MDA Bali Imbau Tidak Pakai Kekerasan dalam Menyikapi Perbedaan Pandangan UU Omnibus Law Cipta Kerja

Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengimbau kepada seluruh masyarakat di Pulau Dewata agar tidak memakai cara kekerasan dalam menyikapi perbedaan

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Wema Satya Dinata
Ketua Umum Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Indonesia, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengimbau kepada seluruh masyarakat di Pulau Dewata agar tidak memakai cara kekerasan dalam menyikapi perbedaan pandangan mengenai Undang-Undang (UU) 'Omnibus Law'Cipta Kerja.

"Dalam menyikapi perbedaan pandangan tentang UU Cipta Kerja hendaknya dilaksanakan dengan cara-cara sesuai tuntutan agama, cara-cara konstitusional, baik dan elegan, jauh dari kekerasan, jauh dari anarkis," kata Bendesa Agung MDA Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet dalam videonya yang diterima Tribun Bali, Selasa (13/10/2020).

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) juga meminta agar masyarakat jangan mudah terprovokasi dengan hoaks yang beredar.

Kepada seluruh masyarakat, termasuk mahasiswa, Sukahet mengingatkan bahwa negara Indonesia berdasarkan asas Pancasila dan negara hukum.

Baca juga: Ops Yustisi Sasar Objek Wisata di Kuta, Enam Orang Terjaring Tanpa Masker

Baca juga: Kesadaran Masyarakat Mulai Tumbuh, Operasi Penegakan Protokol Kesehatan Nihil Pelanggar Didenda

Baca juga: Meski Ada Penurunan Kasus, WFH di Pemda Karangasem Diperpanjang

Di samping itu, semua warga masyarakat Indonesia juga sebagai umat beragama.

Oleh karena itu, Sukahet menilai, semua permasalahan mestinya diselesaikan dengan cara musyawarah atau melalui mekanisme hukum atau konstitusional.

Terutama bagi masyarakat Bali yang melaksanakan tuntutan agama, seharusnya mengedepankan musyawarah atau cara-cara konstitusional yang dibenarkan oleh hukum.

Maka dari itu, kata Sukahet, masyarakat Bali seharusnya mengedepankan semangat menyama braya, para-paros, segalak-segilik, selunglung dan sebayantaka sarpana ya.

Baca juga: Harta Benda hingga Pakaian Pemilik Rumah Tertimbun Longsor di Payangan, Bantuan pun Mengalir

Baca juga: Dua Jenderal Perempuan Diangkat Jadi Petinggi TNI Kepercayaan KSAD Jenderal Andika Perkasa

Baca juga: SBY Bicara Soal UU Omnibus Law Cipta Kerja, Sebut Masih Ada Masalah Sana Sini

Baginya, masyarakat Bali sangat anti terhadap kekerasan sehingga semua masalah bisa diselesaikan dengan musyawarah atau mekanis konstitusional atau mekanisme hukum.

"Saya mengingatkan, janganlah sampai pernah merusak Bali yang selalu dengan susah payah kita bangun bersama, yang sangat kita cintai ini dengan tidakan yang anarkis," pintanya lagi.

Sukahet juga mengajak masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan sebaik-baiknya. Baginya masalah pasti selesai dan Bali tetap rukun, indah, aman, damai dan membahagiakan.

Di sisi lain, MDA Bali juga telah mengeluarkan surat keputusan mengenai pembatasan kegiatan unjuk rasa di wewidangan desa adat selama gering agung Covid-19.

Baca juga: Dua Jenderal Perempuan Diangkat Jadi Petinggi TNI Kepercayaan KSAD Jenderal Andika Perkasa

Baca juga: BPBD Jembrana Distribusikan Air Bersih ke Warga Terdampak Banjir di Pengambengan

Baca juga: Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Berlanjut, Hari Ini KSPI Dan 32 Federasi Buruh Kembali Turun ke Jalan

Dalam surat keputusan nomor 08/SK/MDA-PBali/X/2020 itu MDA melarang kegiatan unjuk rasa selama gering agung Covid-19 yang melibatkan peserta lebih daripada 100 orang di setiap wewidangan desa adat di Bali.

Ada berbagai pertimbangan yang diambil oleh MDA Bali dalam mengeluarkan keputusan tersebut, saah satunya melihat pandemi/gering agung Covid-19 di Bali yang masih tinggi dengan tingkat kematian yang relatif banyak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved