perdata adalah keliru.
Alasannya, substansi dakwaan JPU sudah cukup jelas dan terang.
Pendek kata, berangkat dari adanya perbuatan terdakwa yang melakukan rekayasa utang untuk menguasai sertifikat tanah milik orang lain dan tentu saja melawan hukum.
"Maka jelas masuk delik penipuan dan atau penggelapan dan sama sekali bukan soal utang piutang lagi, oleh karenanya eksepsi PH patut dikesampingkan," bebernya.
Terlebih lagi, sambungnya, perkara perdata sudah selesai dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap yang dimenangkan saksi korban.
Sehingga cukup kuat, JPU kemudian menolak keseluruhan eksepsi PH terdakwa.
Kasus penggelapan dan penipuan sertifikat dengan sangkaan dakwaan pasal 372 dan 378 KUHP ini berawal pada tahun 2016.
Saksi korban I Made Wirantara baru mengetahui sertifikat tanah atas nama bapaknya ada pada terdakwa.
Saat itu terdakwa menghadiri sidang gugatan perdata utang piutang.
Ternyata setelah ditelusuri, sebelum perkara perdata itu, saksi korban yang saat itu menjadi tahanan di Rutan Kelas II B Negara karena kasus pidana, bulan Mei 2016 sempat dibesuk terdakwa.
Saat itu terdakwa bercerita bermimpi bertemu dengan bapak korban yang sudah meninggal, dalam mimpi itu bapak korban memerintahkan mengamankan sertifikat dengan alasan korban sering berjudi.
Kemudian pada pertemuan kedua, terdakwa menjenguk korban membawa surat pengakuan utang dan menyuruh korban tanda tangan sebesar Rp 185 juta.
Karena tidak merasa punya utang, korban menolak.
Namun usaha mendapatkan tanda tangan terus dilakukan hingga korban bersedia tanda tangan karena disertai ancaman.
Kasus ini pun bergulir dengan sidang perdata dan dimenangkan korban.