Berita Banyuwangi
Menelusuri Semangat Sri Tanjung dalam Enam Bahasa
"Kisah ini secara utuh saya temukan dalam sejumlah relief candi. Seperti Candi Jabung (Probolinggo), Surowono dan Tegowangi, (Kediri), Penataran
TRIBUN-BALI.COM, BANYUWANGI - Bagi masyarakat Banyuwangi, sosok Sri Tanjung tidak hanya sekadar legenda.
Tidak hanya menjadi asal muasal nama Banyuwangi, Sri Tanjung menjadi akar semangat budaya bagi masyarakat tanah Blambangan itu.
Sri Tanjung digambarkan sebagai seorang perempuan yang memiliki paras cantik, sopan, lembut, dan setia.
Dia mati dibunuh oleh oleh suaminya, Sidapaksa, karena terbakar cemburu akibat hasutan dan fitnah dari Sang Prabu Sulahadikrama bahwa Sri Tanjung selingkuh.
Sebelum mati, Sri Tanjung mengatakan, apabila darahnya harum (wangi) dia tidak selingkuh. Sebaliknya, jika darahnya bau busuk, berarti Sri Tanjung seperti yang dituduhkan suaminya itu.
• Jelang Piala AFC, CEO Bali United Yabes Tanuri Akan Kirim 20 Pemain ke Vietnam
• Apresiasi Petani, Bupati Giri Prasta Serahkan Bantuan Benih Padi Inbrida dan Bibit Sayur
• Pengamat Politik: Kampanye Media Sosial Bisa Jadi Pilihan Peserta Pilkada Serentak di Bali
Ternyata, darah Sri Tanjung berbau wangi dan mengalir ke sumur yang menjadi awal nama Banyu (air) Wangi (harum).
Namun, menurut hasil riset Aekanu Hariyono, cerita Sri Tanjung sebenarnya tidak hanya berhenti sampai di sana.
Sidapaksa menyesal atas perbuatannya dan berdoa kepada Tuhan untuk menghidupkan kembali istrinya.
Atas rahmat Tuhan, Sritanjung pun hidup kembali.
Ia kemudian bersama suaminya, Sidapaksa, berbalik menyerang Prabu Sulahhadikrama. Sang raja lalim itu pun berhasil ditumbangkan.
• Pastikan Tak Ada Oknum Petugas Bisa Disuap, Tim UPP Provinsi Bali Inspeksi ke Pelabuhan Gilimanuk
• Tiga Koperasi di Bali Dapat Bantuan dari LPDB, Nilainya Capai Miliaran Rupiah
• Tribun Network: Mata Lokal Menjangkau Indonesia
Lalu, Sidapaksa dan Sritanjung pun menjadi pemimpin di Kerajaan Sinduraja.
"Kisah ini secara utuh saya temukan dalam sejumlah relief candi. Seperti Candi Jabung (Probolinggo), Surowono dan Tegowangi, (Kediri), Penataran (Blitar), dan Bajangratu (Mojokerto), dan Candi Sudomolo (Jawa Tengah)," ujar Aekanu di Pendopo Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banyuwangi, Kamis (23/7/2020).
Selain itu, imbuh Aekanu, kisah lengkap Sritanjung tersebut juga dapat ditemukan di sejumlah naskah kuno yang ditemukan di Bali maupun Banyuwangi sendiri.
Dari kisah utuh itulah, lantas ia menuliskan kisahnya kembali secara utuh dengan judul "Ini Banyuwangi: Sri Tanjung Hidup Kembali".
• Sutiyoso Buka-bukaan Pernah Komunikasi dengan Djoko Tjandra: Kita kan Caranya Macam-macam
• Cok Ace Apresiasi BPD Bali dan Bank Mandiri Berikan Bantuan kepada Seniman Terdampak Covid-19
• Akibat Bakar Sampah Sembarangan, 2 Are Tumpukan Sampah Terbakar di Sudirman Denpasar
"Buku ini saya tulis secara utuh kisah Sritanjung. Saya juga membuatnya lebih populer dengan dilengkapi ilustrasi di setiap lembarnya. Tak hanya itu, kisahnya pun dibuat multi-bahasa agar bisa dibaca oleh berbagai kalangan," ujarnya saat peluncuran buku tersebut.