Serba Serbi
Padewasan Perkawinan dalam Ajaran Hindu Bali, Berikut Penjelasan Ida Pedanda Gede Buruan
Dalam buku Padewasan Kapelek, yang ditulis oleh Ida Pedanda Gede Buruna, dijelaskan tentang ‘Uku Alah Dening Panangga/Panglong’.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Dalam buku Padewasan Kapelek, yang ditulis oleh Ida Pedanda Gede Buruan, dijelaskan tentang ‘Uku Alah Dening Panangga/Panglong’.
Wewaran alah dening uku maksudnya adalah kekuasaan, kekuatan uku dikalahkan oleh kekuasaan, kekuatan pananggal/panglong.
Dalam artian baik buruknya uku, dikalahkan oleh baik-buruknya pananggal atau panglong.
“Lebih lanjut dijelaskan bahwa padewasan baik dan buruk berdasarkan pananggal panglong, yang disebutkan Catur Laba.
Yang pada umumnya, untuk padewasan kawin, dan juga usaha lainnya yang mengharapkan adanya peningkatan atau perkembangan ke arah yang lebih baik,” jelas Ida Pedanda Gede Buruan kepada Tribun Bali, Selasa 16 Februari 2021.
• Ini Penjelasan Sulinggih Soal Perbedaan Nyegara Gunung dan Meajar-ajar, Serta Makna Ngenteg Linggih
Digunakan hari pananggal, yaitu setelah Tilem.
Sedangkan panglong-nya sangat buruk untuk padewasan pawiwahan.
Adapun pananggal yang baik pada umumnya adalah pananggal ping 1,2,5,7,10,13 dan pananggal ping 15 yaitu Purnama baik untuk Dewa Yadnya.
“Sedangkan untuk hal-hal yang bersifat mralina atau mengembalikan dan pengendalian diri, maka hari panglong yaitu setelah hari Purnama,” jelas ida pedanda.
Adapun hari panglong yang baik pada umumnya, adalah panglong 1,2,5,7,10,13 dan panglong ping 15 yaitu disebut Tilem. Baik untuk Bhuta Yadnya.
Berdasarkan tabel catur Laba, dijelaskan pananggal atau panglong 1 bersifat baik.
Sebab semua pekerjaan dapat dilakukan dan berhasil baik.
Pananggal atau panglong 2, juga bersifat baik. Sebab tidak ada hambatan dan dapat dikerjakan.
Selanjutnya, pananggal atau panglong 3 bersifat buruk atau tidak berhasil.