Berita Bali
DPRD Bali Soroti Proyek Shortcut yang Minim Libatkan Tenaga Kerja Lokal,Sebut Akan Sidak ke Lapangan
Namun nyatanya hingga saat ini baru dua warga lokal di Desa Gitgit yang dipekerjakan dalam mega proyek senilai Rp 145.5 Miliar itu
Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Proyek pembangunan shortcut atau jalan baru batas kota Singaraja-Mengwitani titik 7A, 7B, 7C dan titik 8 telah dimulai sejak September lalu.
Namun nyatanya hingga saat ini baru dua warga lokal di Desa Gitgit yang dipekerjakan dalam mega proyek senilai Rp 145.5 Miliar itu.
Hal ini membuat warga setempat mengancam bakal mengadukan hal tersebut ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi III DPRD Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana alias Gung Adhi mengaku pihaknya akan segera melakukan atensi terkait hal tersebut.
Baca juga: Sang Anak Dikabarkan Jadi Tersangka Suap DID Tabanan, Ketua DPRD Bali Tak Mau Banyak Komentar
Salah satunya dengan mempelajari situasi yang terjadi di wilayah tersebut. Apalagi, menurutnya proyek tersebut baru berjalan selama dua bulan.
"Komisi III akan coba mempelajari situasi mengingat proyek juga baru berjalan 2 bulan," ucapnya, Rabu 17 November 2021.
Politikus PDIP ini juga menyebutkan bahwa Komisi III DPRD Bali jika diperlukan pihaknya akan turun ke lapangan untuk memantau situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan.
"Kalau perlu kita akan turun ke lapangan secara langsung untuk memantau situasi sebenarnya," ucapnya.
Pun juga saat disinggung apakah DPRD Bali akan memanggil pihak kontraktor ataupun perwakilan warga untuk duduk bersama menjelaskan permasalahan tersebut, pihaknya mengatakan hal tersebut belum perlu dilakukan, mengingat pihaknya akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pihak Kementerian PUPR sebagai yang menangani proyek itu.
"Kita atensi saja dulu melalui PUPR, dan kalau perlu kita turun ke lapangan," ungkapnya.
Gung Adhi juga mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya sejak awal sudah mengingatkan jauh hari sebelum pelaksanaan proyek tersebut untuk menggunakan tenaga kerja lokal.
"Komitmen pemerintah provinsi Bali jelas, dan bahkan sebelum peletakan batu pertama kami komisi III sudah menyampaikan atensi terkait pelaksana dan tenaga kerja," paparnya.
Pihaknya juga menyebut bahwa penggunaan tenaga kerja lokal sendiri menurutnya merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan.
Hanya saja, ia mengingatkan agar sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki dan dibutuhkan.
Baca juga: Komisi IV DPRD Bali Dorong PTM Berlangsung Normal Seperti Sebelum Pandemi COVID-19
"Penggunaan tenaga kerja lokal adalah suatu kewajiban, sesuai dengan kemampuan SDM yang dimiliki dan dibutuhkan," paparnya.
Apalagi, pemenang tender proyek shortcut Singaraja-Mengwitani titik 7A, 7B, 7C dan titik 8 itu adalah perusahaan konstruksi lokal asli Bali.
"Tyang kira hal ini menyesuaikan tahapan pelaksanaan proyek tersebut, krn pemenang tender adalah sudah perusahaan jasa konstruksi asli Bali," ungkapnya.
Sehingga, menurutnya komunikasi yang baik antar berbagai pihak diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Komunikasi tyang kira kunci dari permasalahan ini timbul, mudah-mudahan dapat segera difasilitasi, tapi sekali lagi sesuai tahapan kebutuhan," paparnya.
Sebelumya, Perbekel Desa Gitgit I Putu Arcana mengatakan, baru ada dua warga di Desa Gitgit yang diajak oleh pemenang tender untuk bekerja di proyek shortcut.
Dua warganya itu bekerja sebagai waker serta tenaga lapangan yang mengatur lalu lintas. Arcana pun mengaku kecewa dengan kondisi ini.
Pasalnya, saat acara peletakan batu pertama pada Kamis (2/9/2021) lalu, Gubernur Bali Wayan Koster sempat menyebutkan jika pembangunan shortcut ini akan menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar, dengan melibatkan warga lokal sebagai pekerjanya.
"Ternyata setelah pembangunan dimulai, pekerjanya sebagian besar dari Jawa. Warga kami hanya dua orang yang dilibatkan. Padahal Pak Gubernur sempat berpesan kepada pihak rekanan yang menggarap proyek ini, agar pekerja yang dilibatkan adalah warga lokal," keluhnya.
Atas kondisi ini, Arcana mengaku sudah sempat mendesak agar warganya ikut dipekerjakan dalam proyek tersebut.
Baca juga: DPRD Bali Harap BUPDA Tak Benturan Kepentingan dengan BUMDes
Namun desakan itu hanya sebatas ia sampaikan kepada mandor-mandor yang ia temui di lokasi proyek.
Itu lah sebabnya mengapa keluhan tersebut hingga saat ini belum ditindaklanjuti.
Dalam waktu dekat, Arcana mengaku akan segera menyampaikan keluhan dari warga itu kepada Dinas PUPR Bali.
"Saya sempat menyampaikan keluhan itu kepada pekerja proyek yang saya temui di lapangan, tapi belum ada tindak lanjutnya. Saya memang hanya sekelas Perbekel, agak sulit untuk ketemu dengan bos pemenang tendernya. Tapi nanti saya akan coba sampaikan keluhan warga ini ke Dinas PUPR Bali," jelasnya.
Arcana menyebut, saat ini pengerjaan proyek tersebut sudah masuk di wilayah Banjar Dinas Wirabhuwana, Desa Gitgit, dimana pihak pekerja saat ini sedang membuat badan jalan.
"Jumlah warga kami di Desa Gitgit itu sekitar 1.700 KK. Masak yang dipekerjakan dalam proyek itu hanya dua orang. Kami tentu sangat berharap pemenang tender itu bisa lebih banyak mempekerjakan warga kami, agar ekonomi masyarakat bergerak di tengah situasi pandemi Covid ini," tutupnya.
Seperti diketahui, shortcut titik 7A, 7B, 7C akan dibangun sepanjang 601 meter. Sementara titik 8 dibangun sepanjang 1.564 meter.
Proyek ini diharapkan dapat mengurangi kelokan dan kemiringan jalan, sehingga dapat mempersingkat waktu perjalanan dari Singaraja ke Denpasar, serta sebaliknya.
Proyek ini dibangun dengan menggunakan anggaran dari APBN sebesar Rp 145.5 Miliar
Selain membangun shortcut, dalam proyek tersebut juga akan dibangun rest area atau anjungan pandang dan monumen Ki Barak Panji Sakti dengan luas area taman dan parkir 2.158 M2, serta luas bangunan 180.3 M2, dengan biaya mencapai Rp 4.171.904.431,67. (*)
Artikel lainnya di Berita Bali