Corona di Bali

Daya Tular Virus Covid-19 Meningkat Tajam, Prof Mahardika Usulkan Lockdown Bali

Dari segi virus, kata Prof Mahardika, ditengarai semakin mudah menyebar antar orang yang disebut virus strain D614G.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Ahli Virologi Unniversitas Udayana Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sejak dibukanya akses Pulau Bali untuk wisatawan nusantara pada 31 Juli 2020 lalu, tren penyebaran virus Covid-19 menunjukkan peningkatan yang tajam.

Ahli Virologi asal Universitas Udayana Bali (Unud), Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika yang intens mengamati perkembangan virus ini menawarkan solusi kepada pemerintah untuk lockdown Pulau Bali.

“Konsepnya adalah kesehatan nomor satu, baru memikirkan ekonomi. Keadaan saat ini extra ordinary kasus fatalitas 60 orang dalam waktu 8 hari terakhir. Jumlah ini lebih tinggi dari total bulan Agustus dan Juli digabung jadi satu. Ini sudah sesuatu tanda alam, kasus juga meningkat drastis,” kata Prof Mahardika, Rabu (9/9/2020).

Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Bali Hampir Penuh, 90 Persen Tempat Tidur Sudah Terpakai

Nana Mirdad Soroti Jumlah Kasus Covid-19 di Indonesia, Tekankan Kesadaran Untuk Saling Menjaga

Mahardika menyebut kasus di Bali menunjukkan tren yang extra ordinary.

Menurutnya, melihat perkembangan penyakit bukan saja hanya pada aspek disiplin masyarakat menerapkan protokol kesehatan.

Ada tiga aspek yang patut dicermati yakni virus, masyarakat dan lingkungan.

Dari segi virus, kata Prof Mahardika, ditengarai semakin mudah menyebar antar orang yang disebut virus strain D614G.

Virus ini dominan di seluruh dunia, sebesar 60 persen dan 12 dari 22 data virus Indonesia adalah strain D614G.

“Virus semakin mudah menular. Karena semakin mudah menular, secara langsung kasus fatal akan meningkat. Kalau dulu misalnya 100 orang sakit meninggal dunia 5 orang, sekarang asumsinya 1.000 orang sakit yang meninggal dunia 50 orang, meskipun belum ada indikasi peningkatan keganasan virus. hanya daya tular virus meningkat tajam,” jelasnya.

Dari aspek masyarakat, diakuinya setelah pembukaan Bali 31 Juli 2020, kasus sempat turun.

Idealnya jika suatu program dilaksanakan maka efeknya baru akan terlihat satu hingga dua minggu berikutnya.

“Terbukti pada pertengahan bulan Agustus 2020 kasus melambung tinggi. Harus diketahui yang disebut dengan budaya aman Covid-19 bukan hanya menggunakan masker, cuci tangan dan jaga jarak tapi juga disiplin, sifat tingkah laku manusia ini yang sulit dihilangkan,” katanya.

“Misalkan dari lahir suka menyentuh hidung atau mengucek mata, memangnya hilang pas zaman covid-19 ini? Kan tidak. Karena memang bawaan lahir sifat orang tidak mudah dihilangkan. Kalau hanya mengandalkan ketaatan masyarakat untuk protokol Covid saya rasa tidak mungkin menekan virus semaksimal mungkin,” kata Prof Mahardika.

Sedangkan dari segi lingkungan, pihaknya mengaku masih mengkaji lebih dalam dari aspek lingkungan dalam korelasinya pada kasus fatalistas meningkat tajam di Bali pada awal September 2020 ini.

“Kalau pilihan hanya disiplin protokol Xovid-19 saja maka bisa dibayangkan dokter dengan APD lengkap saja banyak yang kena. Artinya bukan masalah pakaian, masker, cuci tangan, tapi masalah disiplin sulit dikendalikan,” katanya.

Oleh sebab itu, Prof Mahardika menyebut kondisi ideal untuk menekan angka kasus Covid-19 adalah menerapkan sistem buka tutup lockdown seperti dilakukan oleh negara-negara lain yang berhasil menekan angka kasus secara maksimal.

“Berdasarkan data base ilmiah, kalau mau ideal menekan Covid-19 adalah lockdown. Tutup Bali sementara, batasi pergerakan orang, ke luar rumah hanya untuk tujuan yang sangat penting, mencari kebutuhan pangan, obat dan sebaginya. Wwarga yang tidak mampu dibantu, pemerintah menyediakan logistik. Australia, China, Taiwan, Korea Selatan, Vietnam, Malaysia, mereka berhasil, kenapa kemudian dianggap tidak berhasil,” papar dia

“Selain itu dibuat sistem buka tutup, negara-negara itu berhasil mengendalikan, mereka dengan mudah melakukan buka tutup tidak ada protes. Jadi begitu ada kasus meningkat sedikit langsung lockdown, kalau masalah eknomi pasti mereka juga ada masalah ekonomi, tapi kesehatan yang utama,” tandasnya.

Mahardika berharap seluruh komponen menyatukan pandangan bahwa kesehatan nomor satu.

Indonesia sudah jauh ketinggalan dalam penanggulangan Covid-19, seperti dari sisi test hingga kapasitas rumah sakit yang minim sehingga harus berani menerapkan strategi yang lebih baik.

Dihubungi terpisah, Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Kurnia Dewantara menyatakan, usulan lockdown Provinsi Bali harus melalui kajian mendalam.

"Lockdown tidak bisa serta merta diberlakukan bergitu saja. Pengalaman dari nasional mulai awal Covid-19 muncul. lockdown tidak dijadikan satu opsi karena kehidupan masyarakat harus tetap berjalan," kata Pangdam.

Menurutnya, pandemi ini menjadi dilema. Di satu sisi ekonomi harus berjalan pada era tatanan kehidupan baru, di lain sisi kasus Covid-19 harus diturunkan.

"Mulai awal bulan September 2020 kasus positif di Bali mengalami peningkatan tajam sejalan dengan kebjijakan tatanan kehidupan baru. Kami analisa kemarin ada 12 orang meninggal dunia. Beberapa minggu lalu ada libur 4 hari aktivitas masyarakat di tempat rekreasi meningkat. Dampaknya 14 hari kemudian terlihat," kata Pangdam.

Saat ini yang dilakukan Kodam IX/Udayana adalah membantu pemerintah daerah memutus mata rantai Covid-19 termasuk melalui penerapan Pergub 46/2020. (Ian)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved