Serba serbi
Alas Metapa, Wisata Spiritual di Bangli Tempat Dalem Tarukan Bertapa
Tak hanya wisata alam dan berbagai wahana serta akomodasi, namun Bali juga kaya akan wisata spiritual atau wisata religi.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Berbicara Bali memang tidak bisa lepas dari citra sebagai destinasi wisata.
Tak hanya wisata alam dan berbagai wahana serta akomodasi, namun Bali juga kaya akan wisata spiritual atau wisata religi.
Sebab ada ribuan pura di Pulau Dewata, yang tersebar di setiap penjuru hingga ke pelosok.
Satu di antaranya adalah wisata panglukatan, dimana airnya dari sumber mata air bawah tanah hingga dari batu.
Baca juga: Badung Raih Dua Penghargaan Desa Wisata di Ajang Trisakti Tourism Award 2021
Alas Metapa, merupakan salah satu di antara wisata religi yang wajib dikunjungi saat ke Bali.
Dengan sekitar 11 pancoran di lokasi malukat, destinasi ini adalah saksi bisu tempat bertapanya Dalem Tarukan.
Lokasinya terletak di lembah Alas Tapa, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli.
Airnya dingin dan sejuk, sesuai dengan kontur alam di sana yang memang masuk dataran tinggi.
Apalagi dekat dengan wilayah Besakih dan Kintamani.
Baca juga: Badung Cari Regulasi Bantu Obyek Wisata, Kesulitan Pakan Kera di Sangeh dan Uluwatu
Wayan Suyasa, Sekretaris Desa Peninjoan, mengaku tidak tahu pasti sejak kapan lokasi panglukatan ini telah ada.
"Namun dipugar dan ditata ulang lagi oleh desa bersama subak setempat tahun 2018," sebutnya kepada Tribun Bali, Selasa 31 Agustus 2021. Lokasi ini, kata dia, telah ada turun-temurun dan diceritakan oleh para tetua atau panglingsir di sana.
"Bahkan sudah ada sejak zaman Ida Dalem Tarukan, dan beliau konon sering bertapa atau beryoga di sini," sebutnya.
Secara umum, ia menyebutkan bhatara-bhatari yang berstana di sana salah satunya adalah Ida Dewi Danu.
Kemudian lebih spesifik, dari masing-masing 11 pancoran di lokasi malukat juga ada yang berstana di sana.
Di antaranya ada Tirta Bulan, Tirta Julit, Tirta Alas Metapa, Tirta Surya, Tirta Barong, dan sebagainya.
Destinasi wisata spiritual ini dibuka setiap hari, namun di tengah situasi pandemi tentu dibatasi dengan protokol kesehatan.
Tata cara malukat, mulai dari pancoran paling barat sesuai dengan yang sudah ada di papan tulis.
"Kalau baru pertama kali datang, bisa menghaturkan pejati. Namun bawa canang juga tidak masalah, yang penting ikhlas," ujarnya.
Kemudian canang lainnya dihaturkan di setiap pancoran yang ada sembari malukat.
Ada kolam mata air di sebelah lokasi pancoran panglukatan, dan kolam itu disengker (dipagari) oleh aparat desa.
Tujuannya, kata dia, untuk keamanan pengunjung serta menjaga kesakralan dan kesuciannya.
Sebab di dalam kolam yang jernih itu, merupakan sumber mata air suci dan bagian dari Alas Metapa.
Apalagi di beberapa bagian kolam, terdapat bagian yang cukup dalam sehingga berbahaya jika ada anak kecil yang main di dekat sana.
"Di dalam kolam ada klebutan yang sangat dalam," tegasnya. Secara pasti ia belum tahu ukuran dalamnya, hanya saja di beberapa tempat bambu ukuran 8 meteran habis saat dimasukkan ke dalam kolam itu.
Pantangannya, apabila pamedek dalam keadaan cuntaka tentu dilarang memasuki area suci ini.
"Apalagi banyak sosok suci yang berstana di lokasi tersebut, seperti sosok naga dan pertapa lingsir di sana secara niskala," ujarnya.
Di dekat lokasi juga ada campuhan, atau pertemuan beberapa aliran sungai.
Seperti sungai Banyumas, Julit dan sebagainya. Ia berharap masyarakat tetap menjaga kebersihan dan kesucian pura, dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tetap menjaga sopan-santun.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Bali, disebutkan pula bahwa Alas Metapa memang dijadikan lokasi bertapa atau beryoga oleh para ahli spiritual sejak zaman dahulu.
Sebab konon para tokoh spiritual masa lampau, percaya dengan rajin bertapa atau yoga mampu meningkatkan spirit dan energi baik sehingga bisa moksa.
Banyak orang yang datang dan percaya, bahwa malukat ke Alas Metapa ini mampu menolak bala dan memberi kesejahteraan.
Sehingga mata air ini juga digunakan masyarakat untuk melasti, nunas tirta dan sebagainya.
Karena air di sana dipercaya berkhasiat, maka banyak warga yang membawa air tersebut pulang ke rumah.
Tentunya ika mencari air harus menggunakan kamen dan selendang, membawa jerigen bersih dan tidak dalam kondisi cuntaka.
Sebelas pancoran di sana, berasal dari mata air sungai yang berbeda-beda, yang kemudian dibuatkan satu aliran lokasi panglukatan.
Diantaranya seperti Tirta Alas Tapa, Tirta Bulan, Tirta Matahari, Tirta Parasmalam, Tirta Dedari, Tirta Banyumas, Tirta Barong, Tirta Sudamala, Tirta Tunggang, Tirta Blutbut, Tirta Mampeh.
Tata cara malukat, dimulai dari pancoran sebelah barat dan berakhir di timur. (*)
Artikel lainnya di Serba serbi