Berita Bali
Tren Pejabat Korupsi di Masa Pandemi, Ombudsman Bali Sebut Faktor Tuntutan dan Dorongan Keluarga
Berbagai kasus tersebut, banyak menyeret nama-nama pejabat publik di Bali, mulai dari level kepala dinas hingga kepala daerah
Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tren pejabat korupsi di Bali kian hari semakin marak terjadi.
Bahkan, tren tersebut meningkat di masa pandemi Covid-19.
Sebut saja, korupsi masker di Karangasem, korupsi Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Buleleng, dan korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk pengadaan aci-aci (upacara adat) dan sesajen di Denpasar, dan beberapa kasus lainnya.
Hingga yang terbaru, korupsi Dana Insentif Daerah (DID) di Tabanan.
Baca juga: PTM Dibuka Hari Ini, Ombudsman Bali Siap Lakukan Sidak dan Pengawasan
Berbagai kasus tersebut, banyak menyeret nama-nama pejabat publik di Bali, mulai dari level kepala dinas hingga kepala daerah.
Hal ini menjadi perhatian khusus Kepala Perwakilan Ombudsman RI Bali, Umar Ibnu Al-Khattab.
Kepada awak media, ia mengatakan bahwa banyak kasus korupsi yang terjadi dan terungkap saat ini terjadi sebelum masa pandemi Covid-19.
"Sebenarnya peristiwa ini bukan pada masa pandemi, mungkin sebelum-sebelumnya, kemudian dibuka pada masa Covid," paparnya di sela-sela bincang Hari Anti Korupsi bersama Bupati Jembrana di halaman Kantor Ombudsman RI Bali, Kamis 9 Desember 2021.
Umar sapaan akrabnya juga tidak memungkiri bahwa pada masa pandemi ini juga terjadi berbagai kasus seperti di Karangasem dan Buleleng.
Sehingga, pihaknya mendorong agar lembaga-lembaga penegak hukum lebih melakukan pendalaman untuk menelisik lebih jauh adanya kasus serupa di kabupaten/kota lainnya di Bali.
"Memang ada kejadian juga saat Covid, misalnya di Karangasem korupsi masker, kemudian di Buleleng korupsi dana PEN, itu yang sebetulnya harus juga di telisik di tempat lain, apakah terjadi hal serupa," paparnya.
Pria yang juga Koordinator Presidium Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Bali ini mengatakan bahwa budaya korupsi di kalangan pejabat dan pemegang kuasa sendiri sebenarnya terjadi atas dorongan dan tuntutan dari keluarga terkait ekonomi.
Akibat adanya tuntutan tersebut, membuat para pejabat memilih mengambil tindakan berani untuk melakukan korupsi.
"Kadang-kadang budaya korupsi itu munculnya dari tuntutan dan dorongan dari keluarga yang cukup tinggi, maka terbersit keinginan pejabat untuk korupsi," jelasnya.
Baca juga: Seleksi Kompetensi Dasar CPNS Kemendikbud Ristek di Undiksha Dipantau Ombudsman Perwakilan Bali
Seharusnya, jika para pejabat dan keluarganya memahami atas akibat dari tindakan korupsi tersebut, maka pihaknya meyakini adanya pencegahan untuk melakukan hal tersebut dari dalam dirinya.