Orangtua Siswa Keluhkan Pembelajaran Daring, Dewan Minta Sekolah Dibuka untuk Tatap Muka Bergilir
Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Gusti Putu Budiarta meminta agar Dinas Pendidikan se-Bali mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Di tengah adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), sistem pembelajaran siswa dilakukan dalam jaringan (daring) atau virtual (online).
Metode pembelajaran ini diterapkan guna menekan penyebaran Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) di lingkungan sekolah.
Namun nyatanya, sistem pembelajaran secara virtual ini dikeluhkan oleh para orang tua siswa.
Mereka menilai pembelajaran via daring ini tidak efektif.
Selain itu orang tua siswa merasa lebih repot karena harus mendampingi anak-anaknya belajar secara daring.
Menyikapi hal ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali mengusulkan agar ada sedikit perubahan dalam metode pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
• Terkait Potensi Pohon Tumbang di Musim Angin Kencang, BPBD Gianyar Minta Perbekel Segera Bersurat
• Pesepeda di Gatsu Laporkan Seorang Pria Asal Mengwi Seusai Diancam Dengan Samurai
• Pembagian Daging Kurban di Gianyar Bakal Berlangsung Dua Hari
Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Gusti Putu Budiarta meminta agar Dinas Pendidikan se-Bali mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Namun dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini siswa dalam satu kelas dibagi ke dalam dua kelompok.
Mereka kemudian melakukan pembelajaran tatap muka secara bergiliran.
"Sekarang yang diterapkan kan full online. Nah paling tidak, mungkin bisa dilakukan dibagi dua tahap. Kalau bisa dia langsung tatap mula setengah, besoknya setengah," kata Gusti Budiarta saat ditemui di Gedung DPRD Bali, Selasa (28/7/2020).
Melalui metode pembelajaran seperti ini, di samping siswa tetap bisa belajar secara virtual, mereka juga bisa bertatap muka dengan gurunya di sekolah.
• Hanya Hidup di Dataran Tinggi Papua & Tak Bisa Menggonggong, Ini Keunikan Anjing Bernyanyi Papua
• Emosi karena Iring-Iringan Sepeda, Pria Ini Lakukan Penganiayaan dan Mengancam dengan Samurai
• Kasus Covid-19 di Indonesia Capai 100.000, Kondisi Masih Krisis & Begini Analisis Ahli
"Tetapi dibagi dua kelasnya. Mungkin dibagi per harinya setengah-setengah. Jadinya kan ada physical distancing di sana," kata Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Dengan adanya pembelajaran tatap muka, anak-anak diharapkan bisa lebih banyak berdiskusi dengan gurunya sehingga bisa lebih paham dengan materi yang diajarkan.
"Kalau virtual seperti itu sepertinya tidak ada tanya jawab. Mereka jadinya kurang paham dengan materi yang diajarkan," kata Wakil Ketua IV Fraksi PDIP DPRD Bali itu.
"Seperti itu harapan kita kepada Kadis (Pendidikan) supaya diperhatikan hal-hal seperti itu. Mulai sekarang diperhatikan, apalagi kita akan segera membuka pariwisata di era new normal. Tetapi harap juga pelan-pelan, jangan full langsung. Pelan-pelan dan bertahap," pintanya.
Pihaknya mengaku banyak menerima keluhan dari orangtua siswa yang harus bekerja dan tidak memiliki guru pembimbing.
• Pemprov Bali Terbitkan Perda, Kini Masyarakat Bisa Dapatkan Layanan Kesehatan Tradisional di Faskes
• Johnny Ungkap Jokowi Meminta ke Surya Paloh untuk Tidak Mencalonkan Iparnya di Pilkada Gunungkidul
• Nasib Esemka Kini, Bak Pabrik Kosong, Tak Banyak Aktivitas, Hingga Karyawan Dirumahkan
Situasi itu membuat anak mereka tidak paham ketika mendapatkan materi yang diajarkan oleh guru.
Di sisi lain orang tua juga mempunyai keterbatasan waktu dalam mendampingi anaknya belajar melalui virtual karena harus bekerja.
Berangkat dari persoalan itu, pihaknya meminta kepada Dinas Pendidikan se-Bali bisa melakukan permohonan agar merevisi terkait aturan yang dijalankan oleh pemerintah.
Karena kebijakan terkait dengan pembelajaran via daring ini sesuai dengan arahan dari pemerintah pusat.
"Agar diusulkan kepada pusat agar bisa merevisi paling tidak keinginan di daerah itu seperti ini," jelasnya.
Bendesa Adat Pedungan itu menilai, dalam pembukaan sekolah nantinya tetap harus memperhatikan protokol kesehatan yang ketat.
Hal itu dilakukan agar tidak adanya kemunculan klaster Covid-19 di sekolah.
Menurutnya, daerah sampai saat ini belum membuka sekolah karena ditakutkan anak-anak di bawah umur 14 tahun atau SMP ke bawah tidak memahami arti penting dari protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19.
Sementara untuk anak-anak 15 tahun atau SMA ke atas biasanya sudah mulai paham terhadap adanya protokol tersebut.
"Yang anak-anak terutama SD dan TK ini. Jadi ketakutan yang paling pasti adanya klaster baru penularan Covid-19 di sekolah," tuturnya. (*)