Wawancara Tokoh
Profil Ketua DPRD Jembrana Sri Sutharmi: Ikuti Pendidikan Organisasi Sejak SMP, Sebut Peran Keluarga
perempuan 52 tahun asal Desa Yehembang Kecamatan Mendoyo ini, duduk sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jembrana.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Ni Made Sri Sutharmi sudah tak asing di telinga masyarakat Jembrana.
Maklum saja, perempuan 52 tahun asal Desa Yehembang Kecamatan Mendoyo ini, duduk sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jembrana.
Ia menorehkan sejarah baik di Gumi Makepung sebutan Kabupaten Jembrana, maupun di Provinsi Bali.
Sebab, ia menjadi satu-satunya perempuan hingga saat ini yang mampu duduk di kursi tertinggi DPRD.
Baca juga: Bupati dan Wabup Jembrana Mejaya-jaya, Persiapan Jelang Pelantikan Kepala Daerah Terpilih
Sutharmi mengaku segala yang dianugerahkan oleh Tuhan YME itu tak lepas dari dukungan dan peran suaminya, I Made Semadi.
Suaminya selalu menuntun langkahnya mulai nol, hingga sebagai pucuk pimpinan saat ini.
Di sisi lain, ia juga secara genetik memiliki garis darah politik dari sang ayah, Almarhum I Nengah Matulisi.
Meskipun tercampur juga darah sebagai tenaga pendidik dari ibunya, Ni Luh Kompyang Natih.
Sutharmi mengaku, berbicara karir politiknya ia akui bahwa itu tak lepas dari apa yang dijalaninya mulai semenjak muda.
Didukung pula alam demokratis keluarga, yang selalu mengedepankan kejujuran dan tanggung jawab.
Sutharmi sudah mengalami banyak sekali pendidikan organisasi, di luar pengetahuan umum di sekolah.
Sutharmi muda, sejak SMP sudah mencicipi organisasi di bidang Pramuka, PMR dan Pecinta alam.
Dan diakuinya, bahwa tiga kegiatan itu, sangat disukainya.
Di sisi lain, dirinya juga gemar dengan organisasi tari dan puisi.
Baca juga: Jelang Pelantikan, Bupati dan Wabup Terpilih Jembrana Cek Ruangan hingga Ikuti Proses Mejaya-jaya
Bahkan saat kuliah ia menempuh jurusan sastra Indonesia.
Penyair yang menjadi inspirasi untuk sajak-sajaknya seperti penyair Chairil Anwar dan WS Rendra. Dimana kedua penyair ini, menumbuhkan semangat perjuangan, yang cocok dengan organisasi partainya saat ini, PDI Perjuangan.
Setelah tamat kuliah Singaraja tahun 1990 di FKIP Unud sekarang Undikhsa.
Sutharmi sempat menjajal untuk bekerja di dunia pariwisata. Meskipun seharusnya menjadi guru bidang ilmu pendidikan.
“Tamat kuliah saya malah tertarik di dunia pariwisata akhirnya kerja di dunia pariwisata. Di wisata Tirta sobek Rafting di sungai Ayung. Dan saya juga bekerja menjadi sekretaris Pak Wagub Cok Ace hingga Sampai tahun 1997. Dan saya menikah di tahun 1995 menikah. Sempat dua tahun itu saya dan suami, berjauhan. Karena Bapak usaha tambak ikan di kampung dan saya di Denpasar,” ucapnya.
Setelah di dunia pariwisata, akhirnya ia kembali pulang kampung.
Kemudian, ia bekerja sebagai bendahara di kantor desa Yehembang.
Satu tahun di rumah meski ada usaha tambak, dirinya ikut ngayah kerja di kantor desa. Kemudian sampai pada 2004 ia mengikuti seleksi sebagai PPK KPU.
Lepas itu kemudian, pada 2005 masuk ke struktur PAC Mendoyo sebagai bendahara.
Barulah pada 2009, sambungnya, dengan dukungan Suami dan keluarga besar, maka ia terjun di pertarungan pemilukada.
Baca juga: Pemkab Jembrana Siapkan Dua Skenario Pelantikan Tamba-Ipat
Sayangnya, dalam Pemilihan itu gagal maju sebagai anggota dewan.
Cukup tragis, kekalahannya hanya terpaut sembilan suara.
Namun, Sutharmi yang sudah terbiasa dengan organisasi mendidik mental baik Pramuka PMR dan Pecinta Alam, tidak pernah berkecil hati.
Karena kegigihan dalam politik itu, ia pun terjun lagi untuk memenangkan paket Abang I (I Putu Artha-Made Kembangg Hartawan).
Jalan mulus pun diterima, dimana paket Abang menang. Dan Mantan Wabup Jembrana, Made Kembang Hartawan di PAW (Pergantian Antar Waktu).
Di saat itu, untuk dapil Mendoyo Pekutatan, masih digabung. Sehingga PAWnya jatuh kepadanya.
Kemudian, ia pun pada 2011 dilantik sebagai anggota dewan Jembrana.
“Saya sebenarnya tidak terlalu berminat. Bahkan tidak pernah berpikir di dunia politik. Karena hanyalah perempuan. Tidak seperti saat ini. Dahulu, kalau perempuan pulang lambat sedikit pasti ada sorotan,” ungkapnya.
Namun, hal itu berubah ketika suaminya menyakinkan, bahwa perempuan dapat meraih posisi di sosial masyarakat. Bahkan menjadi pemimpin.
Dan kegagalan pada waktu pencalonan pertama itu, suaminya selalu setia mendukung. Meskipun tidak bisa terjun langsung membantu untuk meraup suara karena duduk sebagai anggota KPU Jembrana.
Meski gagal, ia tetap bersemangat. Karena tujuannya ialah membuat bangkit perempuan, untuk bisa mendapat posisi di lingkungan social, bukan di keluarga.
Dan mencoba membangun pandangan warga bahwa perempuan dapat menjadi sesuatu.
Meskipun, harus sadar bahwa sikap itu tidak dapat di rumah karena di rumah perempuan tetaplah istri dan ibu dari anak.
Dan itu yang dilakukan ibu dari tiga anak Putu Dianda Ega Dinanda, Ni Made Dias Dinanda, dan Komang Radi Dinanda, itu.
“Saat itu suami saya mendukung penuh. Dan memang pada 2005 itu masuk dalam struktural partai juga karena memang 30 persen harus diisi perempuan. Tapi saya benar-benar bersyukur mempunyai suami yang mendukung. Tapi pada pemilihan pertama suami saya tidak dapat terjun karena memang bekerja di KPU. Baru di periode kedua suami saya terjun untuk membantu saya,” ungkapnya.
Diakuinya, di dunia politik tidak selalu manis. Apalagi sebagai perempuan. Berbeda dengan laki-laki yang memang lebih leluasa.
Bersyukurnya, di era sekarang mulai berubah. Di awal ketika mulai terjun teramat susah. Perempuan dipandang sebelah mata.
Ketika turun sosialisasi memandang sebelah mata, karena cibiran masyarakat yang mengklaim bahwa perempuan itu tugasnya harus di dapur.
Konsep pemikiran yang seperti itulah yang memang harus diubah. Mengubah konsep itu susah. Membawa mereka ke pemikiran terbuka.
“Akhirnya saya mentargetkan suara perempuan. Karena bagi saya Gender itu bisa diraih. Tapi memang Berat sekali. Ibu-ibu harus bangkit. Dari situlah saya fasilitasidan buktikan bahwa perempuan juga bisa. Meskipun di pemilihan pertama gagal dan PAW. Tapi dalam satu periode saya, semua saya buktikan. Segala solusi saya beri ke kaum ibu-ibu. Alhasil, di pemilihan kedua saya mendapatkan 4.300 suara dibanding periode pertama yang gagal terpaut sembilan suara itu saya mendapat 1.200 suara. Apalagi di periode ketiga lebih signifikan dengan 7.000 lebih suara (suara terbesar di Kabupaten Jembrana),” ungkapnya lagi.
