Berita Bali
Fenomena Pengamen Maudeng Kian Marak; Antara Kebutuhan Hidup, Peluang Bisnis, hingga Aturan Perda
Fenomena Pengamen Maudeng kini makin marak menghiasi traffic light di berbagai sudut Kota Denpasar, akibat terdampak pandemi Covid-19
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Komang Agus Ruspawan
TRIBUN-BALI.COM – Fenomena Pengamen Maudeng kini makin marak menghiasi traffic light di berbagai sudut Kota Denpasar.
Pengamen tersebut mengenakan pakaian adat Bali lengkap dengan kemben dan udeng serta membawa perangkat sound system kecil.
Beberapa lagu Bali terkenal pun jadi andalan dalam melancarkan aksi pengamennya.
Lagu-lagu bali seperti Angkihan Baan Nyilih yang dipopuler oleh Widi Widiana sering dinyanyikan.
Pengamen Maudeng sering menyasar beberapa traffic light pada kendaraan seperti perempatan Jalan Nangka-Jalan Gatot Subroto Denpasar, perempatan Tohpati.
Bahkan Pengamen Maudeng sekarang tak hanya hadir di wilayah Denpasar. Tapi juga daerah lain seperti Gianyar dan Klungkung di beberapa titik traffic light Jalan By Pass Prof Ida Bagus Mantra.
Pandemi Covid-19 Jadi Alasan
Maraknya Pengamen Maudeng ini pun menjadi sebuah kebiasaan baru seiring berjalannya waktu, karena hampir di setiap traffic light yang disebutkan di atas selalu ada Pengamen Maudeng.
Menurut Sosiolog dari Universitas Udayana (Unud) Gede Kamajaya, munculnya fenomena ini lantaran keterdesakan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Pengamen Maudeng Didenda Rp 250 Ribu, Satpol PP Denpasar Sebut untuk Beri Efek Jera
Keadaan ini menyebabkan orang mulai merambah ke pekerjaan apa saja yang sekiranya bisa menghasilkan uang untuk bertahan hidup.

“Identitas ke-Bali-an menjadi modal kultural mereka untuk memperbesar peluang mendapatkan simpati dan tentu saja ini bisa menambah pendapatan,” kata Kamajaya, Minggu 26 September 2021.
Selain itu, faktanya banyak Pengamen Maudeng bukan berasal dari orang Bali asli, hal itu terungkap dalam penertiban Pengamen Maudeng pada 28 September 2021.
Dalam kegiatan tersebut Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar berhasil menjaring tiga Pengamen Maudeng, bahkan ketiganya masih berada di bawah umur.
Kasatpol PP Kota Denpasar, I Dewa Gede Anom Sayoga mengatakan bila ketiga Pengamen Maudeng tersebut dijaring simpang Jalan Gatot Subroto – Jalan Nangka.
"Kami dapat amankan dua orang menggunakan pakaian adat. Saat kami tanya asalnya dari Banyuwangi dan Situbondo," katanya saat ditemui Tribun-Bali.com.
Sayoga mengaku pihaknya sudah berupaya menyalurkan beberapa pengamen maupun gepeng untuk bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga maupun tukang kebun. Namun, mereka tidak betah dan memilih kembali ke jalan.
"Kami sempat salurkan jadi ART, tapi malah minggat. Mereka malah lari dan kembali ke jalan," katanya.
Baca juga: Beroperasi di Denpasar Utara, 5 Pengamen dan Pengasong Ditertibkan, Dua Orang Kabur
Banyak Anak Dibawah Umur
Tidak hanya orang dewasa yang melakoni pekerjaan Pengaman Maudeng, namun juga anak-anak di bawah umur.
Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) pun menyoroti Satpol PP yang menertibkan Pengamen Maudeng anak-anak di sekitaran traffic light.

Komisioner Bidang Pendidikan KPPAD Provinsi Bali, I Made Ariasa mengatakan perlu ada pendalaman latar belakang atau faktor yang membuat anak-anak tersebut mau menjalani kehidupan seperti itu. Meskipun factor umumnya sudah pasti terkait dengan kebutuhan ekonomi.
Ditemui Tribun-Bali.com pada Jumat, 1 Oktober kemarin, Arisa bahkan telah melakukan wawancara langsung dengan Pengamen Maudeng anak-anak.
"Saya sudah pernah beberapa kali melakukan pengamatan dan survei langsung dengan wawancara dan bertemu langsung di lokasi tempat tinggal mereka bersama keluarganya masing-masing. Mereka tinggal di tempat kos yang cukup memprihatinkan tetapi mereka rata-rata memiliki kendaraan minimal sepeda motor dan fasilitas komunikasi," kata dia,
Menurut Arisa, anak-anak yang melakukan kegiatan mengamen dengan pakaian adat tersebut merupakan kehendak mereka sendiri bukan dieksploitasi oleh orang-orang tertentu. Bahkan, orangtua mereka turut memfasilitasinya.
"Para orangtua beranggapan bahwa 'daripada anak saya mencuri lebih baik saya biarkan mereka kerja berjualan dan membantu orangtua'. Ada sebagian dari anak-anak tersebut melakukan kegiatan tersebut di luar jam pendidikan, tetapi sebagian besar mereka yang tidak sekolah dengan usia yang masih kecil umumnya mengikuti atau diajak oleh para orangtua khususnya ibunya," jelas dia.
Sedangkan, Kasatpol PP Kota Denpasar tengah menyelidiki maraknya Pengamen Maudeng di Kota Denpasar.
Baca juga: Pandangan Sosiolog Tentang Fenomena Pengamen Berbusana Adat Bali: Contoh Malioboro Jogja
Apakah mereka benar-benar terdampak pandemi, atau hanya dijadikan peluang bisnis agar lebih mudah dalam memperoleh penghasilan tanpa perlu bekerja keras.
“Ini antara ekonomi dan gaya hidup. Kami juga melakukan langkah antisipasi dengan menempatkan beberapa personel di tempat yang sering digunakan untuk lokasi mengamen, dengan harapan akan mengurungkan niatnya,” ujar Sayoga saat ditemui Tribun-Bali.com pada Rabu, 17 November 2021.
Perlu Peran Daerah Asal
Sebuah kalimat cabutlah rumput hingga ke akarnya seperti cocok untuk menggambarkan fenomena Pengamen Maudeng saat ini.
Pasalnya, Satpol PP Kota Denpasar telah beberapa kali melakukan penertiban dan pengamanan, namun Pengamen Maudeng malah makin menjamur di Kota Denpasar.
Sayoga menyadari apa yang dilakukan pihaknya belum bisa menyelesaikan permasalahan ini, karena Satpol PP hanya melakukan penanganan di hilir saja.
Pihaknya mengaku, untuk di Denpasar hanya bisa melakukan penertiban, pembinaan, pemulangan, serta Sidang Tipiring.
Hal ini dikarenakan mereka semua memiliki identitas luar Denpasar, termasuk pengamen maudeng ini yang identitasnya dari Karangasem.

“Kami dari Satpol PP tidak bisa sendiri, butuh dukungan dari banyak pihak termasuk yang di hulu atau daerah asal,” katanya.
Sayoga mengaku, saat ini pihaknya sedang berhadapan dengan perilaku, sehingga untuk mengubah perlu pemahaman dan waktu. Dirinya pun mengaku sedang menyelidiki terkait keberadaan pengamen maudeng ini.
Denda Rp 250 Ribu
Sayoga menjelaskan bila Satpol PP Kota Denpasar melakukan penertiban Pengamen Maudung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang ketertiban Umum.
"Penertiban gepeng dan pengamen atau usaha sejenis lainnya sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 tahun 2015 tentang Ketertiban Umum," kata Dewa kepada Tribun Bali, Minggu 3 Oktober 2021.
Dasar hukumnya, dijelaskan Dewa, Paragraf 2 Pasal 40 Perda 1 tahun 2015 berisi setiap orang dilarang melakukan kegiatan gelandangan, meminta-minta, mengemis, mengamen atau usaha lain sejenis.
"Setiap orang dilarang menyuruh orang lain termasuk anak-anak, penyandang disabilitas, untuk melakukan kegiatan meminta-minta, mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis," ujarnya.
Baca juga: KPPAD Provinsi Bali Soroti Kasus Pengamen Anak-anak Diciduk Aparat, Made Ariasa Nilai Perlu Solusi
Dalam peraturan tersebut pun turut melarang orang memberikan uang atau barang kepada gepeng, pengamen, peminta-minta atau usaha sejenis lainnya.
"Setiap orang dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada peminta-minta, pengemis, pengamen, atau usaha lain yang sejenis," kata dia.
Yang baru terjadi adalah 2 orang Pengamen Maudeng di sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) oleh Satpol PP Kota Denpasar pada Rabu, 17 November 2021 di Pengadilan Negeri Kelas IA Denpasar.

Pada sidang tersebut, 2 pengamen tersebut dikenai denda masing-masing Rp 250 ribu subsider kurungan dua hari. Keduanya melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum.
Langkah Antisipasi
Demi mengantisipasi dan mengontrol fenomena Pengamen Maudeng tersebut, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Provinsi Bali, Dewa Nyoman Dharmadi menyebut pihaknya sudah mengambil beberapa langkah untuk mengantisipasi maraknya hal tersebut, salah satunya dengan melakukan koordinasi antar lembaga baik yang ada di kabupaten/kota maupun di lingkungan Pemprov Bali.
Hal ini karena sesuai instruksi Gubernur Bali, Wayan Koster menurutnya para pengamen, gelandangan, ataupun gepeng tersebut diminta dilakukan pembinaan.
"Jadi maraknya pengamen, gepeng, yang bertebaran lah di prapatan jalan-jalan besar kita sudah sempat koordinasikan dengan Dinas Sosial, Satpol PP Denpasar dan Badung untuk antisipasi, termasuk juga bukan mengambil alih tapi mencoba sesuai arahan Pak Gubernur untuk menindaklanjuti pembinaan," katanya, Selasa 28 September 2021.
Dewa Dharmadi juga menyebut jika usai mengamankan para pengamen, gelandangan, ataupun gepeng tersebut pihaknya langsung melakukan pendataan untuk segera dilakukan koordinasi dengan daerah asalnya.
"Langkah-langkah yang kita lakukan adalah mengambil mereka, kita data, dan selanjutnya nanti akan dicari tahu alamatnya, kita sampaikan ke desa setempat mereka berasal dan kabupaten setempat mereka berasal," paparnya.
Namun, menurut Komisioner Bidang Pendidikan KPPAD Provinsi Bali, I Made Ariasa tindakan mengamankan dan mengembalikan ke daerah asal belum akan menyelesaikan masalah secara tuntas terhadap Pengamen Maudeng khususnya untuk anak di bawah umur.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Bali 17 November 2021: Tren Penambahan Naik, 17 Positif dan 0 Meninggal Dunia
Menurutnya daerah asal keluarga tersebut sudah dibuatkan berbagai wadah pelatihan ekonomi dan keterampilan lainnya tetapi tidak berlangsung secara berkelanjutan. Tak berselang lama mereka kembali ke kota-kota di daerah yang punya peluang mengais rezeki.
"Salah satu faktor utama masalah ini ada di tangan para orangtua tersebut. Kalau mental dan kesadaran para orangtua sangat rendah untuk memperbaiki kehidupan keluarga termasuk masa depan anak-anaknya," sebutnya.
Membangun kesadaran berkelanjutan tidak cukup dengan sosialisasi apa lagi hanya menghimbau tetapi perlu ada program yang bisa mewadahi sumber pendapatan ekonomi mereka.
Selain membangun kesadaran secara langsung, perlu disiapkan aturan secara konkret untuk memberikan efek jera kepada para orang tua yang mengabaikan pendidikan anak-anak tersebut, termasuk tidak mengindahkan aturan lainnya seperti keamanan dan ketertiban lingkungan di daerah mereka mencari penghidupan.
"Aturan ini harus ditegakkan dan bisa dijadikan dasar untuk menindak warga atau masyarakat pendatang yang mempekerjakan anak dan lainnya terkait perlindungan anak," jelasnya.
Skema Lapangan Pekerjaan
Menurut Gede Kamaja selaku Sosiolog Universitas Udayana, fenomena Pengamen Maudeng tidak boleh didiamkan.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Bali harus menyiapkan skema penyerapan tenaga kerja demi mengatasi permasalahan tersebut.
“Mulai dari skema jangka pendek, menengah dan jangka panjang perlu disiapkan agar masyarakat tetap bisa produktif dan berdaya,” imbuhnya.
Kamajaya mengatakan ada banyak sektor yang bisa digarap oleh pemerintah untuk menyerap tenaga kerja. Satu di antaranya menggarap lahan Pemprov yang tidak produktif dan terbengkalai.
“Banyak sektor yang bisa digarap, lahan Pemprov banyak yang bisa digarap, yang tidak produktif dan terbengkalai misalnya. Bisa dimanfaatkan untuk digarap dengan menyerap tenaga kerja lokal dan gaji yang memadai,” katanya.
Ia menilai, langkah yang diambil pemerintah dengan cara mengamankan dan memulangkan pengamen ke daerah asal tidak efektif.
“Saya pikir ini tidak efektif karena mereka tidak memberi jalan keluar atas masalah yang mereka hadapi,” katanya.
Baca juga: Dua Pemotor Meninggal di Tempat, Motor Sampai Terbakar Usai Ditabrak Pikap di Gilimanuk
Pelatihan dan Insentif
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali, I Gusti Putu Budhiarta alias Gung Budhi memahami munculnya fenomena pengamen berbaju adat Bali itu. Ia mengatakan, pandemi Covid-19 berkepanjangan membuat banyak orang kesulitan mencari pekerjaan.
"Ini posisi kondisi yang serba sulit di masa pandemi berkepanjangan, sehingga banyak yang putus kerja, serba sulit mencari pekerjaan," katanya, Minggu 26 September 2021.
Pun begitu, ia mengaku prihatin dengan adanya fenomena tersebut yang menurutnya banyak dilakukan oleh para kaum muda.
"Termasuk saya pernah melihat itu, apakah itu krama Bali atau tidak kan tidak tahu kita. Tadi saya melihat banyak di persimpangan-persimpangan traffic light, bahkan cenderung anak-anak muda," paparnya.
Gung Budhi mendorong pemerintah untuk memberikan pembinaan yang tepat. Menurut dia, pemberian bantuan sembako saja tidak cukup karena bukan solusi akhir. Lazimnya mereka kembali lagi ke lapangan untuk mengamen.
"Mereka ini kan kesulitan ekonomi sebenarnya," kata dia.
Seharusnya, kata Gung Budhi, yang dilakukan pemerintah daerah adalah melatih para pengamen tersebut dengan keterampilan yang berguna di masa pandemi.
Misalnya pelatihan kewirausahaan ataupun pelatihan UMKM, termasuk bantuan permodalan yang berasal dari APBD.
"Masyarakat ya harus dibina untuk bisa menjadi mandiri secara ekonomi. Pelatihan UMKM, wirausaha sangat bagus jika bisa dilakukan," demikian Gung Budhi. (supartika/ragil)