Berita Gianyar
Gianyar Kehilangan Rp 85 Miliar dari Pendapatan PHR dan Pajak Hiburan
Pajak Hotel dan Restoran (PHR) dan Pajak Hiburan yang menjadi ujung tombak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gianyar terjun bebas dampak pandemi Covid-19.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: DionDBPutra
TRIBUN-BALI.CO, GIANYAR - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar cemas mereka hanya mampu membayar gaji pegawai hingga September 2021.
Pasalnya, Pajak Hotel dan Restoran (PHR) dan Pajak Hiburan yang menjadi ujung tombak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gianyar terjun bebas dampak pandemi Covid-19. Saat ini pemerintah tengah mencari solusi untuk keluar dari keterpurukan ini.
Data Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Gianyar yang diterima Tribun Bali, Senin 1 Maret 2021, penurunan tersebut sebagai berikut; Januari-Februari 2020 pendapatan Gianyar dari pajak hotel Rp 51 miliar lebih. Sementara pada Januari-Februari 2021 hanya Rp 4 miliar lebih.
Baca juga: PHR dan Pajak Hiburan Terjun Bebas, Kepala BPKAD Gianyar: Kita Optimalkan Sumber Pendapatan Lain
Baca juga: Beberapa Kepala Desa di Gianyar Tunda Pembangunan Demi Tangani Covid-19
Pajak restoran per Januari-Februari 2020 Rp 30 miliar, sementara pada Januari-Februari 2021 hanya Rp 5,8 miliar lebih.
Sementara pendapatan dari sektor pajak hiburan, pada Januari-Februari 2020, Gianyar mendapatkan pemasukan Rp 13 milir lebih, namun pada Januari-Februari 2021 turun jauh ke angka Rp 670 juta lebih.
Dengan demikian, total penurunan PAD Gianyar dari PHR dan Hiburan sekitar Rp 85 miliar lebih. Rinciannya, pada Januari-Februari 2020 PAD Gianyar dari sektor ini Rp 95 miliar lebih. Sementara di tahun ini hanya Rp 10 miliar lebih.
Kepala BPKAD Gianyar, Ngakan Ketut Jati Ambarsika mengatakan, dengan kondisi seperti ini, tentu pihaknya akan mencari terobosan dalam memperbaiki kondisi ini. Sebab banyak belanja wajib yang harus dipenuhi.
"Selalu cari terobosan baru sesuai kondisi, karena pemerintahan ini nggak boleh berhenti, karena banyak belanja wajib yang harus kita penuhi," ujarnya via WhatsApp.
"Kalau pasrah (menerimanya begitu aja, Red) bukan pemerintah namanya," imbuhnya. Namun apa salah satu terobosan yang dilakukan pihaknya, ia belum memberikan jawaban.
Karena PHR dan Pajak Hiburan mengalami penurunan signifikan, kata Kepala BPKAD, pihaknya harus mencari opsi sumber pendapatan lain. Beberapa opsinya adalah mengoptimalisasikan sumber-sumber PAD di luar sektor pariwisata, seperti retribusi pasar, parkir, perizinan dan reklame.
"Kita optimalisasi sumber-sumber PAD di luar sektor pariwisata, seperti retribusi pasar, parkir, perizinan, dan reklame," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga akan lebih memperketat pengawasan sumber PAD. "Pengawasan terhadap sumber-sumber PAD secara intensif agar tidak terjadi kebocoran baik disengaja maupun tidak, seperti wajib pajak baru yang tidak mengerti regulasi perpajakan kita lakukan pendampingan," ujarnya.
Sebelumnya, Bupati Gianyar, Made Mahayastra mengungkapkan, selama pandemi Covid-19 ini, pendapatan Pemkab Gianyar menurun drastis. Pada triwulan pertama 2020 (Januari, Februari dan Maret), pendapatan Gianyar sudah masuk Rp 543 miliar. Namun setelah itu hingga saat ini tidak sampai menyentuh Rp 30 miliar.
"Sampai mau habis Februari ini baru Rp 20 miliar kita dapat. Untuk bayar pegawai, mungkin kekuatan kita sampai September 2021," ujarnya.
Desa Tunda Proyek
Sementara itu, sejumlah kepala desa di Kabupaten Gianyar memilih menunda pembangunan fisik memakai Dana Desa (DD). Kebijakan pembatalan proyek harus dilakukan meski direncanakan sejak lama.
Untuk diketahui, dalam dana desa, delapan persen dipakai untuk pembangunan. Jumlahnya berbeda-beda antara satu desa dengan yang lainnya, bergantung luas dan jumlah penduduk. Dengan alokasi ini, dana pembangunan tersebut digunakan untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Perbekel Belega, Blahbatuh, Trisnu Jaya mengantakan, pihaknya mengalihkan anggaran pembangungan gedung Bumdes senilai Rp 75 juta. Ia mengaku, hal ini dilakukan lantaran ia lebih mementingkan warga di masa pandemi.
"Jika situasi sudah pulih, saat itu pasti kami bangun. Penundaan ini juga atas kesepakatan bersama," ujarnya, Senin 1 Maret 2021..
Perbekel Kemenuh, Dewa Nyoman Neka juga mengaku mengalihkan dana pembangunan untuk penanganan Covid-19, yakni pembangunan Warung Desa senilai Rp 60 juta. Dalam rencananya, Warung Desa ini akan menampung hasil panen dan produk UMKM warga setempat. "Kami mau fokus dulu tangani pandemi," ujarnya.
Penundaan pembangunan dampak pandemi bukan hanya dilakukan pihak desa dinas, tetapi juga desa adat. Satu di antaranya, Desa Adat Saba. Desa ini memilih menunda sejumlah pembangunan di Pura khayangan Tiga yang sudah direncanakan pada tahun-tahun sebelumnya.
Dana yang tengah diperuntukan tersebut dialihkan ke penanganan Covid dan bantuan sosial ke masyarakat. "Sama dengan pemerintah, kami di desa adat juga mempending pembangunan di pura Khayangan tiga" ujar Bendesa Adat Saba, I Gusti Ngurah Mahendradinata.
Kata dia, meski berada di ranah adat, pihaknya merasa tidak elok untuk melakukan pembangunan di tengah kramanya banyak yang kesusahan. "Semua itu, mulai dari pura desa, puseh dan dalem prajepati, kami alihkan kepenanganan" jelasnya.
Kondisi masyarakat saat ini tidak bisa disepelekan. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Gianyar mencatat, selama pandemi Covid-19, ada sebanyak 721 tenaga kerja di Kabupaten Gianyar kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekretaris Dinas Disnaker Gianyar, Dewa Putu Kartana mengungkapkan, data tersebut sejak periode Januari sampai Desember 2020. Data diterimanya langsung dari perusahaan yang beroperasi di Gianyar.
"Ini catatan kami periode Januari-Desember 2020. Sesuai laporan perusahaan, jumlah sementara kami input secara online," ujarnya.
Potong Jam Kerja Pegawai
Terjun bebasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gianyar telah menjadi pembahasan oleh DPRD Gianyar sejak sepekan ini.
Bahkan Komisi III DPRD Gianyar yang membidangi anggaran, terus menggelar rapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Gianyar, untuk mencari jalan keluar dari keterpurukan ini.
Ketua Komisi III DPRD Gianyar, Putu Gede Pebriantara, mengatakan, pihaknya sudah rapat berkali-kali dalam mencari solusi mengenai PAD yang terpuruk ini. Pertama, kata dia, pihaknya diundang oleh Bupati.
"Jadi, pendapatan kita kan turun. Januari 2021 kita dapat Rp 14 miliar, Februari 2021 14 miliar. Padahal dulu, kita dapat itu sampai Rp 120 miliar per bulan. Sementara belanja wajib kita saja Rp 400 miliar sampai Rp 600 miliar," ujar Pebri.
Adapun solusi yang diberikannya saat itu adalah, Pemkab Gianyar harus melakukan penghematan besar-besaran. Hal ini juga disampaikannya saat rapat bersama semua OPD di Pemkab Gianyar.
"Kami menyarankan melakukan penghematan untuk belanja yang tidak wajib. Misalnya, untuk belanja ATK, belanja uang minyak, dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga menyampaikan skenario terburuk terkait penyelamatan perekonomian daerah, yaitu memotong upah pegawai kontrak atau tenaga harian lepas (THL), dan sejenisnya yang dibiayai APBD Gianyar. Sebab, anggaran untuk menggaji pegawai ini relatif besar, yakni sekitar Rp 147 miliar.
Menurut politikus PDIP asal Sukawati ini, pengurangan jam kerja pegawai dengan tujuan mengurangi beban APBD ini lebih humanis dibandingkan kabupaten lain. Sebab di Bali sendiri, sudah ada yang sampai merumahkan pegawai karena PADnya terpuruk.
"Daerah lain, dari awal sudah melakukan kebijakan untuk memotong gaji mereka dengan sistem memotong jam kerja. Kita juga harus melakukan itu, karena keuangan kita sudah tidak bisa. Itu saja sudah 147 Rp miliar. Kalau kita dapat Rp 14 miliar, belum lagi TPP 110 miliar. Itu (anggaran kita( sudah minus. Belum lagi belanja yang lain-lain, air, listrik itu," ujarnya.
Kata dia, hampir semua kabupaten besar di Bali pendapatannya sudah minus. Dan, yang paling terdampak adalah Badung, Gianyar, dan Denpasar. Kata dia, sudah duluan mengambil kebijakan memotong jam kerja.
"Syukur kita masih bisa bertahan kemarin. Kemarin, APBD 2020, Januari, Februari, dan Maret itu capaian kita luar biasa, Januari terealisasi 165 persen dari target, Februari 165 persen dari target, dan Maret meskipun Covid sudah ada, tapi kita masih bisa sampai 135 persen, sehingga kita bisa memberikan sembako pada masyarakat, dan pembangunan kecil-kecil. Terkait pembangunan besar itu, anggarannga banyak dari bantuan pusat yang harus kita laksanakan," ujarnya.
Namun ia menegaskan, pemotongan gaji atau jam kerja pegawai ini akan disarankan untuk dilakukan sebagai solusi terakhir.
"Kita pakai ini solusi terakhir. Kita di DPRD ketika berpikir, ketika kita tidak bisa membiayai (mengupah), daripada kita bekerja tidak dapat gaji, sehingga itu yang terjelek sekalipun. Kita hanya mempekerjakan setengah hari. Dari 8 jam kerja menjadi 4 jam kerja dengan gaji juga setengah. Kita tidak mau sampai memberhentikan atau merumahkan pegawai. Itu yang paling humanis bagi tyang," ujarnya.
Selain itu, sepekan lalu, pihaknya juga menggelar rapat dengan BPKAD Gianyar. Pihaknya menyarankan agar mencari celah-celah, dimana potensi pendapatan yang dulu tidak tergarap, saat ini harus digarap secara maksimal. Namun dengan catatan tidak membebankan masyarakat umum.
"Yang diatur dalam Peraturan Bupati, terkait pajak yang memang harus dipungut, ya itu kita harus pungut. Misalnya kos-kosan 10 kamar, warung besar, itu kita maksimalkan," ujarnya. (weg)