Berita Bali
Pastikan Pengiriman Limbah Medis Tidak Disalahgunakan, RSUP Sanglah Monitor Gunakan GPS
Hal tersebut tentu juga berpengaruh pada meningkatnya jumlah limbah medis yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Provinsi Bali.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Noviana Windri
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Beberapa waktu lalu kasus positif Covid-19 khususnya di Provinsi Bali alami peningkatan hingga 500 kasus perharinya.
Hal tersebut tentu juga berpengaruh pada meningkatnya jumlah limbah medis yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Provinsi Bali.
Salah satunya adalah RSUP Sanglah. dr. Ni Luh Dharma Kerti Natih, selaku Direktur Perencanaan Organisasi dan Umum RSUP Sanglah Denpasar mengatakan semenjak pandemi Covid-19 memang volume sampah medis alami peningkatan tajam.
"Jika sebelumnya volume sampah medis perharinya hanya 800 hingga 1.000 kilogram, saat ini volume sampah menjadi naik dari 1.000 kilogram hingga 1.300 kilogram perharinya. Jadi meningkat, bahkan sisa makanan untuk pasien Covid-19 juga dimasukan dalam golongan sampah medis," katanya pada, Kamis (18 Februari 2021).
Selain makanan, botol minuman kemasan yang telah digunakan oleh pasien Covid-19 pun juga dianggap sampah medis karena sempat berada di ruang isolasi.
Baca juga: Limbah Medis RSUD Klungkung Bali Capai 6-7 Ton Perbulan, Meningkat 20 Persen Selama Pandemi
Baca juga: Limbah Medis di BRSU Tabanan Naik 2 Ton Per Bulan di Masa Pandemi, Didominasi Limbah APD
Baca juga: Limbah Medis Covid-19 di RSUP Sanglah Capai 100 Kg Per Hari, Dibuang Kemana?
Dan hal tersebutlah salah satu penyebab mengapa sampah medis di RSUP Sanglah meningkat.
"Selain itu juga pada cover all pada petugas yang digunakan. Dalam sehari sudah berapa kali ganti. Jadi itulah yang menyebabkan sampah medis meningkat selama pandemi," tambahnya.
Untuk pengelolaannya sampah di RSUP Sanglah dibagi menjadi dua yaitu sampah medis dan non medis.
Pengelolaan sampah medis ini, RSUP Sanglah bekerjasama dengan pihak ketiga baik untuk pengolahannya hingga transporternya.
"Jadi setiap hari mereka datang untuk mengangkut sampah-sampah medis yang dihasilkan selama pelayanan. Dan pengambilan limbah medis tersebut dengan sistem manifest, sehingga berapa banyak limbah medis yang dikirim oleh RSUP Sanglah, nantinya jumlah tersebut juga sama dengan yang diterima oleh pihak ketiga sebagai pengelola," sambungnya.
Selama perjalanan limbah medis menuju tempat pengelolaan, RSUP Sanglah akan melakukan pelacakan dengan menggunakan GPS agar limbah medis sampai ditempat pengelolaan dengan tepat.
"Kita juga memonitor pengiriman sampah medis dengan GPS, jadi ketika sampah medis mulai berjalan ke tempat pengelolaan hingga sampai kita mengetahui jika ada penyimpangan," terangnya.
Jadi walaupun pengelolaan limbah medis sudah bekerjasama dengan pihak ketiga, rumah sakit itu tetap ikut bertanggungjawab agar limbah medis tidak disalahgunakan baik oleh transporter, maupun pengolahannya. Maka dari itu harus ada kerjasama yang kuat pada agreementnya.
Jadi syarat-syaratnya harus ditepati oleh transporter dan pengelola.
"Sehingga sampah medis yang dipercayakan akan aman untuk masyarakat. Dan jika ditemukan kasus penyalahgunaan limbah, tentu saja RSUP Sanglah akan berkaitan juga," imbuhnya. (*)