Berita Bali

Gelar Dharmatula, MKKBN Bahas Soal Polemik Pembubaran Sampradaya di Bali

“Ini adalah acara memohon doa restu dari para panglingsir, supaya nanti MKKBN ini dalam melaksanakan swadharma agama dan negara, mendapat restu

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Suasana diskusi MKKBN dengan para sulinggih, pemuka agama, akademisi dan lainnya di Denpasar, Sabtu 8 Mei 2021. 

Hal tersebut, kata dia, yang sudah tidak sesuai dengan keputusan SKB tersebut.

Ditambah lagi dengan tindakan yang dirasa cukup arogan, saat melakukan penutupan atau pembubaran sampradaya. 

Baginya, lebih baik melakukan dialog dan diskusi sebelum mengambil sebuah tindakan.

Apalagi jika hal itu dilakukan sesama semeton Bali, yang rentan menimbulkan konflik internal.

“Sampradaya bukan HK saja, ada saibaba dan lain sebagainya. Tetapi ini harus duduk bersama dulu,” katanya. 

Apalagi jika sama-sama beragama Hindu, tentu tidak elok dilihat saling bertengkar antar saudara. Jangan sampai, kata dia, karena ulah oknum akhirnya sesama saudara di Bali saling bertengkar.

Nurasa tidak takut, apabila dengan hal ini ia dianggap membela satu pihak. Sebab baginya, MKKBN ini hanya menjalankan swadharma agama dan swadharma negara.

 “Karena ada di tim kami ada advokasi hukum, tentunya melihat ketidakadilan dan kesewang-wenangan. Kami ingin meluruskannya dengan mengajak berdialog, supaya tidak saling bertengkar antar agama Hindu,” sebutnya.

Untuk itu, sebelum mengambil tindakan ia berharap ke depannya dilakukan dialog terlebih dahulu.

Baca juga: Dinilai Langgar Etika Prinsipil, Alasan MDA Bali Tutup Krisna Balaram Ashram

Apabila memang tidak ada etikat baik, maka baru terpaksa ditempuh jalur hukum. Sehingga semua ada jalurnya yang baik dan benar.

Dasar hukum MKKBN pun, kata dia telah memiliki legal standing dari Kemenkumham.

“Majelis ini hanya ingin meluruskan dan mendamaikan pertengkaran di lapangan,” katanya.

 Jika memang tidak ada jalan keluar, ada jalur lainnya yakni jalur hukum. Sehingga tidak main hakim sendiri.

“Yang jelas saya pribadi, Ketut Nurasa, kalau untuk menegakkan kebenaran. Saya single fighter pun berani. Sebab saya tidak bisa melihat ketidakadilan merajalela,” tegasnya.

Hal ini didukung Ida Pandita Dasa Daksa Nata Siwa Dharma Gini Nanda, dari Gria Taman, Blahbatuh, Gianyar.

Beliau mengatakan bahwa sangat menjungjung ajaran Siwa Budha. Laksana budha yang penuh welas asih, dalam membantu umat manusia.

“Semua perbuatan membawa karma, jadi sekala niskala harus berjalan seimbang,” kata beliau.

Intinya adalah bagaimana saling menolong, antar umat beragama. Sehingga mendatangkan kedamaian dan kesejukan di alam semesta ini. (*)

Artikel lainnya di Berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved