Tips Sehat untuk Anda
Mengenal Gejala dan Penanganan Sjogren’s Syndrome, Penyakit Autoimun yang Sering Tak Terdiagnosis
Sjogren’s Syndrome adalah penyakit autoimun kronik dan sistemik, yang 90 persen penderitanya perempuan
TRIBUN-BALI.COM - Sjogren’s Syndrome adalah penyakit autoimun kronik dan sistemik, yang 90 persen penderitanya perempuan.
Namun, banyak orang belum mengenal atau bahkan tidak pernah mendengar Sjogren’s Syndrome.
Dr. dr. Alvina Widhani, SpPD, K-AI, Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM/RSUI dan Dewan Pembina Yayasan Sjogren’s Syndrome Indonesia menjelaskan mengenai penyakit ini dalam webinar PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe), Kamis (6/8/2020).
Alvina berkata, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan Sjogren's Syndrome.
Memiliki bakat genetik saja sering kali tidak serta merta memunculkan penyakit ini, melainkan harus ada pencetusnya, seperti faktor lingkungan, hormon dan stres.
Ketika sudah bermanifestasi, penyakit Sjogren’s Syndrome sering kali menyerang kelenjar, seperti kelenjar air mata, air liur dan keringat, sehingga keluhan awal dari penyakit ini biasanya berupa mata kering, mulut kering dan kulit kering.
Namun, jika berlanjut, penyakit ini bisa menyebabkan keluhan sistemik, mulai dari rasa lelah yang terus menerus, neuropati dan perubahan sensasi rasa jika menyerang saraf hingga gangguan memori.
Beragamnya gejala dari Sjogren’s Syndrome membuat penyakit ini sering kali tidak terdiagnosis atau baru terdiagnosis di usia 40-an.
Dia mengatakan, saat ini prevalensi Sjogren’s Syndrome di Indonesia belum diketahui, kemungkinan karena penyakit ini memiliki banyak gejala yang mirip dengan penyakit lain sehingga menyulitkan diagnosis.
"Gejala juga dapat muncul tidak dalam satu waktu sehingga pasien kadang tidak menyadari dan tidak menganggapnya sebagai suatu masalah yang perlu diobati,” ujarnya lagi.
Kisah Penyintas
Yennel S Suzia adalah penyintas Sjogren’s Syndrome yang sudah merasakan sendiri betapa sulitnya mendapatkan diagnosis yang tepat dari penyakitnya.
Dalam webinar yang sama, Yennel bercerita dia butuh waktu dua tahun untuk mengetahui penyakitnya.
Padahal, Yennel sudah merasakan gejalanya selama dua tahun sebelum terdiagnosis.
Pada awalnya, dia hanya sering merasa haus.