Wawancara Tokoh

Bincang dengan Kepala PPATK Dian Ediana Rae, Dian: Kita Instingnya Praduga Bersalah

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menegaskan tugas pokok dan fungsi lembaganya

Tribunnews.com / Syahrizal Sidik
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya sampai dengan hari ini belum menemukan transaksi sebesar Rp 2 triliun terkait sumbangan penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan - Bincang dengan Kepala PPATK Dian Ediana Rae, Dian: Kita Instingnya Praduga Bersalah 

Makanya kalau ada kasus seperti ini harus kita tangani dan amati betul.

Misalnya kalau yang menyumbang 10 konglomerat terbesar Indonesia nyumbang sejumlah uang.

Tidak akan jadi isu karena orang tahu profiling mereka sudah pas.

Duit mereka banyak dan keuntungan korporasi juga besar.

Masyarakat juga tidak akan mempersoalkan.

Dalam regulasi di negeri kita apakah mungkin seorang pejabat negara menerima sumbangan Rp 2 triliun?

Saya kira jelas tidak karena pertama ini yang saya sebut tadi PEPs tidak boleh menerima yang dikategorikan gratifikasi.

Kalau pejabat menerima sudah pasti tidak boleh.

Yang kedua kalau secara kelembagaan itu juga tidak boleh karena bukan tupoksinya. Jadi memang harus sesuai.

Kalau departemen sosial menerima sumbangan BNPB, dan satgas Covid-19 mungkin tidak menjadi isu.

Apakah PPATK punya tupoksi untuk berkoordinasi dengan lembaga keuangan yang ada di luar negeri terkait yang seperti ini?

PPATK punya instrumen yang namanya IFTI (International funds transfer instruction) data.

Jadi kami bisa mendeteksi keluar masuk uang dari Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya dalam jumlah berapa pun, tidak usah Rp 2 triliun.

Seandainya kita butuh bantuan lembaga keuangan negara lain.

Kita memiliki jaringan hampir 163 negara yang terkait lembaga intelijen keuangan dan saya juga ada di dalamnya.

Sebagai kepala PPATK, respons Bapak mendengar ada transaksi Rp 2 triliun?

Sebagai lembaga intelijen keuangan instingnya bukan praduga tak bersalah.

Kita instingnya praduga bersalah.

Kita bersikap hati-hati, sambil melihat ke factor-faktor mencurigakan.

Memastikan, segala sesuatu berjalan dengan peraturan perundang-undangan.

Begitu saya dengar angka Rp 2 triliun dan ketidaksesuaian dengan profil serta terkait pejabat negara, itu sudah otomatis kita harus turun.

Kalau tidak turun malah menurut undang-undang saya bersalah.

Masyarakat juga perlu memeroleh informasi sejelas-jelasnya mengenai aspek yang terkait perkembangan.

Kita sangat cepat begitu berita masuk kita langsung masuk juga melakukan analisa.

Apakah PPATK sudah menelurusi uang keluarga Akidi Tio yang disebut berada di Bank Singapura?

Masalah koordinasi saya tidak berasumsi ini kebijakan polisi sebagai suatu lemabaga atau kebijakan Kapolri sehingga mereka perlu berkoordinasi dengan kita.

Yang kedua memang pada hakikatnya PPATK bisa langsung masuk tanpa ada perintah siapa pun.

Kita ini lembaga independen dengan kewenangan perundang-undangan, kalau ada yang perlu diklarifikasi tentu saja PPATK secara langsung menganalisis.

Nanti pada ujungnya kita serahkan ke Kapolri untuk dilakukan langkah diperlukan, misalnya terkait dengan persoalan hukum nantinya.

Baca juga: Anak Akidi Tio Tersangka, Padahal Kenalannya Bilang Uang 2 Triliun Itu Ada dan Yakin Akan Cair

Hasil penelusuran PPATK apakah Akidi Tio termasuk deretan konglomerat di Indonesia?

Coba saja tanya kepada kita semua.

Apakah Akidi Tio pernah masuk jajaran 10 besar majalah Forbes. Apakah pernah tercatat pembayar pajak terbesar.

Itu kan sebenarnya mudah saja kita mencari kesimpulan.

Ini yang kita anggap sampai hari ini ada ketidaksesuaian profil antar penyumbang dengan kondisi keuangannya.

Hal ini memang perlu kita tuntaskan sehingga mendapatkan jawaban clear.

(tribun network/reynas abdila)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved