Memaknai Nyepi, Begini Penjelasan Ida Rsi Terkait Sasih Mala hingga Fenomena Ogoh-ogoh di Bali
Memaknai Nyepi, Begini Penjelasan Ida Rsi Terkait Sasih Mala hingga Fenomena Ogoh-ogoh di Bali
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Walaupun tidak erat kaitannya dengan Nyepi, tetapi ada hal yang memberikan kebanggaan kepada umat Hindu di Bali bahkan di Nusantara.
"Jadi sebenarnya apabila ogoh-ogoh ditiadakan, tidak ada hal baik-buruk dari segi agama Hindu di Bali," tegas beliau.
"Asalkan pengarakan ogoh-ogoh itu tidak untuk jor-joran, perkelahian dan sebagainya," tegas Ida Rsi.
Tradisi Lain dalam Pengerupukan
Ida Rsi juga menceritakan, sebelum hari raya Nyepi diumumkan sebagai hari libur nasional, ada tradisi unik serangkaian pangerupukan di Desa Sesetan dan Desa Pedungan di Denpasar Selatan.
Ada tradisi yang disebut 'Pangrupukan Pasawitran', yaitu saat pangerupukan masyarakat Sesetan dan masyarakat Pedungan, secara spontan atau dadakan membuat atraksi pawai dengan saling balas-membalas tetapi tertib dan sopan.
"Acara ini sudah dilakukan sebelum tahun 1975 ke bawah, dan berlanjut terus berturut turut," sebut ida.
Baca juga: Sambut Hari Raya Nyepi, ITB STIKOM Bali Gelar Pameran & Lomba Ogoh-ogoh Mini, Dibuka Wawali Denpasar
Acara tersebut biasanya mulai pukul 19.00 Wita.
Saat Pangrupukan Pasawitran digelar, masyarakat Sesetan membawa pawai pasangan pengantin; sedangkan masyarakat Pedungan membalas dengan pawai orang ngotonin.
Hal ini berlanjut sampai dengan upacara ngaben atau mamukur, hingga menjelang pagi.
Sehingga pagi saat Nyepi masyarakat bisa tidur pulas tidak melakukan kegiatan. (*)