Guru Besar Fakultas Pertanian Sebut Eksistensi Subak Terancam Digerus Desa Adat
Guru besar Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Profesor I Wayan Windia mengatakan, saat ini eksistensi subak terancam digerus oleh desa adat.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Guru besar Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Profesor I Wayan Windia mengatakan, saat ini eksistensi subak terancam digerus oleh desa adat.
Sebab desa adat beranggapan bahwa subak, adalah bagian dari desa adat.
Kepada wartawan, Jumat (4/9/2020), akademisi asal Sukawati tersebut menyampaikan kegelisahannya atas terancam hilangnya eksistensi subak, yang selama ini sebagai organisasi yang berdiri sendiri.
Kata dia, sejumlah pekaseh saat ini dalam dilema eksistensi.
Sebab eksistensinya dipepet dan digerus oleh desa adat.
“Desa adat beranggapan subak adalah bagian dari desa adat. Alasannya adalah, pulau Bali sudah dibagi habis oleh wilayah desa adat, sehingga subak otomatis menjadi bagian dari desa adat,” ujarnya.
• Yamaha Kunjungi Pelanggan yang Beli Motor Lebih dari 1 di Masa Pandemi Covid-19
• Gantikan Lionel Messi, Ronald Koeman Tunjuk Satu Kapten Baru di Barcelona
• Paket Bangsa: Jembrana Berkembang Hebat Menuju Tatanan Era Baru
Prof Windia menegaskan, desa adat dan subak merupakan organisasi terpisah.
Dia menerangkan, setiap kawasan di Bali ada organisasi kuno yang memiliki kewenangan.
Seperti, kawasan pemukiman adalah kewenangan desa adat (untuk urusan adat) atau desa dinas (untuk urusan kepemerintahan). Sementara kawasan persawahan adalah kewenangan subak, kawasan perkebunan adalah kewenangan subak abian, dan di kawasan pantai adalah kewenangan bendega.
“Masing-masing lembaga itu sudah memiliki peraturan perundang-undangan masing-masing. Semua dari mereka adalah juga melestarikan kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali tidak hanya dilestarikan oleh desa adat."
"Oleh karenanya tidak benar kalau ada desa adat yang mengklaim suatu kawasan tertentu adalah kawasan desa adat,” tandasnya.
Ia juga mempertayakan wacana-wacana selama ini yang menyatakan, wilayah Bali sudah habis dibagi untuk kawasan-kawasan desa adat.
• Sambut Dies Natalis ke-58, Unud Bagikan Ribuan Hand Sanitizer untuk Masyarakat
• Membuat SIM Internasional di Bali, Bisa Secara Online, Cek Syarat dan Biayanya di Sini
• Berkhasiat Mencerahkan dan Bikin Kulit Lebih Sehat, Begini Cara Membuat Masker Kunyit di Rumah
“Siapa yang membagi? Apa haknya untuk membagi? Apa dasar hukumnya? Barangkali perlu kita lihat UUD 1945. Dalam Pasal 33 (Ayat 3) disebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” imbuhnya.
Pihaknya berharap pemahaman ini dapat menghindari friksi (perpecahan) sosial di akar rumput, maka ia menyampaikan yang diperlukan adalah mengadakan koordinasi yang intensif antar semua lembaga tersebut di lapangan.
“Misalnya saja, kalau ada migran yang membangun gubuk di tengah persawahan untuk kepentingan panen. Bisa saja subak mengijinkan, tetapi desa adat tidak mengijinkan. Maka terjadilah friksi."
• BBM Jenis Premium Akan Dihapus, Pertamina Gelar Uji Coba di Bali
• Jerman vs Spanyol, De Gea Tampil Apik, Lakukan 7 Penyelamatan Gemilang