Berita Denpasar
Pihak Ashram Sri Khrisna Balarama Mandir Klaim Tempatnya Digunakan untuk Belajar Bhakti Yoga
Intinya, secara garis besar bahwa ashram itu adalah tempat belajar bhakti yoga. Dan setelahnya yang datang pulang ke rumah masing-masing.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
"Dengan sistem budaya dari luar. Dan banyak hal adat, tradisi, serta seni yang digeser oleh mereka," sebutnya.
Berbeda dengan ajaran Hindu Bali, yang memuja leluhur, bhatara-bhatari serta Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan menggunakan konsep Tri Kahyangan. Sedangkan ajaran tersebut lebih dengan konsep manusia yang dituhankan.
Konsep ini sangat jauh dengan Hindu Bali.
"Kemarin itu mereka meminta izin secara verbal, karena ada kematian itu," katanya.
Namun karena Hindu di Bali masih dalam semarak perayaan Galungan dan Kuningan. Sehingga apabila ada kematian tentu ada prosesinya tersendiri.
"Nah ini kan desa adat juga harus bertanggungjawab juga. Apalagi ini di luar krama adat. Ini harus dipantau. Kemudian kami melakukan sidak ke sana. Awalnya minta izin ngaben, makanya kami mengecek juga ke sana," jelasnya.
Apalagi di Kesiman ini, desa tua yang ada di Denpasar. Telah menjadi warisan tak benda untuk tradisi pangrebongan. Sehingga segala sesuatunya harus dilakukan dengan baik dan benar. Namun berdasarkan info yang meninggal tersebut, telah dikremasi di tempat lain.
Namun dari hasil sidak itu, ia menemukan bahwa banyak sekali orang dari luar krama adat Kesiman. Apalagi saat ada kegiatan bersama di ashram tersebut. Makanya dengan tegas dari desa adat menutup hal itu.
"Yang kita tegaskan adalah kita menutup terkait dengan aktivitas yang dilaksanakan non dresta Bali di sana," tegasnya.
Apabila ada perkara lain, semisal mereka melanggar IMB atau urusan ke ranah pidana maka hal tersebut bukan urusan Desa Adat Kesiman.
"Tetapi masalah laku atau tata laksana yang mereka lakukan itu lah, yang menjadi perhatian kami. Melanggar daripada adat kami," ucapnya.
Tindakan Selanjutnya
Pihak desa akan tetap memantau, dalam hal ini pecalang jika tetap ada aktivitas yang mendatangkan orang banyak sampai ada keputusan yang jelas.
"Kami akan bersurat lagi. Karena surat pertama sudah kami sampaikan kemarin. Sampai ketiga kalinya nanti, maka kami akan pertegas ke ranah kerta desa atau hukum adat," sebutnya.
Atau disebut juga pengadilan adat.
"Jadi kalau sudah sampai di sana, maka diputuskan apa yang harus dilakukan karena masuk wewidangan wilayah adat Kesiman," imbuhnya.
Karena secara hukum pasal 18b Pergub No. 4 Tahun 2019, terkait dengan desa adat jelas dan awig-awig juga jelas, dasar hukum positif itu dipakai adat untuk bergerak.
Namun ia berharap proses ini tidak sampai ke kerta desa.
"Kalau masuk ke kerta desa, jelas tindakannya sudah berbeda karena terkait masyarakat adat kami. Beda penanganannya. Tanggung jawab bersama dan sangat riskan," katanya. Karena kaitannya dengan 31 banjar adat di desa adat.
"Kalau sampai ada penolakan, tentu ada gejolak. Jangan sampailah. Makanya kami justru akan menangani dengan prajuru dulu. Karena banyak pengaduan dari masyarakat kami," ucapnya.
Jangan sampai ajarannya berbeda, tetapi malah mendompleng Hindu Bali.
Kemudian upacara juga beda.
"Ini yang digarisbawahi dan jauh menyimpang dari dresta desa adat kami. Yang kami permasalahkan adalah aktivitasnya. Aktivitas ashram dengan mendatangkan orang lalu melakukan pelatihan, doktrin, doa, dan lainnya," tegas Bendesa Adat Kesiman ini. Untuk itu, ia juga meminta agar banyak orang yang di sana agar kembali ke wilayahnya masing-masing.(*)
Artikel lainnya di Berita Denpasar