Menurutnya, berkarier di politik perempuan itu yang terpenting ialah prinsip. Mana yang setara dan mana yang tidak boleh dilewati.
Di luar rumah mungkin status sosial karena Ketua Dewan ia melebihi suami. Akan tetapi di dalam rumah, Sutharmi mengaku tetap sebagai istri dan ibu Tumah tangga. Yang harus melayani suami dan anaknya.
Hal ini semua juga sudah dari tempaaan organisasi waktu dirinya SMP SMA kemudian saat kuliah dan bekerja itu tadi.
Semua yang dilaluinya mulai muda hingga saat ini, tak luput dari rasa cintanya terhadap petualangan dan tantangan.
“Namun harus saya akui semua ini berkat suami saya. Dukungan suami saya sangat berarti. Setiap masalah politik, selalu orang pertama ialah suami yang saya ajak bicara. Dan dukungan moril itu membuat saya tangguh. Dan semua organisasi juga mendukung dalam saya meraih saat ini. Saya bersyukur Tuhan menujukkan jalan mulai saya muda hingga saat ini duduk di Kursi Ketua Dewan,” bebernya.
Sutharmi mengakui, bahwa disetiap nama anaknya di akhir nama ada kata Dianda. Dianda itu merupakan gabungan dari cinta kasihnya dengan suaminya. Dimana di untuk Dek Di itu suaminya dan Dek Nda adalah dirinya.
“Ya waktu kecil memang itu panggilan saya dan akhirnya saya dan suami tuangan di dalam nama anak,” ungkapnya sumringah.
Dan sebagai orangtua, dirinya dan suami memang berkecimpung sebagai politisi.
Suaminya juga menjabat jabatan sebagai Perbekel Desa Yehembang. Sedangkan terhadap anak, Sutharmi dan suami tidak mengarahkan terjun ke dunia politik.
Lebih baik, anak sesuai yang diinginkan dan dirinya hanya men-support. Alhasil, anak pertama ya sudah menjadi ASN, anak kedua fokus mempelajari bisnis dan kuliah di ekonomi Unud Manajemen. Kemudian Anak yang ketiga masih SMP kelas 3.
“Saya tidak mau mengarahkan. Biar sesuai keinginan. Kalau saya waktu muda pun tidak berpikir untuk ke politik. Easy Going, dengan suka berpetualang dan organisasi, malah itu juga nyambung di dunia politik saat ini. Saya melihat politik itu bukan intrik. Saya merasakan politik itu adalah petualangan,” tegasnya.
Sebab, sambungnya, dengan turun ke masyarakat segala hobinya bisa berjalan.
Mulai dari memberikan solusi, menari, berpuisi dan hobi lainnya.
Bertemu masyarakat dengan berbagai macam karakter merupakan refreshing bagi dirinya turun ke lapangan.
Dan itu selaras dengan kehidupan keluarganya yang sejak dari kecil ia merasakan nyaman.
Tidak kekurangan apapun baik segi materi dan perhatian.
Bayangkan saja, ia selalu diajak untuk berbicara dengan kedua orangtuanya, untuk segala yang dijalaninya. Dan hingga saat ini dukungan keluarga besar sangat berperan dalam karir politiknya.
“Kehidupan keluarga saya itu dalam lingkungan nyaman, tidak otoriter, demokratif. Sampai sekarang pun antar keluarga kandung dan masih ada hubungan hampir setiap hari selalu bercanda dan mensupport. Dukungan keluarga sangat men-support bahkan keluarga bersyukur karir bapak saya, saya melanjutkannya,” paparnya.(*)