Aksi Damai Tolak Tambang Pasir Laut di Bali, Gendo Menduga untuk Persiapan Reklamasi
Sekelompok masyarakat menggelar aksi damai menolak ruang tambang pasir laut dari Ranperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sekelompok masyarakat menggelar aksi damai menolak ruang tambang pasir laut dari Ranperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali, Sabtu (12/9/2020).
Massa yang terdiri dari warga Seminyak, Legian, Kuta dan Beraban itu berkumpul di Parkir Timur Lapangan Bajra Sandhi, Denpasar kemudian menuju depan Kantor Gubernur Bali.
Pantauan Tribun Bali, dalam perjalanan menuju kantor Gubernur, kooordinator aksi lapangan terus mengingatkan agar menggunakan masker dan tetap menjaga jarak.
Mereka bernyanyi sambil mengibarkan bendera dan banner yang bertuliskan penolakan terhadap tambang pasir laut di Ranperda RZWP3K.
Tiba di depan Kantor Gubernur Bali, sejumlah perwakilan melakukan orasi.
Aksi ini diawasi aparat keamanan, mulai dari kepolisian, TNI, dan satgas Covid-19.
Koordinator acara Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, I Made Juli Untung Pratama mengatakan, Gubernur Bali dan DPRD Bali masih ngotot agar rencana peraturan daerah tentang RZWP3K Provinsi Bali tahun 2020-2040 mengakomodir alokasi ruang untuk tambang pasir laut di pesisir Seminyak, Legian, Kuta, hingga Beraban, Tabanan.
Luas tambang pasir laut dalam Ranperda itu 938,34 hektare dan pada pesisir Sawangan seluas 359,53 hektare.
"Saat ini Ranperda RZWP3K tersebut sudah masik pada tahapan evaluasi. Protes dan penolakan Walhi Bali atas tambang pasir laut terus dilakukan sejak Oktober 2018.
Penolakan juga sudah dilakukan oleh STT se-Desa Adat Legian, STT Desa Adat Seminyak, Asosiasi Surfing dan Asosiasi Pedagang Pantai Seminyak. Namun Gubernur Bali dan DPRD Bali tidak mau mengakomodir penolakan atas tambang pasir laut," kata Untung Pratama.
Menurut pria yang akrab disapa Topan itu, dampak negatif dari tambang pasir laut jika proyek itu dilaksanakan yaitu laju abrasi sangat cepat.
Ia mencontohkan proyek tambang pasir laut di Takalar untuk mereklamasi Centre Point Of Indonesia Makasar (CPI) seluas 157,23 ha dan New Point Makassar, mengakibatkan Desa Bontomatannu yang awalnya dihuni 22 KK hilang dan menjadi hamparan laut.
"Tambang pasir laut di Takalar juga menyebankan lima makam di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar menjadi hancur akibat abrasi yang mencapai 30 meter dari pesisir," ungkap Topan.
• Gendo Ungkap Proyek Tambang Pasir Laut di Bali Bisa Digunakan untuk Persiapan Reklamasi
• Puluhan Masa Kembali Geruduk Kantor Gubernur Bali, Tolak Tambang Pasir Laut
• Ranperda RZWP3K Bali Akomodasi Tambang Pasir Laut, Walhi: Itu Upaya Pemutihan Pelanggaran Tata Ruang
Topan mengungkap, dimasukkannya alokasi ruang tambang pasir laut, patut diduga sebagai bentuk pemutihan pelanggaran tata ruang oleh Gubernur bersama DPRD Bali.
Sebab sebelumnya, Gubernur dan Disnaker ESDM Provinsi Bali telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP)saat Provinsi Bali belum memiliki Perda RZWP3K.
Sedikitnya, lanjut Topan, ada 3 IUP yang diterbitkan tanpa RZWP3K yakni: SK Gubernur Bali No 540/2813/1/BPMP Tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) Bantuan PT Pembangunan dan Perumahan (Persero) Tbk Cabang VII., Rekomendasi Teknis IUP Eksplorasi Pasir Laut Nomor: 540/1466/V/DISNAKERESDM tertanggal 12 Maret 2018 oleh Disnaker Bali, dan Rekomendasi Teknis IUP Eksplorasi Pasir Laut Nomor: 540/1467/V/DISNAKERESDM tertanggal 12 Maret 2018 oleh Disnaker ESDM Bali.
"Dalam undang-undang 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sebagaimana yang telah diubah dalam UU 1/2014, menentukan bahwa untuk setiap pemanfaatan ruang di wilayah pesisir maka wajib ada terlebih dahulu Perda RZWP3K yang dijadikan dasar pemberian izin," kata Topan.
Persiapan Reklamasi
Selain upaya melakukan pemutihan terhadap pelanggaran tata ruang, proyek tambang pasir laut di perairan Bali selatan juga diduga untuk mempersiapkan sejumlah agenda proyek reklamasi.
Hal ini diungkapkan Koordinator Umum Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) I Wayan 'Gendo' Suardana saat melakukan orasi dalam aksi damai di depan kantor Gubernur Bali, Sabtu (12/9).
"Tambang pasir laut sangat berhubungan dengan reklamasi. Berkaca dari pengalaman di luar, proyek tambang pasir laut di Banten digunakan untuk mereklamasi Teluk Jakarta, dan proyek tambang pasir laut di Takalar untuk mereklamasi Teluk Makassar," ungkap Gendo yang juga dewan Penasihat Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) Bali itu
Gendo mengatakan, perairan Teluk Benoa yang dulu mau direklamasi, di Ranperda RZWP3K Bali itu masih dialokasikan sebagai kawasan konservasi maritim. "Artinya kawasan itu masih aman," kata Gendo.
Namun, dalam Ranperda RZWP3K Bali yang sudah masuk tahap final saat ini, Gendo mengatakan ada beberapa proyek reklamasi, baik reklamasi Pelabuhan Benoa atau reklamasi Bandara Ngurah Rai yang terus diperluas.
Lalu apa hubungannya dengan isu tambang pasir laut?
Menurut Gendo, proyek tambang pasir laut adalah salah satu aktivitas pengerukan di laut dalam.
Ada dua lokasi untuk tambang pasir laut yang masuk dalam Ranperda RZWP3K Bali, yang pertama di Sawangan, Bali selatan, kemudian Kedua ada di Pesisir Samigita sekitar 3 km dari Canggu dan 4 km dari Beraban yang luasnya 932 ha.
"Jadi rencana sedot pasir atau tambang pasir laut itu mau dimasukkan dalam rencana Perda RZWP3K yang sudah tahap final," kata Gendo.
Sebetulnya, rencana awal dari proyek tambang pasir laut di Bali itu sekitar 1.400 hektare.
Namun karena mendapatkan penolakan dari Walhi dan elemen masyarakat lainnya, maka rencana tambang pasir laut dikurangi menjadi 932 hektare.
"Tetapi kalau kami catat, rencana tambang pasir laut terutama di barat, di perairan samigita sampai Beraban itu, itu sebenarnya sudah pernah ada izin untuk dua perusahaan oleh Gubernur Bali," ungkap Gendo.
Ternyata izin tersebut melanggar aturan tata ruang.
Dalam UU No 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sebagaimana yang telah diubah dalam UU 1/2014, menentukan bahwa untuk setiap pemanfaatan ruang di wilayah pesisir maka wajib ada terlebih dahulu Perda RZWP3K yang dijadikan dasar pemberian izin
Itu sebabnya, Gendo mengatakan dimasukkannya alokasi ruang tambang pasir laut, patut diduga sebagai bentuk pemutihan pelanggaran tata ruang yang dilakukan Gubernur Bali bersama DPRD Bali, (win)