Berita Politik
Politisi Bali Gede Pasek Suardika Nyatakan Mundur dari Posisi Sekjen DPP Partai Hanura
Politikus gaek asal Bali, Gede Pasek Suardika alias GPS memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kader dan Sekretaris Jenderal DPP
Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kejutan politik terjadi di peringatan Sumpah Pemuda ke-93 tahun, Kamis 28 Oktober 2021.
Pasalnya, Politikus gaek asal Bali, Gede Pasek Suardika alias GPS memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kader dan Sekretaris Jenderal DPP Hanura.
Keputusan itu sendiri diumumkannya melalui surat terbuka yang ada di akun Facebook pribadinya pada Kamis pagi tadi.
Dalam surat terbukanya yang diajukan kepada para pengurus DPP, DPD, DPC, PAC dan kader Hanura seluruh Indonesia, ia menyebut bahwa pengunduran dirinya tersebut telah disampaikan secara lisan kepada Ketua Umum DPP Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO).
Baca juga: GPS Klaim Hanura Menang 90 Persen di Pilkada Serentak se-Bali, Kaget Saat Kalah di Jembrana
GPS menyebut bahwa surat terbuka yang diunggahnya tersebut menjadi kelanjutan dari penyampaian secara lisan pengunduran dirinya tersebut.
“Bersama ini saya ingin menyampaikan pengunduruan diri secara terbuka sebagai Sekretaris Jenderal Partai Hanura dan surat resmi permohonan pengunduran diri sudah saya sampaikan kepada Ketua Umum. Surat resmi ini merupakan kelanjutan penyampaian secara lisan saya kepada Ketua Umum di waktu sebelumnya,” tulis dia.
Politikus asal Buleleng itu juga menyampaikan bahwa selama bergabung dengan Hanura dan menjadi Sekjen DPP menurutnya banyak suka dan duka yang dialami.
Oleh sebab itu, dirinya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan, kelemahan dan segala hal yang dilakukannya selama menjalankan tugas kepartaian.
Pun begitu, ia menyebut bahwa hengkangnya dirinya dari Hanura bukan berarti memutuskan tali silaturahmi dan kemanusiaan dengan kader partai tersebut.
“Saya berdoa semoga Partai Hanura semakin berkembang dan maju ditangani oleh kader-kader lain yang dilihatnya sangat banyak berpotensi dan berkualitas,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahwa dalam dunia politik, menurutnya berjalan secara dinamis.
Pasalnya, lanjut GPS, berpolitik adalah bagaimana menjalankan ide dan gagasan politik secara maksimal.
Jika itu tidak berjalan, maka perlu diberikan kesempatan yang lain untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan.
Sementara, dalam tulisan pengantar surat tersebut ia mengaku bahwa sengaja memilih mundur saat peringatan Sumpah Pemuda.
Baca juga: DPRD Klungkung Tambah 1 Fraksi, Pindah dari Hanura, Demokrat dan Perindo Bergabung
Karena menurutnya, momentum Sumpah Pemuda adalah momentum untuk berani mengambil sikap.
“Sikap tidak terjebak dalam kenyamanan, sebab pergerakan akan bernilai perjuangan ketika kita berani mengambil pilihan dan keputusan sulit di tengah kenyamanan,” paparnya.
Selain itu, ia menambahkan bahwa berpolitik bukan hanya bicara jabatan, namun ada ruang perjuangan ide dan gagasan yang diperjuangkan.
Sehingga momentum sumpah pemuda menurutnya sebuah momentum untuk berani mengambil sikap. Yaitu sikap tidak terjebak dalam kenyamanan.
“Hari ini saya telah menyampaikan secara terbuka jika mundur dari Partai Hanura dan juga sebagai Sekjen. Sebuah jabatan yang pertama kali bisa dipegang oleh orang Bali di level nasional,” tulisnya.
Namun, saat dikonfirmasi lebih lanjut, ia membenarkan pengunduran dirinya tersebut.
Tetapi, GPS memilih tidak mau menjawab secara gamblang alasan utamanya mundur dari Hanura.
“Nanti saja ya,” singkatnya.
Untuk diketahui, sebelum masuk ke politik, Gede Pasek adalah seorang jurnalis yang bekerja di Surabaya.
Kemudian dia melanjutkan karirnya sebagai advokat kenamaan.
Banyak kasus yang berhasil diselesaikan oleh pria yang akrab disapa Pasek ini berkat sikapnya yang berani, kritis, dan sering melawan arus.
Baca juga: Kencangkan Konsolidasi di Daerah, Hanura Harap Parliamentary Threshold Pileg Mendatang Tak Naik
Di dunia hukum, karirnya begitu cemerlang, hingga membuat namanya banyak diperbincangkan.
Ia dikenal sebagai konsultan pilkada di Bali yang banyak menorehkan sukses bagi kepala daerah yang mencalonkan diri.
Namun sebelum dikenal di ranah hukum, Pasek merupakan aktivis yang malang melintang di berbagai organisasi.
Kemampuannya dalam beropini dan menganalisa mampu membawa lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini duduk sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dari fraksi Demokrat.
Tak hanya sekedar duduk, ia juga merupakan ketua DPP Partai Demokrat departemen Pemuda dan Olahraga tahun 2010-2015.
Pemilu legislatif tahun 2014 merupakan titik navigasi baru bagi pria yang pernah menjadi pemenang piagam Penghargaan dari Kepolisian Daerah Bali atas partisipasi sebagai pengawas eksternal dalam proses penerimaan calon Taruna AKPOL dan BINTARA Polri TA tersebut dengan menjadi seorang senator dengan mengantongi 132.887 suara.
Pasek menjadi pengurus inti Partai Demokrat, saat sahabat akrabnya yaitu Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat hasil Munas di Bandung
Bahkan pasangan Anas-Pasek seperti duet maut di langit perpolitikan Indonesia, saat partai politik berlambang Mercy itu di puncak kejayaannya beberapa tahun silam.
Pasek adalah orang dibalik kemenangan sejumlah kepala daerah, khususnya di Bali.
Puncaknya adalah mengantarkan kemenangan pasangan SBY-JK pada pilpres 2004 di Bali.
Banyak ide dan masukan suami Evie Lestari Andajani yang menjadi keputusan penting Partai Demokrat saat dia masih memiliki relasi dan loyalitas yang baik dengan SBY.
Termasuk duduknya SBY sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat antara lain bermula dari usulan Pasek.
Pada pertengahan September 2013, Pasek dicopot jabatannya dari Ketua Komisi III DPR karena ikut serta dalam organisasi masyarakat sekaligus menjabat sebagai sekretaris jenderal yang dibentuk Anas Urbaningrum yaitu Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).
Namun, badai yang menerpa partai mercy membuat Pasek memilih menjaga kesetiakawanan ketimbang merapat pada kekuasaan.
Bersama Anas, Pasek mendirikan Persatuan Pergerakan Indonesia (PPI).
Jalan politik Pasek mulai berbeda dengan Partai Demokrat.
Maka Pasek mulai menjaga jarak dengan Partai Demokrat hingga akhirnya berpisah pasca kongres Surabaya.
Ia juga dipecat dari keanggotaan Partai Demokrat karena masalah yang sama.
Setelah keluar dari partai Demokrat, Pasek kemudian masuk ke partai Hanura.
Pada 3 November 2018 Gede Pasek Suardika mengundurkan diri dari posisi ketua badan pemenangan pemilu (Bappilu) di Partai Hanura.
Mantan anak buah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Demokrat itu, menyampaikan pengunduran dirinya melalui surat bertanggal 3 November 2018.
Dalam suratnya, Pasek yang saat itu duduk sebagai Anggota DPD RI dari Bali membeberkan tiga alasannya mundur dari posisi ketua Bappilu Hanura.
Pertama, karena kesibukannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan agenda pribadi.
Kedua, mantan ketua Komisi III DPR itu juga mengaku tak mampu menyesuaikan diri dengan pola kerja Bappilu partai yang saat ini dipimpin oleh Oesman Sapta Odang (OSO).
Alasan ketiga adalah peran Bappilu Hanura dalam hal mengusung calon anggota legislatif (caleg) tak maksimal.
Pada 23 Januari 2020, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menunjuk Gede Pasek Suardika sebagai Sekretaris Jenderal Partai Hanura masa bakti (2019-2024).
Adapun Gede Pasek Suardika menggantikan posisi Sekretaris Jenderal yang dulu dijabat oleh Herry Lontung. (*)
