Berita Bangli

Tradisi Pesamsaman Desa Adat Kubu Bangli Saat Sugihan Jawa, Upacara Penyucian Bagi Warga Usai Cerai

Bendesa Adat Kubu, I Nyoman Nadi mengungkapkan tujuan tradisi Pesamsaman karena leluhur di wilayah Kelurahan Kubu tidak menginginkan ada masyarakat

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Sejumlah warga yang bercerai saat melakukan upacara penyucian di depan candi bentar pura desa. Kamis (8/4/2021) 

Sebab warga yang telah sah bercerai secara hukum, namun belum mengikuti tradisi pesamsaman, maka yang bersangkutan masih dianggap suami istri secara adat.

“Kalau belum mesamsam, berarti warga tersebut masih dikenai ayahan mungkul. Sedangkan jika sudah bercerai dan sudah sah secara adat, maka yang bersangkutan dikenai ayahan balu.

 Selain itu, jika warga belum melaksanakan pesamsaman, maka ia tidak boleh menikah lagi. Termasuk bagi mereka yang cerai karena ditinggal meninggal,” jelasnya.

Denda Bagi Penggugat Cerai

Penyarikan Desa Adat Kubu, I Nengah Miasa menambahkan, dalam sidang adat, bendesa selaku pemimpin sidang akan meminta keterangan alasan perceraian dari masing-masing warga yang bercerai. Selanjutnya pembacaan awig dan perarem, serta pemutusan denda dari bendesa.

Denda yang dimaksud, lanjut Miasa, ada dua jenis.

 Pertama karena pasangan tersebut bercerai, dan kedua untuk biaya pemutus baos. Lebih lanjut diterangkan, besaran denda perceraian yakni Rp 1 juta.

Denda tersebut dibebankan pada pihak yang menggugat cerai.

 Sementara biaya pemutus wicara atau pemutus baos, nominalnya Rp 250 ribu yang juga dibebankan pada pihak penggugat cerai.

“Jadi total dendanya Rp. 1.250.000. Kalau dulu pakai jinah bolong (uang bolong). Untuk yang Rp. 1 juta, jika dibayar menggunakan pis bolong sebanyak 500 kepeng. Kalau yang Rp 250 ribu, sebanyak 125 kepeng.

Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, Peserta Pelatihan BLK Bangli Tahun 2021 Lampaui Kuota

Denda ini diberlakukan karena kita tidak menginginkan warga kita cerai. Namun karena dia melanggar perkawinan (cerai), maka dia dikenai denda. Termasuk bagi yang cerai mati, juga kena denda,” ucapnya.

Setelah sidang berakhir, para pasangan yang bercerai melakukan upacara penyucian di depan candi bentar pura desa dipuput Jero Mangku desa.

 Pasangan yang bercerai juga mematahkan (ngepeh) pis bolong yang bermakna pasangan tersebut telah berpisah.

 “Selanjutnya warga melakukan persembahyangan di Pura Puseh. Karena dulu saat menikah, dia sembahyang di Puseh menyatakan bahwa pasangan itu menikah. Sekarang saat menyatakan diri cerai, wajib juga mepiuning di Puseh,” tandasnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Bangli

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved