Dharma Wacana
Bagaimana Upacara Ngaben Sebelum Buda Kliwon Pegat Uwakan?
Aturan ngaben usai Buda Kliwon Pegat Uwakan, apa saja yang harus dilakukan dan persiapkan?
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Kedua dibuatkan suatu kerangka, dan ketiga untuk abu.
Nah ini baru diberikan tarpana lagi.
Sudah selesai, maka dihanyutlah ke segara (laut).
“Itu tahapan pertama daripada ngaben, diakhiri dengan mecaru mapekelud. Jadi kalau misalnya ada suatu hambatan, untuk membawa sawa ke rumah, maka solusinya bisa sepertri ini,” katanya.
Hal ini sudah berjalan dari 2003 sampai sekarang.
“Kita yakin dan percaya dengan agama Hindu. Dan dalam hidup selalu ada perubahan, begitu juga dalam agama. Sehingga jangan sampai dikalahkan oleh perubahan, tetapi kita yang mengalahkan perubahan. Kita harus membijaksanai mengelola perubahan, agar benar-benar bergama Hindu dengan baik dan benar,” katanya.
Jangan sampai ada kesan, hidup susah matipun susah.
Pernikahan juga, misalnya sebelum Buda Kliwon Pegat Uwakan, pada umumnya masyarakat Hindu di nusantara dan Bali sangat tabu untuk melakoninya dan lebih baik menghindari.
Terkecuali kematian yang harus diselesaikan, dan ada odalan atau upacara di desa maka bisa dengan kremasi di krematorium.
Sebab jika sawa dititip di rumah sakit berlama-lama, itu bukan menyucikan.
“Kita sudah sangat cerdas, jangan sampai kita direpotkan oleh jenazah yang ada di rumah atau rumah sakit. Makanya kebijaksanaan yang diambil adalah cerdas,” katanya.
Walau demikian, umat Hindu di Bali sangat memuliakan lontar dan sastra, apalagi sulinggih harus berdasarkan sastra agama yang benar.
Namun ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan, maka disana dicarikan solusi yang tidak melanggar aturan.
“Lontar tanpa tulis, segara tanpa tepi. Artinya, kecerdasan dan kebijaksanaan memang memberikan peranan yang sangat prinsip,” ujarnya. Semuanya pun harus dilakukan seizin aparat dan prajuru desa adat di masing-masing daerah di Bali.
(*)