Serba Serbi

Meninggal Dunia karena Salah Pati, Ini Tata Cara Upacara Pitra Yadnya dalam Hindu Bali

Meninggal karena usia dan sakit. Kemudian salah pati, atau kecelakaan. Serta ngulah pati seperti bunuh diri.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti. 

Sedangkan kematian karena usia yang sudah tua atau sakit disebut meninggal yang wajar.

“Nah apabila kematian yang wajar, maka haruslah dilakukan prosesi ngaben. Kalau salah pati, memang tidak patut langsung diaben harus dipendem (dikubur) dahulu, begitu juga ngulah pati harus dipendem,” sebut beliau.

Itupun, kembali ada aturannya sesuai dengan ajaran Hindu di Bali.

Apabila, seseorang meninggal karena salah pati maka setelah dipendem selama 3 tahun baru bisa diaben.

Sementara ngulah pati, setelah dipendem selama 5 tahun baru bisa diaben.

“Antara salah pati dan ngulah pati ini, sepanjang melewati proses penebusan, maka bisa mengubah status yang meninggal salah pati atau ngulah pati menjadi kematian yang dianggap benar, dan diperbolehkan diaben,” jelas beliau.

Sedangkan apabila, seseorang meninggal secara wajar maka seyogyanya langsung melakukan prosesi ngaben.

Ida pedanda menjelaskan, bisa dipendem hanya saja dengan aturan di desa kala patra masing-masing.

Beliau menegaskan, apabila kematian wajar dan keluarganya tidak bisa melakukan upacara ngaben. Baik itu karena suatu kendala, semisal kendala finansial. Maka diperbolehkan, jenazahnya untuk dipendem.

Kemudian sesuai aturan, prosesi itu jika menggunakan tirta pangentas maka dalam kurun waktu 7 bulan minimal dan 3 tahun maksimal, harus sudah diaben.

 Jika tanpa tirta pangentas, maka layon atau jenazah itu dalam setahun sudah harus diangkat dari kuburan dan diaben.

Ini telah dilakukan sesuai adat tradisi turun-temurun dari warisan nenek moyang di Bali.

Sebab segala hal di Bali, ada aturan yang mengikatnya.

Ida pedanda melihat saat ini ada yang disebut makingsan di gni.

Makingsan di gni, biasa dilakukan apabila tidak ada hari baik untuk ngaben.

Atau karena alasan lainnya, semisal masalah finansial.

 “Makingsan di gni ini statusnya sama dengan mapendem, tapi melalui proses dibakar mayatnya,” jelas beliau. (*)

Artikel lainnya di Serba Serbi

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved