Berita Bali

Terungkap 97 Ribu Data ASN Fiktif, Sosiolog Unud Sebut Ada Indikasi Patologi Birokrasi

Tak tanggung-tanggung, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menemukan hampir 97 ribu data ASN di Indonesia adalah fiktif.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
tribunstyle
ilustrasi PNS - 97 Ribu Data ASN Fiktif, Sosiolog Unud Sebut Indikasi Patologi Birokrasi 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Data kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia amburadul, kabar puluhan ribu data pribadi ASN yang diduga fiktif alias palsu mencuat.

Tak tanggung-tanggung, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menemukan hampir 97 ribu data ASN di Indonesia adalah fiktif.

Hal ini mendapat sorotan dari Sosiolog Universitas Udayana (Unud) Bali, Wahyu Budi Nugroho.

"Boleh jadi, pihak yang paling disorot untuk persoalan ini adalah bagian kepegawaian, karena bagian kepegawaian memiliki fungsi utama dalam penyusunan formasi pegawai yang dibutuhkan, pengadaan, pengangkatan, pemberhentian, serta pensiun pegawai," kata Wahyu kepada Tribun Bali

Baca juga: BKN RI Temukan 97 Ribu Data ASN Fiktif, Kepala BKD Bali: di Pemprov Saya Pastikan Tidak Ada

Banyaknya data ASN fiktif bisa mengindikasikan beberapa hal.

Kata Wahyu, pertama, data yang tidak up to date terkait pegawai yang telah pensiun, meninggal, atau mengajukan pengunduran diri.

"Dalam hal ini, terdapat rantai birokrasi yang lemah atau terputus dari daerah atau unit-unit kerja ke pusat sehingga pemutakhiran data terhambat," katanya.

Kedua, Wahyu menuturkan adanya indikasi kecurangan atau penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum-oknum tertentu.

"Namun baik kedua indikasi di atas adalah bentuk patologi birokrasi atau penyakit birokrasi," ujar dia.

Menurutnya, birokrasi yang seharusnya efisien dan memiliki tugas untuk memperlancar peran berikut fungsi negara, justru menjadi tidak efisien dan membebani negara.

Dalam kajian sosiologis, salah satu karakter birokrasi adalah “formalitas ketat”, artinya segala sesuatu harus tercatat dan terdokumentasikan dengan baik.

Jika birokrasi tidak mampu melakukannya, maka ia bisa dikatakan sebagai birokrasi yang cacat atau sakit.

"Saya melihat, hal ini salah satunya disebabkan oleh proses “digitalisasi birokrasi” yang masih belum optimal di tanah air," sebutnya.

"Mungkin data-data ASN memang sudah terunggah, tetapi untuk terhubung satu sama lain belum. Harus diakui, kita memang masih berhadapan dengan persoalan keamanan digital," imbuh Wahyu.

Baca juga: Aktivitas PNS Terpantau Setiap Hari, BKSDM Klungkung Pastikan Tidak Ada Data ASN Fiktif di Klungkung

Di sisi lain, hal ini bisa juga disebabkan oleh masih kurangnya kapasitas pegawai dalam penguasaan teknologi informasi.

Dapat dibayangkan, terdapat persoalan kesenjangan generasi yang kini juga kita hadapi, antara generasi milenial yang begitu melek teknologi, dengan generasi sebelumnya yang baru mulai belajar atau membiasakan diri dengan teknologi informasi.

Pemutakhiran data secara digital oleh masing-masing ASN seperti yang dilakukan pada tahun 2014 bisa jadi memang menjadi solusi, tetapi pihaknya melihat hal ini juga menyulitkan ASN-ASN yang sudah berumur, karena mereka harus mencari kembali dokumen-dokumen yang sudah lama tidak tersentuh.

"Mungkin jika pelaporan ini dilakukan oleh koordinator unit kerja, terutama bagian kepegawaian, akan jauh lebih memudahkan, dengan syarat, segala dokumen yang diperlukan memang telah terarsipkan dan terdigitalkan dengan baik, serta para personelnya memang kredibel," pungkasnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved