Bade Roboh Timpa Rumah Warga
Pandangan PHDI Bali Soal Musibah Robohnya Bade di Gianyar, Harus Ada Upacara Pengulapan & Banten Ini
Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) telah memberikan patokan-patokan mengenai pengabenan.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ady Sucipto
Sebab begitu bade roboh, maka akan ada upacara yang harus dilakukan sesuai adat tradisi Hindu di Bali.
Harus ada upacara pengulapan. Termasuk upacara ngulapin rumah orang yang kena.
Banten pengulapan ngaben itu banyak eteh-eteh-nya. Banten untuk di lokasi bade-nya terjatuh.
Esensi banten ini menstabilkan suasana kemudian mengajak kembali roh yang jatuh di sana, datang ke setra. Kemudian ada prayascita karena jatuh di jalan.
Berkaca dari kejadian ini, saran saya masyarakat agar tidak membuat wadah terlalu tinggi, mengingat situasi jalan era sekarang berbeda dengan Bali zaman dahulu.
Saat ini banyak kabel melintang, dan padatnya jalan raya menuju ke setra.
Membuat wadah yang terlalu tinggi, jika tidak diperlukan sekali bisa dipertimbangkan kembali. Ini juga mengurangi hal-hal yang menyebabkan kecelakaan saat mengusung wadah itu.
Mengenai arti dan makna tumpang di wadah, saya belum membaca detail literatur atau aturannya. Tapi ada bukunya yang menjelaskan itu.
Ada bade sampai tumpang solas dan sebagainya. Namun saya belum berani memastikan itu untuk siapa, apakah raja atau sulinggih.

Seperti diwartakan sebelumnya, musibah terjadi pada upacara pitra yadnya atau pelebon di Desa Adat Keliki Kangin, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Minggu (25/10/2020) siang.
Bade tumpang siya dengan ketinggian sekitar 20 meter roboh menimpa rumah warga dalam perjalanan menuju setra setempat.
Jenazah kemudian dievakuasi petugas Pemadam Kebakaran, lalu digotong dari tempat kejadian hingga dikremasi di setra.
Jro Bendesa Keliki Kangin, I Made Sudiasa, mengungkapkan kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 13.00 Wita.
Saat itu, bade diarak oleh sekitar 80 orang krama.
Dari rumah mendiang Ngakan Padma hingga ke setra, kata dia, jaraknya sekitar satu kilometer.