Ditandai dengan Sakit Kepala, 5 Anggapan tentang Darah Tinggi yang Perlu Diluruskan

Sayangnya, kesalahpahaman tentang darah tinggi dapat pula menyebabkan keterlambatan dalam penanganan hipertensi.

Gambar oleh Steve Buissinne dari Pixabay
Foto ilustrasi hipertensi 

TRIBUN-BALI.COM – Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah  ketika pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg.

Jika tidak ditangani dengan tepat, darah tinggi atau hipertensi dapat menyebabkan komplikasi berbahaya, seperti penyakit jantung dan stroke yang bisa mengancam jiwa.

Sayangnya, kesalahpahaman tentang darah tinggi dapat pula menyebabkan keterlambatan dalam penanganan hipertensi.

Berikut ini beberapa contoh kesalahpahaman darah tinggi yang perlu diluruskan:

1. Menyamakan kurang darah dan darah rendah

Masyarakat awam kiranya sering kali beranggapan kadar hemoglobin rendah, yakni <13 gr/dl untuk pria dan <12 gr/dl untuk wanita menunjukkan adanya hipotensi (tekanan darah rendah).

Padahal, hemoglobin berbeda dengan tekanan darah atau tensi.

Hb rendah sebagai tanda anemia timbul karena jumlah sel darah merah yang membawa oksigen kurang dari normal.

Jika dikaitkan dengan hemoglobin, tekanan darah tinggi adalah kompensasi dari rendahnya hemoglobin.

Tekanan darah bisa sangat rendah apabila terjadi anemia akut akibat perdarahan hebat.

Berjemur di Bawah Sinar Matahari Memiliki Manfaat Baik Untuk Kesehatan Mental

Mudah dan Murah, Tips Membuat Brownies 3 Bahan yang Enak dan Lembut

8 Kesalahan Sepele yang Bikin Brownies Tidak Sesuai Ekspektasi

2. Sakit kepala atau pusing selalu dianggap tekanan darah naik

Faktanya, tekanan darah tinggi tidak selalu disertai sakit kepala.

Inilah yang membuat banyak penderita hipertensi terlambat diobati karena tidak timbul gejala.

Saat timbul sakit kepala akibat hipertensi, kondisinya cenderung sudah parah dan timbul komplikasi.

Oleh sebab itu, akan lebih baik bagi siapa saja, terutama yang memiliki faktor risiko hipertensi bisa melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin atau tidak menunggu sakit kepala dulu baru mendatangi dokter.

Ada pula orang yang mungkin langsung khawatir tekanan darahnya rendah ketika sakit kepala timbul berulang.

Tak hanya penderita, dokter mungkin juga bisa beranggapan demikian.

Tekanan darah yang relatif rendah biasanya ditemukan pada wanita berusia muda, yakni sekitar 90 mmHg atau bahkan lebih rendah.

Tetapi, seiring bertambahnya usia, tekanan darah lama kelamaan meningkat hingga mencapai angka normal. Kondisi ini tidak memerlukan intervensi medis.

Ramalan Zodiak Cinta 30 Agustus 2020, Taurus Menantikan Hubungan Baru, Aquarius Akan Semakin Mesra

Ini Daftar Skuad Terbaik Liga Champions 2019-2020, Messi Bertahan, Derita Ronaldo Makin Lengkap

Trik Mendekorasi Kamar Kos Kecil agar Terlihat Seperti di Instagram

3. Obat hipertensi tidak perlu dikonsumsi lagi jika tekanan darah sudah turun atau normal

Faktanya, obat antihipertensi mesti dikonsumsi seumur hidup oleh penderita hipertensi berat.

Diet rendah garam dan olahraga teratur saja tidak menjamin tekanan darah akan terkontrol.

Penderita hipertensi berat atau stadium 2 wajib minum obat rutin dengan pengawasan dokter.

Bahkan, ketika usia bertambah, tekanan darah bisa saja semakin meningkat atau tinggi.

Pasalnya, kemampuan tubuh penderita untuk mengendalikan tekanan darah menurun, sehingga bisa jadi perlu juga diberi tambahan dosis atau obat.

4. Minum obat darah tinggi terus-terusan sebabkan ketergantungan

Faktanya, dampak tidak rutin minum obat hipertensi jauh lebih berbahaya daripada efek samping obat karena tekanan darah bisa meningkat tiba-tiba.

Dengan demikian, penderita hipertensi justru perlu menggantungkan diri pada obat antihipertensi. Tidak seperti zat adiktif atau narkoba, obat hipertensi tidak menimbulkan ketergantungan.

Selama konsumsi obat tersebut, penderita hipertensi penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter dan mengikuti anjurannya.

Selain konsumsi obat, penderita hipertensi biasanya juga akan dianjurkan untuk melakukan tes fungsi hati (SGOT/SGPT) dan ginjal (ureum/kreatinin) setiap 6 bulan.

Pemeriksaan ini untuk memastikan fungsi kedua organ tetap baik dan agar obat bisa dimetabolisme dan dikeluarkan dari tubuh, sehingga tidak terjadi penumpukan.

Yang Berbahagia di Kota Cahaya

Begini Cara Mendapatkan Kuota Internet Gratis untuk Siswa, Guru, Mahasiswa dan Dosen

Bawa Uang Cash, Tips Bijak Terlepas dari Cengkeraman Kartu Kredit

5. Hipertensi bisa disembuhkan

Anggapan ini keliru dan bisa jadi menyebabkan penderita berhenti minum obat.

Beberapa orang bahkan tidak lagi menjaga pola makan dan gaya hidup sehat karena menganggap hipertensi sebagai masalah kesehatan yang sepele (bisa disembuhkan).

Faktanya, hipertensi tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dikendalikan.

Hanya sedikit orang yang hipertensinya tidak muncul dalam kurun waktu lama, yakni hingga bertahun-tahun atau puluhan tahun. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Kesalahpahaman tentang Darah Tinggi yang Perlu Diluruskan"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved