Direbut Perusahaan Minuman Kemasan dan PDAM, Subak di Bali Alami Krisis Air Irigasi
Subak Mundeh di Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan misalnya, sedari dulu telah mengalami kesulitan air untuk lahan pertaniannya.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kondisi pertanian Bali, khususnya subak, nampaknya mengalami tantangan yang cukup besar.
Selain digempur dengan alih fungsi lahan dan sebagainya, subak kini juga dihadapkan dengan krisis air untuk.
Subak Mundeh di Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan misalnya, sedari dulu telah mengalami kesulitan air untuk lahan pertaniannya.
Meski sedang mengalami kesulitan air, petani setempat masih terus berupaya menanam padi dan upaya itu dilakukan dengan cara bergiliran.
Baca juga: BNN Provinsi Bali Musnahkan Barang Bukti 90 Gram Sabu dan Ganja Seberat 859,42 Gram
Baca juga: Rumah Nyoman Rencana Ambruk Diterjang Angin Kencang, Kerugian Belasan Juta Rupiah
Baca juga: Gadis 17 Tahun Ditemukan Tewas di Kamar Hotel, Jasadnya Dibungkus Selimut
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), Ni Wayan Mutia Dewi Artawati mengungkapkan, sejak dahulu petani di Subak Mundeh telah mengalami kesulitan air.
"Pas saya masih kecil sudah kayak gitu, sudah seret. Kalau ada air langsung dah cepat-cepat petaninya nanam padi," tutur Mutia saat ditemui Tribun Bali usai mengikuti diskusi bertajuk "Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia Apa Kabar?" di Kampus Unud Sudirman, Denpasar, Minggu (15/11/2020).
Mutia mengungkapkan Subak Buwit sendiri sebenarnya mempunyai sistem pinjam meminjam air.
Namun sayangnya, di tengah krisis air yang dialami petani setempat, hal itu tidak bisa dilakukan.
"Bagaimana kita bisa menerapkan sistem itu sedangkan kita kekurangan air. Karena petani di sana terjepit, mau tidak mau banyak juga yang menjual lahannya," kata Mutia.
Dirinya berspekulasi bahwa terjadinya krisis air di Subak Mundeh dikarenakan petani setempat harus berebut air dengan perusahaan air minum kemasan dan perusahaan daerah air minum (PDAM).
Di sisi lain, menggeliatnya akomodasi pariwisata di lingkungan setempat juga memperparah krisis air.
Berbagai hotel dan villa mempunyai kolam renang khusus yang menampung air dalam jumlah yang cukup besar.
Oleh karena itu, dalam diskusi yang digagas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian dengan BEM Fakultas Hukum Universitas Unud itu, Mutia pun menanyakan regulasi mengenai aturan penggunaan air, baik untuk lahan pertanian dan untuk perusahaan.
Senada dengan Mutia, kajian BEM Fakultas Pertanian Unud mengungkapkan, bahwa pemukiman dan industri pariwisata di Bali menuntut terpenuhinya kebutuhan air, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Baca juga: Bek Bali United Dias Angga Fokus Rawat 3 Bayi Kembarnya di Bandung, Tahu Cara Membedakan Anaknya
Baca juga: Cerita Pilu Rey Utami Saat di Penjara, Psikis Terganggu Hingga Ingin Minum Cairan Pembersih Lantai
Baca juga: Irjen Fadil Imran Jabat Kapolda Metro, Berikut Sepak Terjangnya di Dunia Kepolisian