Dituntut 12 Tahun Penjara Perkara Perbankan, Bos BPR Legian Ajukan Pembelaan
JPU melayangkan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Titian Wilaras
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) melayangkan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Titian Wilaras (55) di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Selasa (13/10/2020).
Dalam sidang yang digelar secara tatap muka atau offline itu, bos BPR Legian itu dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana Perbankan.
Titian yang berstatus tahanan kota ini diduga menggunakan dana milik PT. BPR Legian untuk kepentingan pribadinya, dengan transaksi sekitar Rp. 23,1 miliar.
Dalam surat tuntutan yang dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan Hakim Angeliky Handajani Day, tim jaksa terlebih dahulu mengurai hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan mengajukan tuntutan.
Baca juga: Lansia Asal Jakarta Timur Terlantar di Kos-kosan Seririt Buleleng
Resep Mudah Membuat Donat Ala JCo, Lembut di Dalam, Garing di Luar
Baca juga: Pulang Cari Rumput Lihat Istri dan Laki-laki Telanjang di Kamar, Suami Langsung Sabetkan Celurit
Baca juga: Wagub Cok Ace Dorong Asosiasi MICE di Bali Bersatu untuk Bangkit di Tengah Pandemi
Hal memberatkan disebutkan, bahwa terdakwa tidak berterus terang mengenai tindak pidana yang dilakukannya.
"Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan. Tulang punggung keluarga. Telah mengembalikan penggunaan dana yang digunakan oleh terdakwa sebesar Rp 13.146.291.411," urai Jaksa Ida Bagus Putu Swadharma Diputra.
Dari pembuktian fakta persidangan dan unsur tindak pidana, terdakwa Titian Wilaras dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perbankan.
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 A UU RI No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp. 10 miliar subsidair enam bulan kurungan, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," tegas Jaksa Ida Bagus Putu Swadharma Diputra.
Terhadap tuntutan itu, terdakwa melalui penasihat hukum menyatakan keberatan.
Sehingga tim penasihat hukum terdakwa pun menyampaikan akan menanggapi dengan mengajukan pembelaan (pledoi) secara tertulis.
Nota pembelaan akan dibacakan pada sidang dua pekan mendatang.
Diungkap dalam surat dakwaan perbuatan yang dilakukan terdakwa, bahwa selama periode Agustus 2017 hingga Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125 – 127 Denpasar, terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa dan atau kepada pihak lain yang ditunjuk untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Terdakwa menggunakan dana BPR untuk kepentingan pribadi dengan pertimbangan bahwa proyeksi profit BPR pada 2017 akan mencapai Rp. 15 miliar.
"Sehingga terdakwa melakukan pengambilan profit terlebih dahulu dalam rangka menghindari membayar pajak penghasilan," beber tim jaksa
Pada saat terdakwa memerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana, kemudian saksi Karyawan mengajak komite untuk melakukan diskusi terkait perintah terdakwa.
Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung.
Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian.
Pecatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Saat itu, saksi Indra Wijaya dan anggota komite lainnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankan.
Namun, hal itu tetap dilakukan karena adanya perintah dari terdakwa selaku PSP BPR Legian.
Sehingga komite harus merasa patuh terhadap perintah terdakwa.
"Terdakwa memberikan perintah secara lisan maupun WhatsApp (WA) kepada saksi Indra Wijaya untuk menginformasikan nominal dan nomor rekening pihak-pihak yang akan menerima transfer," beber tim jaksa.
Uang ditransfer ke rekening terdakwa dan sejumlah nama untuk berbagai keperluan.
Misalnya untuk membeli mobil Toyota Alphard, pembelian mobil Mercy, pembelian vleg Mercy, dan pembelian mobil Porche.
Pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya.
Untuk merealisasikan permintaan terdakwa saksi Karyawan mengintruksikan secara lisan kepada bagian akunting untuk mengeluarkan dana.
Selanjutnya saksi Ratna Dewi membuat slip pemindahbukuan internal berdasar nominal yang diinstruksikan terdakwa.
Pada 29 Agustus 2018 terdakwa memerintahkan saksi Karyawan dkk untuk mencairkan 12 bilyet deposito milik nasabah yang belum jatuh tempo dengan nilai total Rp. 11,7 miliar.
Dana pencairannya tidak diterima deposan melainkan digunakan untuk pemenuhan komitmen PSP atas temuan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (*)