Driver Pariwisata Kecewa Kebijakan Masuk Bali Wajib Swab Test, Yogi: 80 Persen Cancel

Perkumpulan sopir pariwisata yang tergabung dalam United Bali Driver (UBD) kecewa dengan kebijakan masuk Bali via udara wajib Swab Test.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi - Wisatawan mulai berdatangan di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park, Ungasan, Badung, Jumat (4/12/2020). GWK dibuka kembali setelah sempat ditutup sejak Maret 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua United Bali Driver (UBD) mengaku, sebanyak 80 persen pengguna jasanya cancel mendadak begitu keluarnya kebijakan ini.

Perkumpulan sopir pariwisata yang tergabung dalam United Bali Driver (UBD) kecewa dengan kebijakan Gubernur Bali yang mewajibkan wisatawan membawa hasil swab test berbasis PCR saat ke Bali lewat jalur udara.

Para sopir menilai, kebijakan yang dikeluarkan itu terkesan mendadak, hanya tiga hari sebelum diterapkan secara resmi yakni 18 Desember 2020.

“Kalau kami pasti kecewa karena keluarnya mendadak. Masalah baru pun muncul, banyak wisatawan yang cancel menggunakan jasa kami. Dan mereka pindah ke daerah lain seperti Lombok,” kata Ketua UBD, Made Yogi Anantawijaya (35) saat dihubungi Rabu (16/12/2020) siang.

Dirinya sendiri mengaku, sebanyak 80 persen pengguna jasanya cancel mendadak begitu keluarnya kebijakan ini.

Baca juga: Perhatian: Dilarang Pesta Saat Malam Tahun Baru, Masuk Bali via Pesawat Wajib Tes Swab!

Sementara itu, untuk anggota UBD yang berjumlah 500 orang lebih, hampir 100 persen juga mengalami hal yang sama, dibatalkan wisatawan.

Yogi mengatakan, kekecewaan ini tak hanya dirasakan oleh penyedia jasa transportasi, namun juga oleh pelaku wisatawan lainnya termasuk hotel.

Padahal, sebelumnya Bali sudah bersiap-siap untuk menerima kedatangan wisatawan dengan berbagai acara seperti We Love Bali.

“Harapannya kan dengan acara seperti We Love Bali, kampanye Bali Bangkit, bisa menjadikan lebih baik. Tapi sekarang tiba-tiba ada kebijakan ini. Ibaratnya saat ini kami menanti hujan di musim kemarau, malah tidak jadi hujan. Seharusnya saat ini momen kami mengais rejeki tapi malah cancel,” katanya.

Pihaknya pun mengaku walaupun ada beberapa bantuan berupa BLT, namun bukan itu yang mereka harapkan.

Karena tak mungkin setiap hari menunggu bantuan dari pemerintah.

“Kita kan tidak mau dikasi ikan aja terus. Kita maunya dikasi pancing untuk menangkap ikan, untuk bisa kerja,” imbuhnya.

Yogi mengatakan wisatawan yang membatalkan kunjungannya ke Bali baik kelompok maupun perorangan mulai dari 18 Desember hingga awal Januari.

Yogi menilai, kemungkinan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini untuk meyakinkan tamu asing bahwa Bali ketat protokol kesehatan.

Akan tetapi, menurut Yogi sampai saat ini tamu asing juga belum bisa keluar dari negaranya.

Sehingga mau tak mau Bali masih tetap mengandalkan wisatawan domestik.

Suasana kedatangan domestik di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Selasa (15/12/2020).
Suasana kedatangan domestik di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Selasa (15/12/2020). (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

“Kalau rapid test okelah, tapi dengan swab itu kan tak masuk akal. Tiket pesawat saja lebih murah dari biaya swab. Bahkan hotel berlomba-lomba kasih potongan. Kenapa tak memanfaatkan tamu domestik dulu, toh kemarin teman pariwisata bikin sertifikasi protokol kesehatan, terus gunanya apa?” tanyanya.

Selama 9 bulan ini, Yogi mengaku banyak anggota dari UBD yang banting setir ke sektor lain mulai dari menjual sembako, menjadi pedagang bermobil, menjual dupa, hingga menjual arak.

Hal itu dilakukan agar mereka bisa tetap bertahan hidup di masa paceklik ini.

Baca juga: Masuk Bali Via Udara Wajib Swab Test, Ini Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan Wisatawan

Dengan keluarnya kebijakan terbaru ini, mereka pun mengaku tak bisa berbuat banyak selain tetap menanti ada kebijakan baru yang berpihak pada mereka.

Namun jika bisa mereka berharap bisa dibuka seperti biasa, apalagi setiap hotel sudah melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat.

“Ya kenapa tidak dibuka saja, kan semua hotel, restoran sudah menerapkan 3M, artinya kan pemerintah sudah siap, kita sudah ready istilahnya kita sudah rapi-rapi di rumah sebelum kedatangan tamu,” katanya.

Ratusan Wisdom Batalkan Bookingan Hotel
Diberitakan sebelumnya, ratusan wisatawan domestik (wisdom) yang berencana akan menginap di wilayah Karangasem, Bali, menjelang libur Hari Raya Natal dan tahun baru (Nataru) membatalkan bookingan hotel.

Hal itu menyusul keluarnya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 yang dikeluarkan pada Selasa (15/12/2020).

Manager Hidden Paradise Cottages, Desa Bunutan, Kecamatan Abang, Made Audi menjelaskan, wisatawan  domestik  yang cancel bookingan cukup banyak.

