Proses Relokasi Korban Bencana di Bangli Molor Hingga 3 Tahun Lebih, Carles Nilai BPBD Tak Serius

Proses relokasi warga korban tanah longsor di Banjar Bantas mendapat respon dari DPRD Bangli

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Wakil Ketua DPRD Bangli I Komang Carles 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Proses relokasi warga korban tanah longsor di Banjar Bantas, Desa Songan, Kintamani, Bangli, Bali yang molor hingga tiga tahun mendapat respon dari DPRD Bangli.

Lambatnya realisasi dinilai dewan lantaran BPBD tak serius dalam mengurus relokasi.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua DPRD Bangli, I Komang Carles, Jumat (23/10/2020).

Menurut Carles, apabila dibandingkan dengan kejadian di Yeh Mampeh, Desa Batur, Kintamani, jangka waktu yang dibutuhkan untuk relokasi korban bencana alam tergolong timpang.

Kendati bencana alam saat itu terjadi pada waktu bersamaan.

Baca juga: Jumat Berpantun, Cara KPU Jembrana Sosialisasi Pilkada Jembrana 2020 di Medsos

Baca juga: Kapolres Bangli Sebut 90 Persen Masyarakat Bangli Terapkan Penggunaan Masker

Baca juga: Kabar Gembira, Pemerintah Akan Tanggung Airport Tax di 13 Bandara di Indonesia

Carles mengatakan, untuk relokasi korban bencana Yeh Mampeh hanya membutuhkan waktu setahun.

Sementara korban bencana di Banjar Bantas membutuhkan waktu selama tiga tahun lebih.

"Kenapa Yeh Mampeh sudah (relokasi), ini (korban bencana di Banjar Bantas) sampai hari ini terkatung-katung. Jadi BPBD yang lama dan baru tidak serius mengurus ini. Masa sampai tiga tahun," ujarnya.

Carles menilai upaya relokasi ini sejatinya kembali pada keseriusan BPBD.

Sebab apa yang menjadi kendala, bisa dibicarakan dengan instansi terkait, sehingga proses relokasi tidak berlarut-larut.

Terlebih hal ini menyangkut keselamatan warga.

"Yang terpenting keseriusan dari BPBD. Koordinasinya seperti apa, karena di Yeh Mampeh sudah bisa sedangkan di Bantas belum. Kasihan warga kita disana, karena saat ini sudah memasuki musim hujan," ucapnya.

Mengenai alasan BPBD terkait pemutihan lahan yang berpotensi menyebabkan warga kehilangan tempat tinggalnya.

Serta tidak adanya penjamin pasca pemutihan lahan, warga mendapatkan ganti rugi, Carles menilai hal ini hanyalah alasan BPBD.

Sebab menurut dia, kendala ini hanya perlu dikomunikasikan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved