Serba serbi
Mitologi Saraswati dan Hakekat Kebodohan Dalam Kisah Hindu
Perayaan hari suci Saraswati bukan hanya perayaan untuk anak sekolah. Namun hari suci ini memiliki makna yang sangat utama, di dalam kehidupan umat
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Raja Dang Hyang Kulagiri, yang pergi ke hutan untuk bertapa lama tidak kembali.
Hingga Dewi Sinta yang hamil, melahirkan anak bernama Raden Wudug atau Redite.
Suatu hari anak ini pun pergi dari kerajaan itu, karena sakit hati setelah dipukul sang ibu dengan alat pengaduk nasi.
Pukulan itu membuat kepala sang anak mengeluarkan darah, dan menimbulkan luka di kepala serta hatinya.
Dewi Sinta dan Dewi Landep sangat sedih atas kepergian putranya ini.
Raden Wudug yang mengembara hingga ia dewasa, tentu melupakan banyak kenangan masa kecilnya.
Termasuk kenangan dipukul sang ibu hingga meninggalkan bekas luka di kepalanya.
Ia juga sejatinya mencari sang ayah, yang tidak ditemukan dari masa ke masa.
Raden Wudug kemudian bertapa di gunung, dan mendapatkan anugerah dari dewata.
Ada beberapa versi kisah mitos ini, diantaranya ada yang menyebutkan bahwa Raden Wudug lahir di atas batu sehingga namanya dikenal I Watugunung.
Ada pula yang menyebutkan, bahwa karena tapa bratanya di hutan dan gunung maka ia dianugerahi kesaktian dan diberi nama I Watugunung atau Sang Watugunung.
Kala itu, ia mendapatkan anugerah kesaktian bisa mengalahkan 27 orang raja sesuai dengan permohonannya kepada dewa.
Di sinipun ada berbagai versi, ada yang menyebutkan Dewa Siwa dan ada yang menyebutkan bahwa anugerah tersebut diberikan oleh Dewa Brahma.
Tentu saja setiap kekuatan memiliki kelemahan, begitu juga dengan kekuatan Sang Watugunung. Disebutkan bahwa dari kekuatan dahsyatnya, ia bisa dikalahkan oleh seseorang yang bertriwikrama atau berwujud kura-kura.
Watugunung yang jumawa dengan kekuatannya, keluar masuk desa guna membuktikan kesaktiannya. Kekuatan tanpa pengetahuan yang mumpuni, dan akal budi serta nurani membuat Watugunung lupa diri.