Berita Jembrana

Pahitnya Hidup Made Profil, Makan Nasi Aking, Putus Sekolah, Kini Jadi Pengusaha Properti Jembrana

Pahitnya hidup Made Profil, makan nasi aking, putus sekolah, kini jadi pengusaha properti Jembrana

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Budiarti
(Tribun Bali/I Made Ardhiangga).
Made Profil saat ditemui di kantornya, Kabupaten Jembrana, Bali, Rabu 27 Oktober 2021. Pahitnya hidup Made Profil, makan nasi aking, putus sekolah, kini jadi pengusaha properti Jembrana. 

Usai putus sekolah, sambungnya, ia pun bekerja sebagai asisten tukang. Ia ikut proyek membuat kantor Pengadilan Negeri di kawasan Pusat Pemerintahan (Puspem) Pemkab Jembrana saat ini.

Dari hasil itu, akhirnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari membantu ibu dan membeli alat ukir. Diakuinya, mengukir ialah skill atau keahlian yang dirinya punya.

Akhirnya ia mendalami dengan mengikuti kursus ikut di kawasan Lelateng, juga ikut les mengemudi.

“Saya ketika sudah fasih mengukir dan mengemudi akhirnya pindah ke Badung. Di sana kerja sama orang.

Ya ngukir dan akhirnya ikut sebagai sopir sekitar tahun 2000 sampai 2006-an. Tapi karena kewajiban adat jadi harus pulang.

Dan menikahlah pada 2007. Saat urusan adat tidak bisa dibayar, maka pulang dan bekerja mengukir di kampung sini,” ungkapnya.

Setelah balik ke kampung, ia pun mengaku melayani jasa ukir di rumah. Akan tetapi, ada insting bisnis supaya tidak hanya ukir.

Akhirnya, ada peluang yang dilihatnya dari kunjungan ke Kabupaten Karangasem.

Pada saat itu ada saudaranya menikah, di sana ia melihat bahwa ada bahan baku berupa kayu nangka untuk pembuatan sanggah.

Nah, kebetulan, di Kabupaten Jembrana kayu nangka tidak terlalu laku. Peluang itulah yang akhirnya ia ambil.

Baca juga: Dengan Modal Rp 120 Ribu,Pengusaha Muda Ini Kini Raup Rp 150 Juta per Bulan dari Penjualan Ice Cream

Dari satu gudang ke gudang lain. Dari Kecamatan Pekuatatan hingga ke Melaya, ia kumpulkan kayu nangka dan dijualnya ke Kabupaten Karangasem.

“Saat itulah modal terkumpul. Akhirnya saya membuka usaha mebel. Mebel saya jual ke teman pariwisata yang dulu saya kenal dari jadi sopir.

Dari situlah kemudian, saya ada sekitar tiga sapi, yang kemudian saya barter dengan mesin pemotong kayu.

Akhirnya berkembang menjadi mebel dan pemotong kayu yang sudah diserut dan memiliki nilai lebih.

Saya lebarkan sayap dengan bisnis material dengan membeli truk. Tapi gagal, akhirnya truk saya jual. Akhirnya fokus dari 2008 sampai 2014 di mebel,” paparnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved