Berita Jembrana

Relokasi Sampah Sistem Sanitary Landfill di Jembrana Masih Ada Penolakan Warga

Relokasi sampah dengan sistem sanitary landfill yang dilakukan di lahan milik warga, masih mendapat penolakan warga.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Noviana Windri
ist
Sidak Komisi III DPRD Jembrana, Selasa 8 Juni 2021 

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Relokasi sampah dengan sistem sanitary landfill yang dilakukan di lahan milik warga, masih mendapat penolakan warga.

Hal ini diketahui, usai dilakukan sidak oleh Komisi III DPRD Jembrana, Selasa 8 Juni 2021.

Sejatinya, sistem sanitary landfill merupakan solusi mengurangi tumpukan sampah di TPA Peh. Selanjutnya, juga untuk memperpanjang umur penggunaan TPA.

“Pada prinsipnya komisi III mendorong program ini melihat kondisi TPA saat ini yang terus menggunung,” ucap Ketua Komisi III DPRD Jembrana, Dewa Putu Mertayasa.

Mertayasa mengakui, bahwa sebelum kegiatan sidak sudah dilakukan rapat kerja terkait relokasi sampah lama yang menumpuk di TPA ke lahan eks galian C milik warga.

Sampah di TPA Mandung Meluber, Sekda Tabanan Akan Panggil OPD Terkait Besok

Ini Tanggapan Kadis DLH Gianyar Soal Keluhan Perbedaan Pendapatan Petugas di TPA Temesi

TPA Sente Rentan Terbakar di Musim Kemarau, DLHP Klungkung Pasang Rangkaian Pipa di Tumpukan Sampah

Kurang lebih ada sekitar 39 warga yang lahannya dimanfaatkan sebagai sistem sanitary landfill. Namun, masih ada enam orang yang belum setuju.

Sedangkan untuk relokasi di uji coba menggunakan lahan 10 are.

Sedangkan lahan eks Galian C sendiri luasnya 10 hektar.

Menyangkut anggaran pun, di awal besarannya sekitar Rp 200 juta.

“Tadi kami bertemu dengan empat orang warga yang menolak dan memastikan akan terus kami kontrol dan aman bagi warga,”  kata Dewa Putu Mertayasa.

Sementara itu, salah seorang warga, I Ketut Sudika, mengatakan bahwa mendukung relokasi yang dilakukan.

Tidak sedikit warga memohon tanahnya bisa diurug sampah, dan ranah itu menjadi subur.

Hanya saja, warga masih menunggu uji coba pertama dengan luasan laga 10 are ini.

“Kalau memang sesuai kami menerima. Dan nantinya tetap harus ada ijin banjar,” ungkapnya.

Kepala Dinas LH Jembrana, I Wayan Sudiarta mengatakan, masih adanya penolakan itu karena memang warga ragu karena ketidaktahuan teknologi yang digunakan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved