Corona di Bali

Direktur RS PTN UNUD Angkat Bicara Terkait Keamanan Thermo Gun

Kekhawatiran bermula saat sebuah video percakapan seorang ekonom bernama Ichsanuddin Noorsy bersama Helmi Yahya viral di berbagai platform digital

Penulis: M. Firdian Sani | Editor: Aloisius H Manggol
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Pekerja salon menggunakan masker dan pelindung wajah saat melayani pelanggan yang melakukan perawatan rambut di Alfons Salon di Jakarta, Jumat (19/6/2020). Pemprov DKI Jakarta pada minggu ketiga penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi membuka kembali operasional unit usaha salon dan tata rambut dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran seperti pengukuran suhu tubuh, penggunaan masker bagi karyawan dan konsumen salon, sterilisasi peralatan, pemakaian pelindung wajah bagi karyawan, dan sistem reservasi bagi konsumen. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Santer beredar di tengah masyarakat bahwa alat pengukur suhu tubuh yang biasa digunakan untuk deteksi Covid-19 atau yang biasa dikenal dengan thermo gun bisa merusak syaraf atau jaringan otak.

Masyarakat dibuat khawatir pasalnya kini thermo gun menjadi alat yang lumrah, sering ditemui diberbagai tempat apalagi sebagian besar masyarakat pernah menggunakan alat itu.

Kekhawatiran bermula saat sebuah video percakapan seorang ekonom bernama Ichsanuddin Noorsy bersama Helmi Yahya viral di berbagai platform digital.

Di dalam video tersebut, mereka membahas mengenai kecurigaan dampak negatif yang ditimbulkan oleh thermo gun atau termometer.

"Karena hand gun termometer itu untuk memeriksa kabel panas. Lasernya dipakai untuk memeriksa kabel panas bukan untuk temperatur manusia. Mereka jual alat, tapi kita dibodohi. Kepala kita ditembak laser, kita tidak tahu dampak pada struktur otak bagaimana," kata Ichsanuddin dalam video tersebut.

Mengenai hal itu, Direktur RS PTN UNUD Prof dr Putu Gede Purwa Sumatra Sp.S(K) menegaskan jika alat thermo gun yang kerap digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh itu sudah teruji secara klinis, dan tidak memiliki rekam jejak berbahaya apalagi sampai menimbulkan kerusakan syaraf pada otak manusia.

"Alat itu sudah teruji secara klinis dan sebelum beredarpun sudah diuji oleh BPOM. Jadi kan tidak sembarangan, apalagi itu akan digunakan orang atau masyarakat luas. Buktinya belum pernah ada penelitian atau kasus yang mengarah kesana," kata dokter spesialis saraf itu, dihubungi Tribun Bali, Senin (20/7/2020).

Yang perlu digaris-bawahi adalah bahwa thermo gun ini memancarkan sinar inframerah dan tidak memancarkan radiasi seperti sinar-X, oleh karena itu sinarnya tidak akan mempengaruhi sistem saraf.

Selanjutnya adalah menganai jenis thermo gun atau termometer itu sendiri, ada dua jenis termometer yakni termometer industri dan klinis.

Termometer industri digunakan untuk mengukur suhu benda sedangkan termometer klinis digunakan untuk keperluan medis seperti mengukur suhu manusia atau pasien.

Kedua termometer ini juga memiliki range suhu yang berbeda, termometer industri membaca suhu mulai dari -50 derajat Celcius hingga 380 derajat Celcius sedangkan termometer klinik bisa membaca suhu antara 32 hingga 42 derajat Celcius. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved