Berita Bali

Ini Alasan MDA Bali Belum Keluarkan Surat Pengakuan Prajuru untuk Desa Adat Mas Gianyar

Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet mengatakan, pihaknya belum mengeluarkan surat pengakuan atau pengukuhan

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet melaksanakan konferensi pers di kantornya, Sabtu, 23 Januari 2021. Saat konferensi pers, Sukahet didampingi Petajuh Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, I Made Wena (kiri) dan Petajuh Penyarikan Agung, I Made Abdi Negara 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali hingga saat ini belum mengeluarkan surat pengakuan atau pengukuhan prajuru terhadap Desa Adat Mas, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.

Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet mengatakan, pihaknya belum mengeluarkan surat pengakuan atau pengukuhan terhadap prajuru Desa Adat Mas karena masih ada masalah di masyarakat.

"Kalau belum ada pengukuhan atau pengakuan pasti masih ada masalah di bawah. Di Desa (Adat) Mas sendiri masih ada masalah," kata Sukahet saat konferensi pers di kantornya, Sabtu 23 Januari 2021.

Menurutnya, surat pengakuan atau pengukuhan prajuru yang dikeluarkan oleh pihaknya juga sebagai pembinaan terhadap adanya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

Baca juga: MDA Bali Telah Terbitkan Surat Pengakuan Prajuru untuk 1.400 Desa Adat

Berdasarkan Perda tersebut, proses ngadegang bendesa adat atau sebutan lain harus dilaksanakan dengan paras paros atau musyawarah mufakat.

"Mengapa paras-paros atau musyawarah itu supaya dilaksanakan supaya bedikan konflik di desa adat. Kalau voting-votingan itu konflik.

Kalau sudah musyawarah mufakat nah itu biasanya paras-paros. Dan inilah sebenarnya jati diri adat kita, tradisi kita, leluhur kita," jelasnya.

Selain itu, menurut Sukahet, surat pengakuan atau pengukuhan prajuru dari MDA Bali secara tidak langsung bahwa di wilayah desa adat itu sudah tidak ada lagi masalah berkiatan dengan pemilihan prajuru.

Tujuannya, kata dia, supaya di desa adat itu akhirnya dalam pemilihan prajuru bisa menciptakan kerahayuan.

 "Jadi kalau sudah di situ rahayu, tidak ada masalah, kita pasti akan keluarkan pengakuan. Kalau belum ada pengakuan dan pengukuhan itu berarti ada masalah. Seperti di (Desa Adat) Mas ini ada masalah, harus selesaikan di situ dulu," kata dia.

Sukahet mengatakan, permasalahan ngadegang bendesa di Desa Adat Mas saat ini sudah dalam tahap wicara.

Meskipun begitu, dirinya menilai masih ada peluang mediasi untuk menyelesaikan masalah tersebut secara paras-paros atau musyawarah mufakat.

 "Saling terima saja begitu. Asal saling menerima yang manapun diakui di situ ya kita terima. Tetapi kalau paras paros di situ tidak terjadi juga, lagi ngotot-ngototan, lagi masuk wicara," jelasnya.

Meskipun sudah masuk wicara, pihaknya bakal mencoba untuk tetap melakukan mediasi mengenai permasalahan ngadegang bendesa di Desa Adat Mas tersebut.

Baca juga: Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Gianyar Belum Berfungsi, Tunggu Mebeler MDA Bali

"Sira uning, begitu sepakat, ten ade biuta, kita keluarkan pengakuan," tegasnya.

Sukahet meminta semua masyarakat harus bersabar tekait penyelesaian permasalahan ngadegang bendesa di Desa Adat Mas tersebut.

Dirinya mengaku bakal tetap berpedoman pada Perda Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

"Perda Nomor 4 tahun 2019 sangat baik dan tujuannya sangat bagus, kita harus terapkan. Pelaksanaannya pun kita harus awasi, ikuti dan ada pembinaan-pembinaan supaya di desa adat itu nyujur suka, duka, santhi jagadhita," jelasnya.

Petajuh Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia MDA Provinsi Bali, I Made Wena menambahkan, dalam mengeluarkan surat pengakuan atau pengukuhan prajuru di desa adat ada beberapa administrasi yang perlu dilengkapi.

 Berbagai syarat itu seperti permohonan pengukuhan, berita acara pelaksanaan musyawarah pemilihan dan susunan pengurus yang harus dikukuhkan.

 Selain itu, juga harus ada rekomendasi dari MDA kecamatan dan kabupaten, foto proses musyawarah pemilihan prajuru, serta harus ada pararem sebagai dasar hukum yang sah dalam melakukan pemilihan prajuru adat.

Berbagai dokumen tersebut diunggah secara daring di laman website yang sudah disediakan sehingga proses verifikasi bisa dilakukan di mana saja oleh MDA Bali.

Sementara berkas asli dari berbagai syarat tersebut diserahkan pada saat mengambil surat pengukuhan atau pengakuan di kantor MDA Bali.

Namun, dalam kasus ngadegang bendesa adat Mas ini ada beberapa syarat yang belum terpenuhi dalam file yang sudah dikirim secara daring.

Baca juga: Sudah Mejaya-jaya Tapi SK Tak Kunjung Turun, Prajuru Desa Adat Mas Ubud Geruduk Kantor MDA Bali

Menurutnya berita acara musyawarah pemilihan tidak sesuai dengan standar yang ditentukan.

"Berita acara itu mesti harus ditandatangani oleh semua calon yang ada saat pencalonan. Kemudian yang kedua ditandatangani berita acara oleh bendesa yang ada pada saat ini," jelasnya.

Wena mengatakan, dalam syarat yang dimasukkan memang sudah ada rekomendasi dari MDA Kecamatan Ubud dan MDA Kabupaten Gianyar.

Namun karena di Desa Adat Mas sudah ada wicara, maka rekomendasi tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum.

 "Karena ada wicara per November itu, kita rapat juga di Klungkung , sesungguhnya rekomendasi ini menjadi tidak lagi memiliki nilai kekuatan hukum bagi kita. Kita bicara juga dengan MDA Gianyar saat melakukan paruman madya di Klungkung," jelasnya.

Selain itu, ternyata ada surat masuk ke MDA Bali berkaitan dengan wicara adat yang meminta agar permasalahan tersebut diselesaikan lewat mekanisme wicara adat.

Oleh karena itu, saat ini ada dua masalah yang menyebabkan MDA Bali belum mengeluarkan surat pengakuan atau pengukuhan, yakni administrasi yang tidak sesuai standar dan adanya surat wicara adat.

Wena menegaskan, pihaknya di MDA Provinsi Bali telah meminta MDA Kecamatan Ubud untuk menyelesaikan permasalahan ngadegang bendesa adat ini dalam satu minggu.

 "Kalau tidak selesai di kecamatan maka nanti akan masuk nanti tahapan persidangan di kabupaten. Kita ingin cepat juga ini," terang Wena.

Datangi Kantor MDA Bali

Diberitakan sebelumnya, puluhan prajuru dari Desa Adat Mas Ubud, Gianyar geruduk Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Selasa 19 Januari 2021, siang.

Baca juga: PHDI dan MDA Bali Keluarkan Surat Edaran, Minta Desa Adat Pastikan Tak Ada Keramaian dan Tajen

Mereka terdiri atas Bendesa Mas Ubud terpilih, panitia pemilihan bendesa, Ketua Sabha Desa, hingga kelian dari 8 banjar setempat.

Kedatangan mereka untuk mempertanyakan belum turunnya Surat Keputusan (SK) untuk Bendesa Adat Mas masa bakti 2020-2025 dari MDA Bali.

Padahal MDA Kecamatan Ubud dan MDA Kabupaten Gianyar sudah mengeluarkan rekomendasi dan menerima hasil keputusan musyawarah mufakat dari 35 Lembaga Pengambil Keputusan (LPK) Desa Adat.

Ketua Panitia Pemilihan Bendesa, I Wayan Suwija mengatakan saat musyawarah mufakat yang digelar pada 2 Oktober 2020, diputuskan bahwa telah terpilih bendesa atas nama I Wayan Gede Arsania.

Namun setelah pelaksanaan musyawarah mufakat ini muncul masalah, dimana calon petahana yang merupakan bendesa sebelumnya, I Wayan Gde Kardana tidak menerima keputusan tersebut.

“Yang bersangkutan mengatakan katanya musyawarah ini bermasalah karena ada pemilihan sebanyak dua kali, padahal yang bersangkutan tidak ikut,” kata Suwija saat diwawancarai di Kantor MDA Bali, Selasa 19 Januari 2021.

Dikarenakan hasil pemilihan dipermasalahkan, tanggal 2 November 2020 pihaknya pun melakukan pembahasan dengan mengundang MDA Provinsi Bali, MDA Gianyar, MDA Ubud, Perbekel Desa Mas Ubud, dan semua anggota LPK membahas keberatan petahana.

Akan tetapi saat itu MDA Bali tak memenuhi undangan tersebut.

Selanjutnya pada 14 November 2020 juga digelar paruman desa adat.

Dalam paruman tersebut, diputuskan bahwa tidak ada masalah dalam pemilihan bendesa pada 2 Oktober dan hasilnya tetap sah.

Atas keputusan paruman desa adat, tanggal 16 Desember 2020 dilaksanakan upacara mejaya-jaya untuk bendesa terpilih.

“Namun setelah mejaya-jaya MDA Provinsi Bali belum juga mengeluarkan SK, padahal sudah ada rekomendasi dari MDA Gianyar dan Ubud,” katanya.

Karena belum ada kejelasan terkait SK tersebut, pada 28 Desember 2020, pihaknya kembali mengundang MDA Bali, namun tetap tak hadir.

“Karena dua kali kami undang tidak datang, kami bingung, apa yang salah, dan kalau misalnya salah kan kami di panitia dipanggil untuk klarifikasi. Akhirnya kami putuskan datang langsung untuk menanyakan kejelasannya,” katanya.

Pihaknya pun tidak ingin MDA Bali menerima informasi sepihak hanya dari pihak yang tak terima dengan hasil pemilihan ini.

Apalagi menurutnya, semua masyarakat sudah menerima bendesa yang baru termasuk 8 banjar yang ada di sana tidak mempermasalahkannya.

 “Kami ke sini meminta kejelasan, kenapa SK belum keluar. Apa masalahnya, sementara kami sudah melaksanakan pemilihan sesuai dengan peraturan,” katanya.

Ketua Sabha Desa Adat Mas Ubud, I Wayan Budi Sukerta mengatakan seharusnya permasalahan ini sudah selesai dikarenakan telah diputuskan dalam paruman desa adat yang merupakan paruman tertinggi.

“Dan semua sudah kami lakukan, termasuk rekomendasi MDA Kecamatan dan Kabupaten pun sudah, dan itu membuktikan sudah tidak ada permasalahan,” katanya.

Bendesa Terpilih, I Wayan Gede Arsania mengatakan bahwa saat ini di desa adat dirinya pun sudah mulai bertugas.

 “Masyarakat tidak ada mempersoalkan, kecuali ada satu calon petahana saja. Masak protes satu orang bisa mengalahkan keputusan panitia maupun paruman desa adat. Padahal paruman desa adat merupakan keputusan tertinggi di desa,” katanya.

Pihaknya pun ingin meminta klarifikasi dari MDA Bali terkait belum turunnya SK bendesa ini.

“Kami tak mau digantung, kami ingin minta klarifikasi,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved