Virus Corona

WHO: Stop Lockdown karena Bikin Orang Miskin Bertambah Miskin

Selain kebijakan soal masker, WHO kini juga mengubah kebijakan terkait lockdown.

Editor: Kander Turnip
AFP/FABRICE Coffrini
Sekretaris Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa pada 30 Januari 2020. Tedros mengumumkan status darurat dunia atas virus corona yang hingga saat ini, sudah membunuh 212 orang di China 

WHO: Stop Lockdown karena Bikin Orang Miskin Bertambah Miskin

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Berbagai kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19 kerap mengalami perubahan.

Dulu di awal-awal pandemi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, orang yang dalam keadaan sehat tidak perlu memakai masker.

Saat itu representatif WHO di Indonesia, Dr N Paranietharan meyakinkan kalau masker hanya wajib digunakan oleh orang yang sedang sakit atau mulai mengalami gejala sakit seperti batuk atau bersin-bersin.

Baca juga: Sebabkan Orang Miskin Jadi Semakin Melarat, WHO Tak Lagi Sarankan Lockdown dalam Penanganan Covid-19

Baca juga: Mental Pemain Persib Bandung Drop, Jadwal Liga 1 yang Tak Jelas Dituding Jadi Penyebab

Pantai Pandawa Bali New Normal, Ada Pengunjung Khawatir Terpapar Covid

”Sekali lagi, orang sehat tidak perlu pakai masker,” kata Paranietharan saat sesi diskusi bersama media di Jakarta, Kamis (5/3/2010) lalu.

Belakangan WHO mengubah kebijakannya itu.

WHO secara tegas menyarankan semua orang tanpa terkecuali untuk menggunakan masker di kondisi apapun.

Selain kebijakan soal masker, WHO kini juga mengubah kebijakan terkait lockdown.

Jika dulu lockdown disarankan dilakukan terhadap wilayah yang warganya terpapar corona, seperti yang dilakukan di Wuhan, Melbourne, dan beberapa kota lain, kini kebijakan lockdown tidak lagi disarankan sebagai pendekatan utama dalam penanganan pandemi Corona.

Setidaknya, itu yang disampaikan oleh utusan WHO, Dr David Nabarro, dalam sebuah wawancara video dengan majalah Inggris, The Spectator.

Menurut Nabarro, lockdown atau pembatasan semacam itu hanya boleh dilakukan sebagai pendekatan terakhir.

”Kami di WHO tidak mengadvokasi lockdown sebagai cara utama mengendalikan virus ini," kata Nabarro dikutip dari Nypost, Senin (12/10/2020).

"Satu-satunya kesempatan yang kami yakini lockdown dibenarkan adalah untuk memberi Anda waktu mereorganisasi, menata kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya, melindungi tenaga kesehatan yang kelelahan, tapi pada umumnya kami memilih tidak melakukannya," lanjutnya.

Nabarro mengatakan, ada dampak signifikan terkait pembatasan ketat, terutama terkait ekonomi global.

"Lockdown hanya punya satu konsekuensi yang tak boleh diremehkan, yakni membuat orang miskin menjadi lebih miskin," kata Nabarro.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved