Serba serbi
Purnama Sebelum Saraswati, Ini Maknanya Dalam Ajaran Hindu Bali
Dalam Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama, oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dijelaskan bahwa purnama adalah waktu terakhir
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Dalam Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama, oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dijelaskan bahwa purnama adalah waktu terakhir pada paroh terang dan waktu awal pada paroh gelap.
“Karena itu, purnama dianggap waktu sakral. Sebab pada saat bulan purnama diyakini bahwa Bhatara Parameswara atau Sanghyang Purusangkara bersama saktinya. Diiringi para dewa dan bidadari-bidadara, serta roh leluhur melakukan yoga,” jelas I Nyoman Suarka sebagai koordinator tim, kepada Tribun Bali, Kamis 28 Januari 2021.
• Kelahiran Wraspati Wage Watugunung, Miliki Firasat Tajam dan Tekun
• Hari Baik Untuk Melakukan Dana Punia, Ini Persembahan Saat Purnama Kawulu
• Purnama Kanem, Penyucian Diri Lahir Batin, Hari Baik untuk Mapunia
Di sisi lain, pada setiap bulan purnama, diyakini bahwa Dewa Bulan melakukan yoga.
Karena itu umat diharapkan membuat persembahan sesuai kemampuan untuk dipersembahkan kepada para dewa, terutama Dewi Bulan.
Sesajen yang patut dipersembahkan saat bulan purnama adalah penek kuning, dengan lauk daging ayam putih siungan panggang. Prayascita luih dan reresik.
Dilengkapi dengan segehan agung satu tanding.
• Purnama Kalima dan Tumpek Krulut, 50 Persen Penumpang Pelabuhan Sanur Menuju ke Pura Dalem Ped
• Purnama Kapat Baik untuk Pembersihan dan Penyucian Diri, Begitu Juga Bersedekah
• Bulan Purnama Malam Ini Hanya Terjadi 3 Tahun Sekali, Begini Penjelasan Astronom
Upacara dilakukan di tempat suci pemujaan keluarga seperti sanggah atau tempat suci umum seperti pura dan parhyangan.
Pada malam harinya umat diharapkan melakukan semadi.
Purnama kali ini adalah Purnama Kawulu dan pasah, sebelum menyambut Saraswati pada 30 Januari 2021.
Saraswati jatuh pada Sabtu Umanis Watugunung, merupakan hari suci pemujaan Bhatari Sang Hyang Aji Saraswati.
Sesajennya pada tingkatan paling nista, terdiri dari suci, pras, daksina, penek, ajuman, sesayut saraswati, sagara gunung.
Perangkatan putih kuning, canang wangi-wangi, daging itik, daksina palinggihan Saraswati.
Kembang pahes, sekar cane, canang yasa, dan perlengkapan lainnya.
Seluruh pustaka yang menggunakan aksara, sebagai tempat bersemayam Dewi Saraswati dibuatkan sesajen dan dipuja dengan persembahan bunga harum.
Dimohonkan air suci kehadapan Dewa Matahari. Setelah itu, keesokan harinya merupakan Banyu Pinaruh.
“Hari baik untuk menyucikan diri lahir batin, dengan cara datang ke tempat permandian untuk menyucikan diri, berkeramas dengan air suci pada saat matahari terbit,” katanya.
Sesajen yang patut saat itu adalah pradnyan kuning, dengan daging masih suci, jamu harum. Setelah dipersembahkan sesajen bisa diambil dan dinikmati. (*)