Ini Tanggapan Arya Wedakarna terkait Demo, Mosi Tidak Percaya dan Tuntutan dari Forkom Taksu Bali

kan setiap warga negara diberikan hak berpendapat, saya sebagai tokoh Hindu, yang membuat organisasi Hindu juga punya kewajiban untuk mencerahkan umat

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Kambali
Tribun Bali/Rizal Fanany
Senator DPD RI Bali, Arya Wedakarna, memberi penjelasan saat menggelar press conference klarifikasi isu-isu di sosial media di Kantor DPD Bali, Renon, Denpasar, Jumat (30/10/2020). 

Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali, Jro Mangku Wisna menyampaikan kesimpulan pernyataan sikap dari 44 elemen yang tergabung dalam aksi unjuk rasa di Gedung DPD RI Provinsi Bali, pada Selasa (3/11/2020).

Jro Mangku Wisnu melihat dinamika sosial masyarakat akhir-akhir ini, akibat tindakan dan pernyataan dari Anggota DPD RI Bali, Arya Wedakarna dinilai menimbulkan kegaduhan dan in-stabilitas, serta mengarah pada konflik sosial.

Baca juga: Forkom Taksu Bali Kembali Laporkan AWK ke Polda Bali, Massa Aksi: Kami Tidak Percaya AWK jadi DPD

Berikut pernyataan sikap Forum Komunikasi Taksu Bali beserta Krama / Masyarakat Bali;

  1. Mengutuk dan mengecam keras pernyataan Arya Wedakarna, yang menyatakan bahwa hubungan sex bebas di kalangan pelajar diperbolehkan asal memakai kondom.
  2. Mengutuk dan mengecam pernyataan Arya Wedakarna yang telah menghina, melecehkan dan menodai symbol Agama Hindu Bali dengan menyebut beberapa simbol-simbol Agama Hindu Bali adalah makhluk suci bukan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
  3. Bahwa krama / masyarakat Bali menyatakan MOSI tidak percaya kepada Arya Wedakarna karena sudah membuat statement / pernyataan ke publik yang bertentangan dengan lingkup dan tupoksinya sebagai anggota DPD RI Komite 1 di bidang Pemerintahan, Politik, Hukum, HAM, Pemukiman dan Pertanahan. Pihaknya menuntut Badan kehormatan DPD RI untuk segera memproses sesuai dengan Kode Etik Badan Kehormatan DPD RI dan membersihkan Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan dari Bhakta Hare Krisna.
  4. Krama / Masyarakat Bali meminta kepada pihak aparat yang berwajib / kepolisian untuk menindak tegas tanpa tebang pilih terhadap kasus Arya Wedakarna yang beberapa kali dilaporkan oleh krama / masyarakat Bali. Pihaknya akan mengawal setiap laporan ke Kepolisian yang dilakukan oleh krama / masyarakat Bali terhadap Arya Wedakarna.
  5. Bahwa Arya Wedakarna adalah merupakan bakta Hare khrisna. Terbukti dari pernyataan dan kegiatan yang dilakukannya terkait aliran Hare Khrisna. Aliran Hare khrisna sudah dilarang oleh Negara berdasarkan Keputusan kejaksaan agung no kep-107/ja/5/1984 karena telah merusak dan merongrong nilai-nilai budaya, adat, dan agama hindu Bali dan Nusantara. Pihaknya menuntut dan meminta PHDI mencabut pengatoman terhadap Aliran Hare Krisna dan Sampradaya lainnya.
  6. Taksu Bali sejalan dan mendukung pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang menyatakan bahwa ekspresi kebebasan yang mencederai kesucian agama harus dihentikan, yakni kebebasan berekspresi yang mencederai kehormatan, kesucian serta kesakralan nilai-nilai dan simbol agama, sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan.

"Kami menuntut AWK untuk turun dari DPD RI, dia yang mewakili masyarakat Bali tetapi dia sendiri mencederai menodai adat Bali, agama Hindu Bali, adat Bali, berkali-kali AWK ini melukai hati rakyat Bali," ungkapnya.

Baca juga: Menyeberang dari Nusa Penida ke Klungkung untuk Ikut Demo AWK, Warga: Kami Sangat Tersinggung

Lebih lanjut, pria yang akrab disebut JMW itu meminta kepada Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk memberikan sanksi tegas kepada AWK yang dianggap telah menodai adat Bali.

"Kami meminta BK DPD RI untuk memberikan sanksi harus memecat AWK karena sudah tidak layak sebagai anggota DPD RI," jelasnya.

Kelompok Paguyuban Spriritual Kama Sutra Bali dan Yayasan Mandala Suci Tabanan juga melaporkan AWK ke Direktorat Reskrimsus Polda Bali atas kasus penodaan agama Hindu dan pernyataan yang dinilai membahayakan dengan mengatakan boleh sex bebas asal memakai kondom.

Dalam laporan DUMAS/767/11/2020/DITRESKRIMSUS, disebutkan AWK diduga melakukan tindak pidana yang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok dan dugaan penodaan terhadap agama. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved