Anggaran Pemda Dinilai Terbatas, Desa Adat di Bali Minta Dana Tambahan ke Pemerintah Pusat
Namun jumlah bantuan yang diberikan kepada desa adat dinilai masih sangat terbatas karena sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah daerah (Pemda) telah memberikan bantuan kepada desa adat di Bali.
Namun jumlah bantuan yang diberikan kepada desa adat dinilai masih sangat terbatas karena sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Padahal, desa adat masih membutuhkan dana tambahan karena menjalankan program yang begitu kompleks.
Bendesa Adat Pedungan, I Gusti Putu Budiarta meminta pemerintah pusat agar turut membantu keuangan desa adat di Bali melalui Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN).
• Sekda Rai Iswara Mendem Pedagingan di Perumahan Padang Hijau, Padangsambian Denpasar
• Dinsos Badung Cairkan 493 Santunan Bagi Penunggu Pasien, Dapat Rp 200 Ribu per Hari
• Perkara Narkotik Dilimpahkan ke Kejari Denpasar, Gede Gina Terancam 20 Tahun Penjara
Dengan adanya anggaran tambahan dari APBN, peran aktif dari desa adat di Bali bisa lebih dimaksimalkan.
Usulan tersebut Budiarta sampaikan saat kunjungan kerja Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ke desa adatnya, Senin (3/8/2020).
"Sehingga harapan kita, harapan desa adat di Bali, supaya ada gelontoran bantuan lah dari pusat lewat APBN diusulkan kepada kepala Bappenas," kata Budiarta saat dikonfirmasi Tribun Bali melalui sambungan telepon.
Terkait besaran bantuan yang diharapkan, Budiarta mengaku tak berani menyebutkan nominalnya.
Namun yang pasti bantuan yang dikucurkan tentu sesuai dengan kemampuan dari pemerintah pusat.
"Kita tidak bisa membicarakan masalah nominal. Yang penting ada gelontoran dana biar bisa meningkatkan kinerja dari desa adat di Bali," jelasnya.
Ia berharap, bantuan yang diberikan dari pemerintah pusat bisa digelontorkan secara berkelanjutan.
Dengan adanya bantuan tersebut, kinerja dari desa adat di Bali yang selama ini dinilai sudah cukup bagus nantinya bisa ditingkatkan kembali.
Budiarta yang juga Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali itu menyebutkan, bahwa program desa adat di Bali selalu berkaitan dengan Tri Hita Karana, mulai dari parhyangan, pawongan dan palemahan.
Oleh karena itu, ia menilai program yang dimiliki oleh desa adat di Bali sangat kompeks.
• Kisah Satgas Desa Adat Kota Tabanan: Sempat Terapkan Sanksi Push Up Bagi Warga yang Tak Pakai Masker
• Polres dan Polda Bentuk Tim Khusus Buru Dukun Cabul, Rudapaksa Istri Pelanggan di Kamar Hotel
• WhatsApp Segera Kedatangan 138 Emoji Baru dan Fitur Mute Selamanya
Namun dana dari Pemprov Bali yang sebesar Rp 300 juta, di dalamnya sudah termasuk operasional prajuru.
Kondisi itu menyebabkan tidak semua dana tersebut bisa dipakai untuk program kegiatan.
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet juga berharap, pemerintah pusat bisa ikut mendukung, membina dan menguatkan desa dan banjar adat di Bali.
"Itu harapan kami, karena dunia mengakui. Bapak Presiden mengakui, menteri-menteri mengakui peran desa adat, banjar-banjar adat, pecalang-pecalangnya yang selama ini tidak digaji," kata dia.
Padahal, keberadaan desa adat di Bali sudah dilahirkan sejak lama, yakni pada tahun 1001 Masehi sehingga usianya kini sudah mencapai 1.019 tahun.
Desa adat di Bali didirikan di Pura Samuan Tiga, Gianyar oleh Maharesi Mpu Kuturan.
Dari awal berdiri hingga melewati zaman kerajaan, seperti Kerjaan Udayana, Dalem Waturenggong, termasuk zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, orde baru hingga saat ini, keberadan desa adat selalu berperan dan diperankan.
Hingga saat ini, kata dia, sudah ada 1.493 desa adat di Bali dan dengan ribuan banjar adat di dalamnya. Semua komponen yang berada di dalam desa adat, mulai dari bendesa, prajuru, kelihan adat hingga pecalang selalu berperan dan diperankan.
"Saya bisa bangga. Saya sampaikan bahwa rasanya tidak ada satu progam pembangunan yang melibatkan masyarakat luas di Bali tanpa keterlibatan atau tanpa melibatkan desa adat," tuturnya.
"Astungkara kita catat mulai Indonesia merdeka, orde lama, orde baru sampai sekarang program-program pemerintah pusat dan program-program daerah Bali yang membutuhkan keterlibatan masyarakat luas, kemudian melibatkan desa adat, banjar-banjar adat, pecalang-pecalangnya, semuanya berhasil di Bali," imbuhnya.
Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI, Himawan Hariyoga Djojokusumo mengatakan, bahwa dana untuk desa adat sudah menjadi perhatian dari pemerintah pusat.
Menurutnya anggaran untuk desa adat sudah direspon oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
"Sudah direspon," kata Himawan saat ditemui sejumlah awak media usai kunjungannya di Desa Adat Pedungan, Denpasar.
Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Subandi menambahkan, Kemendikbud RI sudah memberikan bantuan kepada desa adat di Bali sejak tahun 2012
"Dan untuk tahun 2019 Kemendikbud sudah memberikan bantuan kepada 197 desa adat di Bali," tuturnya.
Ia berharap, bantuan yang diberikan kepada desa adat tersebut bisa mendukung dalam memajukan masyarakat di Bali.
Hanya saja ia tak mengetahui persis berapa anggaran yang diberikan oleh Kemendikbud tersebut.
Namun yang pasti, dana tersebut bisa dialokasikan untuk mendukung sarana prasarana dan penyelenggaraan upacara adat di Bali. (*)