Terowongan di Bendungan Tamblang Buleleng Diperkirakan Dibangun pada Abad ke-11

Terowongan peninggalan zaman Belanda yang ditemukan di proyek pembangunan Bendungan Tamblang, mendapat perhatian Balai Arkeologi Bali.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Balai Arkeologi Bali saat meninjau terowongan yang ditemukan di areal proyek Bendungan Tamblang, Selasa (8/12/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Terowongan peninggalan zaman Belanda yang ditemukan di proyek pembangunan Bendungan Tamblang, mendapat perhatian Balai Arkeologi Bali.

Pihaknya datang untuk meninjau temuan tersebut, pada Selasa (8/12/2020).

Hasilnya, dipastikan terowongan tersebut dibuat oleh para leluhur untuk saluran irigasi, pada abad ke 11 atau 12.

Kepala Balai Arkeologi Bali, I Gusti Made Suarbahwa mengatakan, saat melakukan peninjauan, pihaknya juga menemukan ceruk dengan ukuran sekitar 15 centimeter, di bagian kanan dan kiri dinding terowongan.

Baca juga: 242 Siswa Poltrada Bali Dipulangkan, Selanjutnya Jalani Pembelajaran Jarak Jauh

Baca juga: Pemkab Klungkung Terima LHP Kinerja Atas Proses RPJMD 2018-2023

Baca juga: Hendak Berlibur ke Bali? Dispar Imbau Wisatawan Perhatikan Tempat yang Tersertifikasi Prokes CHSE

Ceruk tersebut diperkirakan berfungsi sebagai tempat penerangan lampu teplok.

“Ceruk ini ada disetiap jarak 40 hingga 80 centimeter, selain untuk tempat lampu, cahaya dari lampu tersebut juga berfungsi untuk menentukan kelurusan saat membuat terowongan. Dilihat dari posisi terowongan, ada di pinggir sungai. Sehingga terowongan ini cenderung dibuat untuk saluran irigasi,” ucapnya.

Suarbahwa menyebut, terowongan serupa juga sempat ditemukan di sekitar Pura Lebah, Desa Suwug, Kecamatan Sawan, serta di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan.

Khusus terowongan yang ditemukan di Desa Sangsit, diperkirakan dibuat pada tahun 1011 Masehi.

Sementara untuk terwongan yang ditemukan di proyek bendungan Tamblang, memiliki bentuk yang sama.

Sehingga diperkirakan terowongan tersebut dibuat pada waktu yang sama. 

“Bentuknya sama dengan yang di Desa Sangsit. Terowongan ini merupakan bukti kepedulian raja pada abad ke 11 atau 12, untuk mensejahterakan masyarakatnya dengan membuat saluran irigasi,” jelasnya.

Imbuh Suarbahwa, di sekitar kawasan proyek pembangunan bendungan Tamblang, seperti di Desa Bila, Desa Tamblang dan Desa Sawan memiliki banyak nilai historis kebudayaan.

Dimana, pihaknya juga sempat menemukan ceruk pertapaan, dan sejumlah prasasti lainnya.

“Daerah ini masuk jalur peradaban kuno, karena dialiri Sungai Aye. Sungai ini menjadi salah satu komponen masyarakat dalam memilih lokasi untuk bermukim,” terangnya.

Baca juga: Pemkab Buleleng Diminta Segera Potong Rantai Distribusi Hasil Pertanian

Baca juga: Kapolri Perintah Amankan Markas, Pos Polisi dan Rumah Sakit Polri

Baca juga: Lerby : Saya Masih Terikat Kontrak dengan Bali United 

Setelah melakukan identifikasi, Suarbahwa mengaku akan segera melakukan penelitian lebih intensif lagi  disekitar kawasan proyek bendungan Tamblang, untuk menemukan sisa budaya yang ditinggalkan oleh manusia pada masa lampau.

Sementara terkait rencana menutup terowongan yang ada di bagian as bendungan,

Suarbahwa mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada pihak pekerja.

Namun ia berharap, untuk  sisa terowongan yang ada di luas as bendungan, agar tetap dipertahankan, sehingga bisa menjadi informasi atau cerita untuk generasi kedepan, bahwa para leluhur sejatinya sudah berupaya untuk mengalirkan air untuk kesejahteraan masyarakat.

Sementara Tenaga Ahli Geologi Pembangunan Bendungan Tamblang, Heri Suwondo mengatakan, terowongan yang ada dibagian as bendungan, secepatnya akan disumbat menggunakan teknik flagging (beton).

“Harus disumbat karena akan menimbulkan kebocoran pada waduk. Kalau dirobohkan, agak susah, dan tidak memungkinkan untuk merubah desain galiannya,” tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved