Pura di Bali
Cerita Pura Geger, Tempat Melukat dan Metamba untuk Memohon Kesembuhan Hingga Keturunan
Pura kahyangan jagat yang telah ada sejak dahulu kala ini memiliki tempat suci yang disebut taman, atau genah pelinggih Ratu Sedahan,
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Satu lagi keunikan pura di Pulau Dewata, terletak di Pura Geger Dalem Pemutih, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Pura kahyangan jagat yang telah ada sejak dahulu kala ini memiliki tempat suci yang disebut taman, atau genah pelinggih Ratu Sedahan, di dekat bibir pantai di depan Pura Geger.
Jalan masuk menuju lokasi taman ini, adalah jalan setapak kecil.
Kiri-kanannya, berisi rimbunan pohon yang tidak terlalu tinggi dengan bunga berwarna kuning.
Baca juga: Tingkatkan Kompetensi Wartawan di Bali, Bank Indonesia Gelar Pelatihan Selama Tiga Hari
Baca juga: Terkait Proyeksi IMF terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia -1,5% Tahun 2020, Ini Kata Ekonom
Baca juga: 4 Pasangan Zodiak yang DItakdirkan Bersama, Hubungan Virgo dan Libra Penuh Cinta dan Kuat
Beberapa saat kemudian, pamedek akan melihat sejumlah anak tangga yang mengarahkan ke sebuah goa.
Di sebelah kanan anak tangga ini, terletak pelinggih dengan kain kuning, putih dan poleng.
Beralaskan pasir pantai, lokasi ini kerap dijadikan tempat metamba atau memohon kesembuhan.
Ada 4 pemangku yang bertugas di Pura Geger, satu diantaranya adalah Mangku Geger Sania.
“Saya sudah mengabdi menjadi pemangku sejak 1985, menggantikan orang tua saya,” jelasnya kepada Tribun Bali, Rabu (14/10/2020).
Ia menceritakan, Ratu Sedahan dipercayai umat Hindu di Bali adalah penguasa seluruh Bali layaknya seorang penasehat atau panglima.
Sehingga banyak masyarakat datang, memohon kesembuhan dan kemudahan rezeki ke Pura Geger. Khususnya ke pelinggih di taman, dekat bibir pantai ini.
“Kadang metamba atau melukat. Pamedek bisa membawa dua banten peras pejati, jika ingin sembahyang dan melukat,” sebutnya.
Walau demikian, kadang ada yang membawa tiga banten peras pejati.
Satu dihaturkan di Pura Geger, satu di taman, dan satu di Taru Saba atau Taru Sakti di jaba pura.
Baca juga: 5 Zodiak Paling Boros & Sulit Mengatur Keuangan, Gemini Suka Berpesta, Aquarius Suka Gonta-ganti HP
Baca juga: Baru Di-PHK, Pria Ini Nekat Curi 16 Pieces Bra Merek Victorias Secret di Kuta
Baca juga: Mobil Ambulans Mundur dengan Kecepatan Tinggi Lalu Ditembaki Gas Airmata, Terungkap Muatannya
“Taru ini adalah penyawangan Dalem Nusa,” katanya.
“Terkadang pamedek yang kebingungan, sakit yang tidak terdeteksi medis, dan bahkan meminta keturunan datang ke Pura Geger, minta agar diangkat penyakit dan dimudahkan jalannya,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, tak jauh dari pura.
Walau demikian, ia menegaskan semuanya adalah karunia Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
“Kadang ada yang sembuh, kadang ada yang belum jodoh dan tidak terkabul,” tegasnya.
Semuanya kembali ke karunia Tuhan. Mengenai prosesnya, setelah menghaturkan peras pejati dan di-ayab oleh pemangku.
Maka pamedek bisa langsung melukat atau mandi di pantai depan pura.
Setelah melukat, dan dibersihkan dengan tirta empul, pamedek berganti pakaian dan sembahyang.
“Tirta empul ini, berasal dari klebutan yang ada di bibir pantai dekat pura taman. Ada 3 klebutan air, dua di selatan dan satu di utara,” sebutnya.
Dua klebutan di selatan cukup mudah dijumpai, apalagi saat air laut surut. Sementara satu klebutan di utara cukup susah ditemui.
“Yang klebutan utara jarang terlihat, ini juga jodoh-jodohan dengan siapa yang dapat melihatnya,” jelas pemangku.
Walau demikian, ketiga klebutan ini bisa terlihat saat purnama dan saat air surut sekitar pukul 14.00 siang.
Namun tak usah khawatir, jika pamedek tidak beruntung menjumpai tirta empul ini bisa diganti dengan bungkak nyuh gading untuk melukat.
Air klebutan ini adalah air yang muncul dari dalam tanah, dan merupakan air tawar walau terletak di pinggir pantai. Ukurannya pun berbeda, ada yang besar dan ada yang kecil.
“Tetapi klebutan yang kecil biasanya lebih sering terlihat, terutama saat airnya surut,” jelasnya.
Jika berjodoh, tegas dia, maka sakitnya akan hilang atau permintaan akan terkabul.
Informasi ini pun, tersebar dari mulut ke mulut dan dari media sosial.
Mangku Geger Sania, setiap hari datang ke pura baik pagi atau sore hari.
Namun saat piodalan, dan rainan purnama atau tilem ia stand by seharian di pura melayani pamedek.
Tidak ada pantangan atau banten khusus saat tangkil, yang penting pamedek tetap menjaga sopan santun dan etika saja.
“Bawa banten peras pejati dan salinan baju jika ingin melukat atau nunas tamba di segara dan taman,” imbuhnya.
Melukat pun bisa dilakukan kapan saja, sesuai waktu lenggang pamedek.
Namun memang disarankan lebih baik dilakukan saat ada hari baik dalam Hindu Bali, seperti purnama, tilem, atau kajeng kliwon.
Kemudian jika ingin mencari tirta empul, harus menunggu saat air laut surut.
“Ida Bhatara Dalem Pamutih yang melinggih di Pura Geger,” sebutnya.
Bali memang terkenal dengan sebutan Pulau Dewata, juga Pulau Seribu Pura.
Banyaknya pura, dengan beragam kisah unik dan sakral menjadi daya tarik religius tersendiri.
Satu diantaranya, kisah di balik Pura Geger Dalem Pemutih, Kuta Selatan, Badung ini.
Terletak di depan hamparan pantai selatan Bali, pura ini berdiri kokoh sejak lama. Serta merupakan pura kahyangan jagat yang disungsung dua banjar.
Yakni Banjar Peminge dan Banjar Sawangan, Nusa Dua.
Batu padas hitam, berisi ukiran menghiasi pintu masuk Pura Geger kian mengokohkan keagungan pura ini.
Piodalan Pura Geger, dirayakan setiap Purnama keenam setahun sekali. Sekilas kisahnya, pura ini adalah pemargi Ida Bhatara Dang Hyang Dwijendra.
“Beliau bersemedi di pohon sawo, sampai mendapatkan anugerah,” jelasnya. (*)