"Di Hotel Hidden Paradise ada sekitar 30 wisatawan dari Jakarta yang sudah booking. Tapi kemarin ada 9 wisatawan yang meng-cancel bookingan. Alasannya sama kaarena adanya SE dari Gubernur. Mungkin akan terus ada wisatawan domestik yang cancel," prediksi Made Audi, Rabu (16/12/2020).

Bagi wisatawan, kata Audi, persyaratan administrasi tersebut cukup membebani. Terlebih lagi, biaya swab test bisa mencapai Rp 1 juta hingga Rp 1,5 jutaan. Seandainya dalam satu keluarga ada 4 orang, berarti biaya untuk swab test saja bisa mencapai Rp 6 juta.

Itulah yang menyebabkan calon tamu hotel merasa terbebani.

Hal serupa diungkapkan Manager Ashyana Hotel, Candidasa, Kecamataan Karangasem, Wayan Kariasa. Sampai sekarang sudah banyak wisdom membatalkan bookingan hotel.

Di Ashyana, wisdom yang membatalkan booking hotel sebanyak 8 kamar dari 50 bookingan. Ia juga memprediksi angka tersebut akan terus bertambah.

Ilustrasi - Sejumlah wisatawan menikmati Pantai Melasti, Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Rabu (21/10/2020).
Ilustrasi - Sejumlah wisatawan menikmati Pantai Melasti, Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Rabu (21/10/2020). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

"Di Ashyana sudah ada 8 kamar yang cancel. Klau seandainya menginap 3 hari berarti hitungannya 24 kamar. Kemungkinan wisatawan yang cancel akan terus bertambah. Sekarang menunggu sisa wisatawan yang sudah booking," kata Kariasa. 

Ia menambahkan, sejumlah hotel dan restoran telah mulai mempekerjakan karyawannya.

"Apalagi rata-rata wisatawan domestik yang booking hotel tak memberi DP karena situasi masih pandemi Covid-19. Sudah jatuh tertimpa tangga lagi. Makanya kita berharap Pemprov bisa mencarikan solusi," kata I Wayan Kariasa.

Wayan Kariasa yang juga menjabat Ketua PHRI Karangasem menambahkan, jika dikalkulasi keseluruhan wisatawan domestik yang cancel bookingan sudah capai ratusan kamar.

"Padahal sudah mulai ada tamu domestik yang akan nginap. Karena ada SE Gubernur, akhirnya banyak yang cancel. Banyak manager hotel di Karangasem yang mengeluhkan kondisi ini. Awalnya kita bersyukur ada wisatawan yang booking, setelah itu banyak yang cancel," imbuh Wayan Kariasa.

Terpisah, Ketua PHRI Gianyar, Pande Adit saat dikonfirmasi terkait dampak SE tersebut, langsung tertawa keras.

Namun dalam tawanya itu, tersirat rasa kekecewaan, namun tidak bisa berbuat banyak atas peraturan pemerintah tersebut.

"Dampaknya otomatis banyak hotel yang dicancel. Sebelumnya sudah banyak yang sudah merencanakan datang ke Bali. Selain itu, selama masa pandemi, karena saat ini sepi, tidak ada (hotel) yang menerapkan kebijakan bayar di depan seperti dulu lagi ketika dalam masa high season. Jadi sekarang tamunya bisa cancel hotel sesuka hati. Tentunya ini menjadi pukulan bagi sektor perhotelan," tandasnya. 

Adit menegaskan, penyebab utama dari banyaknya tamu yang membatalkan pesanan kamar hotel adalah kebijakan test swab.

Sebab, biaya test swab bisa mencapai di atas Rp 1 juta per orang jika menggunakan transportasi udara. Adit pun mengkalkulasi biaya rata-rata wisatawan domestik ini.

Kata dia, jika hotel termurah seharga Rp 800 ribu per hari, misalnya mereka tinggal selama lima hari, maka untuk biaya kamar sebesar Rp 4 juta.

Dengan adanya kebijakan test swab, maka mereka harus menambah biayanya lagi.

Baca juga: Pelaku Pariwisata Ramai Perbincangkan SE Gubernur Masuk Bali Wajib Swab Test

Apalagi, kata dia, jika wisatawan tersebut mengajak keluarganya, belum lagi harga tiket pesawat.

Karena itu, tak sedikit yang memilih untuk mengalihkan tempat tujuan wisatanya ke daerah lain. 

"Dengan adanya kebijakan test PCR ini, dia harus menambah biaya. Dampaknya, cancelation meningkat, wisatawan beralih ke destinasi daerah lain. Informasi sementara yang saya tahu, baru Bali yang mengeluarkan kebijakan seperti ini. Karena itu, banyak yang saya dengar dari teman-temen, mereka pindahnya ke Jogja dan destinasi lain di Jawa yang tidak ada kebijakan seperti ini," tandasnya.

Meskipun dampak kebijakan ini berdampak signifikan terhadap akomodasi pariwisata, Adit menegaskan pihaknya tetap mendukung pihak pemerintah. Sebab bagaimanapun, kata dia, hal ini merupakan persoalan kesehatan versus ekonomi. 

"Saya tidak bisa berbuat banyak. Sebab saya mengerti, Pak Gubernur dan Pemerintah ingin menyelamatkan masyararakat dari covid-19, mungkin supaya nanti bisa secepatnya menerima kunjungan wisatawan mancanegara. Tapi satu sisi, momentum sekarang inikan sebenarnya bagus untuk kita yang sudah puasa tamu. Ini satu-satunya momen di tahun ini. Dengan adanya kebijakan seperti ini, ya agak berat. Tapi kita mau tidak mau harus bisa menerima," tandasnya. (sup/ful/weg)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved