Serba Serbi

Sugihan Jawa Bertepatan dengan Tilem Kalima, Apa Persembahan yang Dihaturkan?

Banyak orang yang mengatakan jika Sugihan Jawa hanya dirayakan oleh orang Bali keturunan Majapahit

Penulis: Putu Supartika | Editor: Karsiani Putri
Tribun Bali/Rizal Fanany
ILUSTRASI- Umat Hindu yang tengah bersembahyang 

Dinamakan sugihan jawa karena merupakan hari suci bagi para Bhatara untuk melakukan rerebu di sanggah dan parahyangan, yang disertai pangraratan dan pembersihan untuk Bhatara dengan kembang wangi.

Orang yang memiliki kemampuan dalam hal tatwa akan melakukan yoga semadhi, pendeta akan melakukan pemujaan tertinggi karena Bhatara pada hari ini turun ke dunia diiringi oleh para Dewa Pitara untuk persembahan hingga Galungan nanti. 

Baca juga: Jerinx SID Jadi Duta Anti Narkoba, Berawal dari Lagu Barisan Badai yang Dicipta di LP Kerobokan

Baca juga: KPK Periksa Dewa Nyoman Wiratmaja Besok, Kasus Dugaan Suap Pengurusan DID Tabanan Tahun 2018

Rerebu atau marerebon ini bertujuan untuk menetralisir kekuatan negatif yang ada pada alam semesta atau Bhuana Agung.

Untuk persembahannya lebih lanjut dikatakan:

Pakreti nikang wwang, sasayut mwang tutwang, pangarad kasukan ngaranya. 

Sesajennya, yaitu sesayut tutwan atau pangarad kasukan.

Selain itu, Sugihan Jawa ini juga bertepatan dengan Tilem Kalima.

Tilem merupakan perayaan bulan gelap sedangkan Anggara Kasih Dukut dirayakan setiap Selasa Kliwon wuku Dukut.

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa, pemujaan kepada gelap atau Tilem ditujukan kepada Dewa Siwa.

Ia mengatakan, dalam Jnana Sidantha disebutkan di dalam matahari ada suci, di dalam suci ada siwa, di dalam siwa ada gelap yang paling gelap.

Baca juga: Karakter Monyet di Pura Uluwatu Mulai Berubah, Sumerta: Masuk ke Pura Hingga Ganggu Umat Sembahyang

Baca juga: Mitos Bunga Gumitir Tidak Boleh Dipakai Sembahyang

Hal itulah yang menyebabkan tilem mendapatkan pemuliaan.

Guna mengatakan di daerah Bangli ada Pura Penileman, dimana setiap Tilem dilakukan pemujaan di sana.

"Di Pura Penileman dilakukan pemujaan kepada Siwa, karena ada warga masyarakat yang nunas (meminta) pengidep pati atau sarining taksu jelas sudah Siwa. Bukti arkeologis ada arca Dewa Gana yang merupakan putra Siwa,” katanya.

Sehingga dalam konteks kebudayaan di Bali yang dimuliakan bukan bulan terang saja atau Purnama, tapi gelap yang paling gelap juga dimuliakan.

Baca juga: Godaan Sang Hyang Kala Tiga Sebelum Galungan Menurut Kepercayaan Hindu

Baca juga: Galungan Sebentar Lagi, Segera Siapkan Sarana Upakaranya

Sementara itu, dalam buku Sekarura karya IBM Dharma Palguna halaman 9 dikatakan kepada kita para Guru Kehidupan (dan Guru Kematian) mengajarkan agar menghormati gelap, tidak kurang dari hormat pada terang.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved