Dharma Wacana

Bagaimana Upacara Ngaben Sebelum Buda Kliwon Pegat Uwakan?

Aturan ngaben usai Buda Kliwon Pegat Uwakan, apa saja yang harus dilakukan dan persiapkan?

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Tradisi ngaben Desa Batumulapan, Nusa Penida, Klungkung, Bali, Kamis (26/9/2019). 

Sebab diyakini umat Hindu nusantara, khususnya umat Hindu di Bali, betul-betul fokus memuliakan leluhur yang disebut bhatara-bhatari.

“Sebab manusia itu manubadi, kemudian manureksa, dan akan kembali pada alam Tuhan atau manunggal,” sebutnya.

Pada saat tersebut, kehidupan akan terpelihara, kelahiran akan terpelihara, kemudian berakhir dengan kematian fisik.

Pada waktu kematian itu, maka mereka harus melaksanakan upacara yang disebut ngaben.

“Hanya saja, ada kondisi jika upacara ngaben diselesaikan tidak ada hari baik. Sehingga jalannya adalah menunggu Buda Kliwon Pegat Uwakan usai. Sebab kalau dilaksanakan akan menimbulkan keriuhan,” tegasnya.

Untuk itulah, ia menegaskan dalam Hindu di Bali, tidak ada hal yang mentok, selalu ada solusi.

Satu di antaranya, jika upacara ngaben belum mendapatkan hari baik, maka solusinya bisa dengan mengadakan caru pengalah-alah dewasa.

“Namun bagaimanapun juga, Parisadha telah memberikan kesatuan tafsir yang kini bisa dijadikan bhisama,” ujar ida pedanda.

Di sana dikatakan, jika sudah ada kematian untuk diupacarakan maka bisa satu minggu tidak memilih dewasa. Ini adalah bukan suatu rasa, untuk melaksanakan kegiatan ngaben.

Maka umat diberikan suatu solusi, memilih apakah mereka melaksanakan setelah Buda Kliwon Pegat Uwakan, atau seminggu tidak memilih dewasa (hari baik).

Tetapi dengan catatan, kalau ada kegiatan di lingkungan desa adat, seperti di pura Puseh, Dalem, Desa.

Baca juga: Desa Adat Bedha Bangun Krematorium, Bendesa: Ngaben Biasa dan Ngaben Kremasi Tidak Ada Bedanya

Baca juga: Panca Wali Krama Berakhir, Larangan Ngaben pun Berakhir Ditandai dengan Nunas Tirta Panglebar

Maka secara bijaksana dan cerdas yang punya karya (acara ngaben) akan menghindari sampai dengan lewat upacara di pura-pura ini.

“Tetapi ada juga yang melaksanakannya dengan cara ke krematorium. Begitu kelayu sekaran (meninggal), maka jenazah dititip di rumah sakit atau rumah duka. Sehingga tidak pulang ke desa. Dari rumah duka atau rumah sakit, titipan jenazah itu langsung dibawa ke kremasi,” jelasnya.

Nah di krematorium tersebut baru diupacarai.

Mulai dari ngulapin, kemudian nyiramin, dan rentetan lainnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved